Chereads / Suami 4 / Chapter 10 - Kerja Di Kantor Mantan Satu

Chapter 10 - Kerja Di Kantor Mantan Satu

"Iya Bu," ucap Adelia ragu.

Setelah mengobrol dengan Ibu Hana, Adelia pamit pulang karena sudah malam.

"Saya pulang dulu ya Bu," ucap Adelia.

"Biar Eric mengantarmu pulang," ucap Ibu Hana.

"Makasih sebelumnya Bu, tapi saya bisa naik taksi," ucap Adelia.

Eric masuk ke ruang makan saat Adelia pamitan.

"Adelia biar aku yang mengantarmu pulang," ucap Eric.

"Iya Adelia, sudah malam. Biar Eric mengantar pulang," ucap Ibu Hana.

"Baik Bu," ucap Adelia.

Eric mengantarkan Adelia kembali ke rumahnya. Sepanjang perjalanan Adelia terlihat murung. Mungkin karena ucapan ibunya membuatnya sepeti itu.

"Adelia tidak usah dipikirkan apa yang ibuku katakan, lakukanlah semua yang ingin kau lakukan jangan terbebani," ucap Eric.

"Terimakasih Kak Eric," ucap Adelia.

"Iya," ucap Eric.

Eric mengantarkan Adelia sampai ke dalam rumahnya. Dia juga berpamitan pada ibu dan adik Adelia.

"Bu, Adelia, Raisa, aku pulang dulu," ucap Eric.

"Iya, hati-hati dijalan," ucap Ibu Ayu,

Adelia dan Raisa.

Eric berjalan keluar daru rumah Adelia, dia masuk ke dalam mobilnya kemudian Eric pergi meninggalkan tempat itu. Dia kembali pulang ke rumahnya.

*************

Adelia masuk ke kamarnya, Raisa mengikuti kakaknya untuk tahu apa yang terjadi antara kakaknya dengan Eric. Dia kepo karena melihat kakaknya jalan lagi dengan Eric mantan suami pertamanya.

"Kak habis kencan sama kak Eric?" tanya Raisa.

"Gak kencan, cuma makan malam di rumah Eric. Itupun permintaan ibunya Eric," jawab Adelia.

"Wah, Kak Eric start duluan nih," ucap Raisa.

"Tadi pagi kakak juga menemani Qisya ke sekolahnya untuk lomba memasak," ucap Adelia.

"Kirain Kak Eric aja yang sudah start ternyata Kak Irfan juga," ucap Raisa.

"Tadi sore kakak bener-bener canggung banget. Kakak bertemu tiga mantan suami kakak sekaligus dalam satu tempat," ucap Adelia.

"Yang bener? cerita detailnya dong kak, penasaran nih," ucap Raisa.

"Sepulang dari sekolah Qisya, Irfan mengantar kakak pulang ternyata Eric sudah di depan rumah, terus gak lama Tristan datang. Kakak bingung harus ngomong apa," ucap Adelia.

"Wah seru kalau bisa ngelihat langsung, tapi kak jangan mudah goyah, biarbagaimanapun mereka pernah menyakiti hati kakak. Biar mereka totalitas usahanya dulu, jangan mau dengan mudah balikkan. Mereka harus merasakan sakitnya dulu kakak diceraikan. Mendingan kakak sama Kak Frey yang jelas-jelas baik. Kapan-kapan aku bawa Kak Frey ah, biar tambah panas dan seru perebutannya," ucap Raisa.

"Apa sih kamu, malah nambah masalah," ucap Adelia.

"Kak Frey itu baik banget, temen-temen kampusku aja pada ngefans sama Kak Frey, ganteng dan keren banget orangnya. Tar kapan-kapan aku pertemukan kakak dengannya, soalnya dia udah kenal kakak katanya," ujar Raisa.

"Kenal, darimana?"tanya Adelia.

"Mungkin kakak lupa tapi dia ingat kakak, dulu katanya satu sekolah SMA dengan kakak," ucap Raisa.

"Mungkin ya, kakak gak kenal dengan Frey," ucap Adelia.

Adelia benar-benar tidak mengenal Frey. Mungkin karena karena sudah bertahun-tahun lamanya. Atau karena Frey bukan teman sekelasnya atau teman seangkatannya.

"Iyalah, dulu kan kakak paling cantik di SMA tentu kak Frey kenal kakak. Dia itu penggemar kakak waktu SMA. Cuma dia gak berani deketin kakak sebelum dia punya masa depan yang baik," ucap Raisa.

"Udah ya, kakak capek, ngantuk," ucap Adelia.

"Uuu ... kakak masih seru nih ceritanya," ucap Raisa.

Raisa terus mengoceh sementara Adelia mendengarkan sambil tidur. Adelia malas mendengarkan perjodohan dari adiknya yang tak habis-habis. Yang terpenting bagi Adelia sekarang adalah memiliki pekerjaan agar bisa memiliki uang untuk biaya hidupnya dan keluarganya serta untuk biaya berobat ibunya.

*******

Tristan sangat kesal harus bertemu kedua rivalnya dalam satu tempat. Dia jadi tidak bisa memberikan Adelia bunga yang sudah dibelinya. Tristan mengendari mobilnya menuju tempat

bekerja Gara sebagai dokter psikiaternya. Garalah tempat Tristan bercerita segala masalahnya. Mereka tidak seperti hubungan Dokter dan pasien tapi lebih kepada sahabat. Tristan turun dari mobilnya masuk ke klinik milik Gara. Sang Dokter duduk di kursi kerjanya sedangkan Tristan duduk di depannya.

"Tristan malam-malam begini mau Konsul?"

"Bukan sekedar konsul, tapi lebih dari itu."

Gara tersenyum melihat wajah Tristan yang terlihat kesal. Baru kali ini Tristan terlihat seperti itu. Wajahnya seperti orang yang sedang cemburu.

"Pasti masalah Adelia ya kan?" Gara menebak.

"Ya, sore ini aku datang ke rumah Adelia untuk memberikannya bunga. Tapi ternyata sudah ada kedua mantan suami Adelia di sana."

"Jadi kamu punya dua rival sekaligus, dan kamu tidak jadi memberikan Adelia bungakan."

"Betul."

"Tristan ... Tristan ... dulu kamu punya kesempatan yang besar untuk memiliki Adelia sepenuhnya tapi kamu sia-siakan. Sekarang jalanmu untuk bisa bersama Adelia akan sangat susah dengan dua rival sekaligus."

"Sial, setelah agenku mencari tahu latar belakang kedua mantan suami Adelia, ternyata mereka orang yang berpengaruh juga. Mantan suami pertamanya Eric adalah Dokter Jantung yang menangani ibu Adelia. Mantan suami ketiga Irfan seorang dosen, dia punya anak yang sangat disayangi Adelia."

"Wah-wah sainganmu berat juga Tristan."

"Masalahnya yang Eric akan sering bertemu Adelia setiap ibunya chek up, belum lagi dia sudah start lebih dulu dengan mengajak Adelia makan bersama ibunya."

"Ha ... ha ... lucu. Kau seperti orang yang cemburu, padahal dulu kau tidak peduli dengan Adelia. Rivalmu yang lebih berat itu Irfan, karena dia punya anak yang bisa membuat Adelia tidak tegaan. Dan bisa jadi Adelia akan memilih Irfan demi anak itu. Sementara kau dan Eric lajang tidak ada beban jika Adelia melepas kalian."

"Sudah jangan mengomel terus padaku, sekarang apa saranmu?"

"Aku ini bukan dokter cinta yang tahu solusi untuk permasalahan cinta. Tapi kalau menurutku pribadi lebih baik kau berusaha dulu sebaik mungkin bagaimana hasilnya itu terserah Adelia nantinya. Berikan ketulusanmu pasti Adelia juga akan melihat itu. Selebihnya tidak ada lagi yang bisa diperbuat walaupun kau banyak uang. Karena cinta tidak bisa dibeli dengan uang. Itu urasannya dengan hati dan membuatnya kembali mencintaimu bukan hal yang mudah. Jadi berjuanglah, semangat sahabatku!"

Tristan hanya diam. Dia bukan satu-satunya orang yang akan mengejar cinta Adelia tapi masih ada Eric, Irfan dan Frey. Frey adalah penggemar Adelia waktu SMA. Dia seorang polisi yang baik, sabar, ramah, penyayang, ganteng dan keren. Usianya lebih muda dari Tristan, Eric dan Irfan. Frey berusia 32 tahun beda satu tahun dengan Adelia. Sepertinya Adelia akan berada dalam dilema cinta antara Tristan, Eric, Irfan dan Frey.

Tristan pulang ke rumahnya setelah konsultasi pada Gara. Dia melempar buket bunga yang tadi tak jadi diberikan pada Adelia. Tristan memegang keningnya dengan kedua tangannya.

"Dulu, aku bodoh. Sekarang benar-benar sulit untuk mengejar Adelia lagi. Mantan-mantan suaminya bukan orang sembarangan. Pasti mereka punya nilai lebih dimata Adelia. Gimana caranya Aku mendekati Adelia kembali?" ucap Tristan.

"Lebih baik aku sholat, mungkin pikiranku lebih tenang" batin Tristan.

***

Irfan bersiap mengantarkan Qisya berangkat sekolah hari pertama di minggu ini. Qisya sudah selesai mempersiapkan semua pelengkapannya. Dia masuk ke mobil Irfan, memilih duduk di kursi belakang. Irfan heran kenapa Qisya duduk di kursi belakang padahal biasanya dia duduk di kursi depan.

"Qisya kok duduk di kursi belakang?"

"Iya, aku ingin duduk bersama Mama Adelia. Papa kita berangkat bersama Mama Adelia yah?"

"Tapi hari ini Mama Adelia mulai bekerja."

"Iya Qisya tau, jadi kita antarin Mama Adelia dulu baru antar Qisya ke sekolah. Inikan masih pagi sekali Pa."

"Baik tuan putri kecil."

Irfan setuju dengan permintaan Qisya untuk mengantar Adelia bekerja. Dia mengendarai mobilnya menuju rumah Adelia. Disepanjang perjalanan menuju rumah Adelia, Qisya terus bercerita tentang Adelia.

"Papa, Qisya ingin Mama Adelia tinggal lagi bersama kita."

Irfan terkejut dengan penuturan putri kecilnya. Dia terlihat ingin sekali Adelia kembali jadi ibunya seperti dulu. Selama merawat Qisya, Adelia memang memperlakukan Qisya seperti anaknya sendiri itu sebabnya Qisya begitu menyayangi Adelia.

"Doain ya nak, semoga Mama Adelia bisa bersama kita lagi."

"Amin, nanti Qisya berdoa sama Allah biar Mama Adelia tinggal bersama kita lagi Pa."

"Iya sayang."

"Ya Allah mudahkan jalanku untuk bersama Adelia, Qisya sangat membutuhkannya. Aku tidak akan menyia-nyiakan Adelia lagi jika Engkau memberiku kesempatan bersama Adelia lagi" batin Irfan.

Irfan sadar, dulu dia sudah membuang Adelia padahal putrinya sangat membutuhkannya. Dia hanyut dalam dukanya karena kematian Tiara. Dia lupa kalau kebahagiaan putrinya jauh lebih berharga dari pada keinginannya sendiri.

***

Tristan sudah bangun pagi-pagi sekali, dia sholat subuh dan mengaji. Wajahnya berseri-seri, di dalam pikirannya dipenuhi Adelia. Dia seperti orang yang baru merasakan jatuh cinta. Tristan memang belum pernah jatuh cinta atau menyukai seorang wanita. Selama ini dia menutup dirinya dari yang berbau wanita. Itu membuatnya trauma dan benci pada wanita. Di matanya wanita sama saja seperti ibunya. Tapi kini hidupnya menghangat, seolah dia merasa hidup kembali. Adelia menjadi tujuan hidupnya sekarang. Tristan melihat ke atas dinding, waktu menunjukkan pukul 6 pagi, hari ini dia berencana mau mengantarkan Adelia berangkat bekerja. Tristan turun dari kamarnya untuk sarapan bersama ayahnya.

"Tristan tumben kamu bangun pagi-pagi?"

"Iya Pa, aku mau mengantar Adelia bekerja, kitakan satu perusahaan sekarang."

"Bagus kalau begitu, kamu akan sering bertemu Adelia. Peluangmu kembali bersama Adelia masih ada."

Pak Tio senang sekali saat tahu Tristan akan mengantar Adelia, ini sebuah perkembangan baru dihidup Tristan. Dia yang dulu dingin dan menutup diri dari wanita kini menghangat dan membuka hatinya untuk Adelia mantan istrinya.

"Aku akan berusaha sebaik mungkin demi Papa."

"Jika nanti kau kembali lagi dengan Adelia jangan pernah sia-siakan dia lagi Tristan. Adelia wanita yang baik, bahagiakanlah dia!"

"Baik Pa."

"Oya, bawa sesuatu. Seperti bunga, bekal atau camilan untuknya, itu sebagai bentuk perhatian. Wanita biasanya suka diperhatikan dengan hal-hal kecil seperti itu."

"Papa benar, sekarang bukan saatnya bersantai seperti dulu, apalagi rivalku ada tiga. Aku tidak boleh kalah. Demi mendapatkan Adelia kembali aku harus berusaha lebih keras lagi walaupun sebelumnya aku tak pernah melakukan hal itu," batin Tristan.

"Iya Pa, makasih atas nasehatnya."

"Sama-sama, semangat Tristan. Insya Allah Adelia akan berkumpul lagi bersama kita."

"Amin."

Selesai sarapan Tristan pamitan pada ayahnya, lalu dia menuju parkiran untuk mengambil mobilnya. Tristan sengaja mengendarai mobilnya tanpa supir. Dia menuju ke rumah Adelia.

***

Irfan dan Qisya sudah sampai di depan rumah Adelia. Qisya langsung turun dari mobil Irfan. Dia lari menuju rumah Adelia, Irfan turun dari mobil lalu mengejarnya. Kebetulan Adelia juga membuka pintu rumahnya untuk berangkat kerja.

"Qisya kok pagi-pagi ada disini?" tanya Adelia.

"Iya, Mama Adelia ayo berangkat bersama Papa dan Qisya," jawab Qisya.

"Adelia maaf, tadi Qisya minta berangkat bareng Adelia," ucap Irfan.

Adelia terdiam. Dia memikirkan tawaran Irfan.

Di sisi lain Tristan sampai di jalan gang rumah Adelia, Tristan melihat ada mobil Irfan tepat di depan rumah Adelia. Tristan langsung menghentikan mobilnya, tidak jadi menuju ke depan rumah Adelia. Dia memperhatikan Adelia, Qisya dan Irfan yang sedang berada di jalan depan rumah Adelia.

"Aku kehilangan kesempatan lagi, sial!"

Tristan begitu kecewa saat mendapati Adelia terlihat bersama Irfan dan anaknya. Dia merasa kehilangan kesempatan lagi karena kurang cepat.

"Sepertinya aku harus lebih intents, kalau tidak rival-rivalku yang lainnya lebih duluan. Gimana kalau sampai Adelia suka salah satunya? tidak, aku harus menghentikan semua itu. Semangat Tristan, Insya Allah Adelia milikmu," batin Tristan.

Tristan mengendarai mobilnya meninggalkan tempat itu. Dia pergi ke perusahaan miliknya.

"Maaf Mas Irfan sepertinya aku naik bus saja. Terimakasih atas tawarannya." Adelia berusaha menolak tawaran Irfan dengan sopan.

"Mama Adelia, Qisya maunya berangkat sama Mama Adelia." Qisya merengek. Dia ingin sekali bisa berangkat bersama Adelia.

"Maaf ya sayang, lain kali ya." Adelia tersenyum pada Qisya.

"Ya udah, kami berangkat dulu Adelia," ucap Irfan.

Adelia mengangguk. Irfan dan Qisya masuk ke mobil. Adelia melambai dari kejauhan. Mobil Irfan keluar dari gang itu, kemudian Adelia pergi ke halte bus.

Sampai di perusahaan, Adelia berjalan masuk ke dalam perusahaan. Adelia segera masuk ke ruang tempat dia bekerja. Pagi itu baru beberapa staf yang ada di ruangan akunting itu. Jam kerja pun dimulai Manajer Akunting mulai mengajari Adelia pekerjaan barunya. Adelia mulai mengerjakan pekerjaannya setelah diajarkan oleh Manager Akunting itu.

Adelia terus bekerja sesuai bagiannya. Sementara itu Tristan masuk ke ruangan akunting untuk menemui Manager Akunting. Tristan menanyakan ini itu pada Manajer Akunting. Tak lama dia pergi dari ruang akunting, Tristan balik lagi dan menanyakan ini itu pada Manajer akunting. Terhitung sudah tiga kali Tristan keluar masuk ruangan akunting. Sampai beberapa staf akunting merasa aneh padanya.

"Kau lihat tadi Presdir bolak balik ruangan kita, padahal dari zaman dulu mana pernah dia masuk ruang akunting."

"Iya, paling dia minta sekretarisnya memanggil Manajer Akunting atau menelpon Manager Akunting minta ke ruangannya."

"Iya Tumben dia bolak balik keruangan kita, apa ada masalah ya ma akunting?"

"Gak ah, semua benar dan terkendali, gak tau Presdir nanyain apaan?"

Tristan bolak balik ke ruang akunting hanya untuk melihat Adelia. Padahal sepanjang sejarah dia tidak pernah mau masuk ruang akunting kalau bukan sedang ada audit atau hal yang sangat penting. Tristan mencari alasan ini itu supaya bisa masuk ke ruang akunting.Sambil bicara dengan Manajer Akunting, matanya sesekali memperhatikan Adelia.