Chereads / Akibat Malam Di Villa / Chapter 15 - Jadilah Wanitaku

Chapter 15 - Jadilah Wanitaku

Sampai di restauran,mereka segera mencari meja yang kosong. Karena hari minggu,cukup banyak pelanggan restauran yang datang untuk makan siang.

"Cinta maunya makan apa?" tanya Fadil seraya membaca buku menu.

"Cinta maunya ayam tepung,yah!"

"Ok kita pesan ayam tepung,ya. Terus minumnya apa? Mau ice cream juga?"

"Minum air putih saja. Iya,Cinta mau ice cream,yang coklat yah!"

"Kalau kamu,Diah?" Fadil menoleh ke Nindia.

"Saya samain saja sama Cinta,tuan ."

"Ok. Kalian tunggu di sini ya. Saya pesan dulu," Fadil pun segera antri untuk memesan makanan.

Dari meja lain di restauran yang sama,seseorang sedang memperhatikan mereka. Duduk di meja yang tidak terlalu jauh namun masih bisa sedikit mencuri dengar percakapan di meja Nindia.

"Nih pesanan kalian. Di habiskan,ya!" Fadil datang membawakan pesanan Nindia dan Cinta dengan porsi yang banyak.

"Terima kasih,ayah." Cinta tersenyum.

"Ini terlalu banyak,tuan!" ucap Nindia sambil menatap makanan di atas meja.

"Kan buat kita bertiga,cukup kok. Nanti kita pesan lagi buat mak, ya!"

Mereka lalu makan sambil sesekali bercanda. Cinta sangat ceria. Mereka terlihat seperti sebuah keluarga yang bahagia.

Setelah dari Mall,mereka menuju kebun binatang seperti yang Cinta mau. Mereka sampai ketika hari sudah menjelang sore. Para pengunjung sudah tidak terlalu ramai. Mereka menjelajahi semua tempat yang ada di sana. Dan tak lupa juga berfoto ria. Nindia pun sudah tidak terlalu kaku terhadap Fadil. Fadil begitu hangat berbeda seperti waktu pertama kali mereka bertemu. Terhadap Cinta pun dia benar-benar bisa bersikap seperti layaknya seorang ayah.

"Cinta belum capek,ya?" tanya Fadil

"Cinta belum capek,ayah. Cinta hanya haus saja," jawab Cinta.

"Ayo kita cari minuman dulu!" ajak Fadil.

Mereka lalu mencari warung minuman dan makanan kecil. Ada beberapa kursi kosong,mereka melepas lelah beberapa saat di sana.

"Apa kamu bahagia hari ini,hmm?" tanya Fadil pada Nindia sambil menatap lekat ke arah bundanya Cinta. Tangannya meraih tangan Nindia lalu menggenggamnya erat.

"Hhemm," Nindia mengangguk malu. Tidak bisa di pungkiri,hatinya merasa berbunga-bunga. Rasa yang sudah lama tidak dia rasakan. Namun Nindia tetap tidak mau berharap lebih. Mendapatkan perhatian dari Fadil seperti ini saja tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.

"Kok cuma,hmm?" Fadil masih menatapnya.

"Sa-saya sangat bahagia,tuan! Terimakasih atas perhatian tuan untuk saya dan putri saya."

"Hanya terimakasih?"

"Hmm . . Lalu tuan,saya harus bagaimana?" tanya Nindia gugup dan bingung.

"Jadilah wanitaku!" Fadil lalu mengecup tangan Nindia.

"A-apa,tuan?" Nindia menatap Fadil dengan penuh tanda tanya. Maksudnya apa? Dia jadi ingat ucapan mak untuk hati-hati terhadap Fadil. Jantungnya pun mulai berdetak tidak beraturan.

"Jadilah seseorang yang mengisi kekosongan hatiku. Kamu mengerti kan maksudku,Diah?"

"Ta-tapi tuan? Kenapa saya? Kenapa tidak wanita lain yang setara dengan tuan?" Belum sempat Fadil menjawab,Cinta sudah memotong pembicaraan mereka.

"Ayah,bunda,Cinta capeeeekk!" Cinta bergelayut manja pada Fadil.

"Capek? Pulang,ya?" tanya Fadil lembut.

"Iya pulang,ayah!"

Mereka pun akhirnya pulang karena memang hari sudah sore. Seperti biasa,Cinta duduk di samping Fadil. Di tengah perjalanan,Cinta tertidur.

"Diah,kamu pindah ke depan. Biar Cinta tiduran di belakang!" titah Fadil.

Nindia hanya menurut saja. Fadil lalu membopong tubuh Cinta dan menidurkannya di kursi belakang.

"Diah . . ." panggil Fadil.

"I-ya, tuan."

"Jangan panggil tuan terus. Saya bukan majikan kamu!"

"Hmm??" Nindia menoleh ke arah Fadil.

"Terus panggil apa? Pak tidak boleh,tuan juga tidak boleh!" protes Nindia.

"Panggil sayang!" jawab Fadil. Nindia pun langsung bersemu merah.

"Hmm. . .Tidak mau! Nanti ada yang marah-marah sama saya!"

"Siapa yang marah sama kamu?"

"Yah wanita-wanita tuan lah!" jawab Nindia ketus. Tak hanya sekali dia di tegur oleh wanita yang menyukai Fadil.

"Wanita-wanita saya? Siapa? Apa kamu pernah melihat saya membawa wanita?" Fadil menoleh ke arah Nindia. Nindia diam saja. Dia tidak mau bercerita tentang wanita-wanita yang sudah menegurnya.

"Ya mana saya tahu,tuan!"

"Hmm kamu mengada-ada saja!"

"Kan kita baru kenal belum satu bulan. Saya tidak terlalu mengenal tuan."

"Makanya kita saling mengenal!" Fadil pun meraih tangan Nindia.

"Maksud tuan ?"

"Jadilah wanita ku!"

"Ta-tapi tuan?" Mereka pun saling tatap. Saat tiba di lampu merah dengan gerak cepat,Fadil mengecup Nindia. Nindia kaget lalu membulatkan matanya. Jantungnya makin berdetak tidak beraturan.

"Jangan panggil-panggil tuan lagi!!"

"Saya mohon tuan,jangan permainkan perasaan saya," ucap Nindia lirih.

"Siapa yang permainkan perasaan kamu?"

"Kita ini berbeda. Sangat berbeda. Bagai langit dan bumi! "

"Apa yang membedakan? Kita sama-sama manusia,kan?!"

"Tapi saya hanyalah pelayan restoran,pelayan yang mempunyai seorang putri di luar nikah!" Nindia mulai terisak. Dia sangat takut untuk mengenal laki-laki lagi.

"Kenapa bicara seperti itu? Apa saya selama ini mempermasalahkan status kamu,hmm??"

"Tapi saya tidak mau berharap terlalu tinggi! Bisa mendapatkan perhatian seperti ini saja sudah seperti mimpi bagi saya!" Nindia menghapus air mata yang mulai mengalir di pipinya.

Tiba-tiba Fadil menepikan mobil nya di pinggir jalan yang kosong. Dia lalu meraih bahu Nindia hingga mereka saling menatap.

"Ini bukan mimpi,kamu harus tahu! Saya sayang sama kamu,Diah! Dari pertama melihat kamu,saya sudah mulai memikirkan kamu! Sudah begitu lama saya tidak pernah merasakan ini!" jelas Fadil. Dia pun menghapus air mata di pipi Nindia.

"Ta- tapi saya takut. Kekecewaan dulu masih membekas di hati saya!"

"Lupakan masa lalu kamu! Ada saya untuk masa depan kamu!"

"Bagaimana kalau terjadi lagi? Bagaimana??" Nindia masih terisak.

"Saya tidak akan melakukan kesalahan yang akan membuatmu menderita,Diah! Saya akan jaga kamu!"

"Tuan??"

"Cuup !! Fadil mencium pipi Nindia, "Bilang tuan lagi! Ayo bilang!" Fadil mendekatkan lagi wajahnya ke wajah Nindia. Nindia berusaha menjauhkan wajahnya.

"Tapi saya tidak biasa memanggil dengan 'sayang'!"

"Makanya di biasakan donk,sayang!" goda Fadil.

"Masa di depan orang panggil sayang juga? Seperti pasangan kekasih atau suami istri saja!" protes Nindia lirih.

"Yah kita jadi pasangan kekasih saja. Atau kamu mau kita jadi pasangan suami istri,hmm??" Fadil menatap lekat Nindia. Nindia langsung melongo mendengar ucapan Fadil.

"Jangan melongo seperti itu! Mancing ya minta di kiss lagi?"

"Paan,siih!" Nindia tertunduk malu.

"Apa kamu tidak merasakan sesuatu terhadap saya hmm?"

"Sa-saya . . ."

"Dengar ini!" Fadil meletakkan tangan Nindia ke dadanya, "Kamu bisa rasakan debarannya?" tanya Fadil yang di berikan anggukan oleh Nindia.

"Apa kamu merasakan juga,hmm??"

"Tapi saya tidak mau berharap terlalu tinggi! Saya tidak mau sakit lagi!" tubuh Nindia bergetar menahan sesak di dadanya. Masa lalu yang sangat menyakitkan akan selalu menjadikannya trauma terhadap laki-laki. Saat Cinta masih bayi pun ada beberapa laki-laki yang mencoba mendekatinya tapi dia tidak mau.

"Menangislah. . . !" Fadil lalu meraih Nindia dalam pelukannya. Membiarkan wanita itu menumpahkan semua kesedihannya. Setelah beberapa menit menangis,Nindia melepaskan pelukan Fadil.

"Saya mau pulang!" pinta Nindia.

"Ya sudah kita pulang. Jangan sedih lagi,ya!" Fadil mengusap lembut rambut Nindia. Lalu Fadil pun kembali menjalankan mobilnya menuju rumah Nindia.