Adelia sedang membantu ibunya membereskan rumah. Selama menganggur Adelia mengerjakan pekerjaan rumah ibunya. Dulu Adelia memiliki asisten rumah tangga untuk bekerja di rumahnya agar ibunya tidak capek. Tapi karena Adelia habis kontrak, jadi dia memutuskan memberhentikan asisten rumah tangganya. Adelia mengambil alih pekerjaan itu. Dia lebih memilih uangnya untuk biaya check up dan obat ibunya. Semenjak ibunya sakit jantung Adelia harus memiliki uang yang cukup banyak untuk pengobatan ibunya.
Adelia berusaha agar ibunya tidak capek dan banyak pikiran. Dia juga menjaga pola makan dan istirahat ibunya.Dia tidak mau ibunya kambuh lagi. Semenjak ayahnya meninggal, Adelia bertanggungjawab penuh pada keluarganya. Selain menjaga ibunya, Adelia juga harus menjaga adik perempuannya. Ibu dan Raisa adalah anggota keluarga yang dicintainya. Merekalah yang membuat Adelia semangat dan mampu menghadapi semua masalahnya.
Adelia masuk ke kamarnya, dia beristirahat di ranjang setelah menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Tak lama Adelia mendapat telpon. Ternyata itu telpon dari perusahaan milik Tristan. Adelia senang sekali akhirnya dia diterima bekerja. Ibunya datang ke kamarnya karena mendengar suara Adelia begitu senang.
"Adelia kenapa kamu terdengar begitu senang?"
"Ibu terimakasih atas doanya, aku diterima kerja." Raut mimik wajah Adelia terlihat senang.
"Benarkah?" Ibu Ayu memastikannya kembali.
"Iya Bu."
"Alhamdulillah, akhirnya kamu keterima kerja nak." Ibu Ayu ikut senang mendengar berita bahagia dari Adelia. Dia tahu anaknya itu sudah menjadi tulang punggung keluarga. Dia selalu bekerja keras agar bisa membahagiakan ibu dan adiknya.
Ibu Ayu tersenyum bahagia. Semenjak habis kontrak dari perusahaan sebelumnya, Adelia sudah menganggur selama setengah tahun. Ibu Ayu lelah menjawab pertanyaan tetangga karena Adelia menganggur. Air mata Ibu Ayu menetes di pipinya. Perasaan haru bercampur bahagia dirasakannya bersamaan.
"Ibu, ibu jangan sedih." Adelia menyeka air mata ibunya.
"Ibu justru senang kau sudah mendapat pekerjaan."
Tiba-tiba Ibu Ayu memegangi dadanya. Dia kesulitan bernafas. Jantungnya berdebar kencang.
"Ibu ... ibu ... kenapa?" Adelia melihat ibunya memegang dadanya.
"Dada ibu sakit Adelia, nafas ibu mulai sesak."
"Ayo kita ke rumah sakit Bu, mungkin ibu kambuh lagi."
Ibu Ayu mengangguk. Adelia membawa ibunya ke rumah sakit. Di rumah sakit ibunya langsung mendapatkan perawatan sementara di UGD. Adelia mulai registrasi di konter administrasi.
"Nona Adelia maaf Dokter Ravi sudah resign." Adim rumah sakit memberitahu Adelia.
"Ya sudah, ada dokter jantung lain?"
"Ada, Dokter Roy dan Dokter Eric, tapi Dokter Roy sedang cuti hari ini. Jadi adanya Dokter Eric, bagaimana?"
"Dokter Eric? baiklah, tidak apa-apa."
Sekilas Adelia teringat mantan suami pertamanya. Namanya sama tapi seingat Adelia, Eric bekerja sebagai Dokter Umum bukan Dokter Jantung.
"Tidak, yang namanya Erickan banyak, lagi pula Kak Eric tidak bekerja di rumah sakit ini waktu itu," batin Adelia.
"Baik, jadi Dokter Eric ya."
Adelia merasa familiar dengan nama Eric. Dia tidak berpikir itu mantan suaminya, hanya saja namanya sama.
Adelia dan ibunya yang sudah mulai stabil kondisinya menuju ke ruang Dokter Eric. Adelia tidak memperhatikan foto dan nama yang terpasang di depan pintu ruangan itu karena lebih fokus pada kondisi ibunya. Saat dia masuk ke ruangan itu, Adelia terkejut melihat wajah Eric.
"Adelia."
"Kak Eric."
Adelia dan Eric terpaku melihat wajah mereka masing-masing. Masa lalu seakan kembali di depan mata. Semua rasa campur aduk, bahkan bingung harus mengawali percakapan itu kembali.
"Ya Allah aku bertemu lagi dengan mantan suamiku yang pertama, semoga semuanya baik," batin Adelia.
"Dokter kenal Nona Adelia?"
"Kami dulu saling kenal ya Adelia."
"Iya."
Mereka berdua seakan bermain sandiwara. Padahal jelas mereka mengenal, bahkan dulunya sepasang suami istri.
Suasana canggung memenuhi ruangan itu. Adelia tidak menyangka dalam dua minggu ini bertemu dengan ketiga mantan suaminya. Apalagi dengan Eric, sudah 8 tahun Adelia baru bertemu lagi.
"Eric," panggil Ibu Ayu dengan suara pelan.
"Ibu." Eric langsung mendekat dan mencium tangan Ibu Ayu.
"Gimana kabarmu?"
"Baik Bu."
"Dokter sudah saya siapkan peralatannya," ucap Perawat.
"Baik."
Adelia berkonsultasi pada Eric tentang sakit yang diderita ibunya kemudian Eric memeriksa kondisi Ibu Ayu. Dulu waktu menikah dengan Adelia, Eric hanya Dokter Umum setelah kuliah lagi sekarang Eric menjadi Dokter Jantung.
"Adelia, Ibu harus menjaga pola makan, istirahat dan dikontrol stressnya."
"Oke."
"Kalau bisa olahraga yang ringan seperti jalan santai tiap pagi hari."
"Ya, saya akan usahakan."
Eric menulis resep obat yang akan diberikan pada Ibu Ayu. Sesekali dia melirik ke arah Adelia. Di mata Eric, Adelia masih sama seperti dulu ramah dan baik hati. Jangan dipertanyakan soal wajahnya, Adelia memang cantik meskipun usianya menginjak kepala tiga.
"Ini resep obatnya, dan jangan lupa untuk rutin check up."
"Iya Dok."
Meskipun mereka saling kenal tapi Eric bersikap sangat profesional. Eric memang tidak lama menikah dengan Adelia, tapi dari dulu Eric sangat ramah dan baik.
"Terimakasih Dokter Eric."
"Ibu juga berterimakasih nak Eric."
"Sama-sama Bu."
Adelia dan ibunya keluar dari ruangan Eric. Mereka menuju konter administrasi untuk membayar jasa konsultasi Dokter dan menebus obatnya.
"Nona Adelia semua sudah dibayarkan," ucap Admin rumah sakit.
"Saya belum bayar."
"Iya, maksud saya sudah dibayar."
"Siapa yang bayar?"
"Disini sudah dibayar, tapi saya tidak bisa memberitahu siapa."
"Begitu ya, baiklah."
"Apa mungkin Eric yang membayarnya?" batin Adelia.
Adelia dan ibunya menuju lobi rumah sakit untuk menunggu taksi. Adelia memesan taksi online.Tapi karena macet taksi itu membatalkan pesanannya. Adelia masih menunggu di depan lobi bersama ibunya untuk memesan taksi online lainnya. Tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di depannya. Setelah kaca mobil dibuka ternyata mobil milik Eric.
"Adelia biar kuantaran kamu dan ibu pulang ke rumah."
"Tidak apa-apa, kami sedang pesan taksi."
"Nanti kelamaan kasihan ibu."
Adelia terus menolak, Eric yang tadi masih di dalam mobil, akhirnya turun menghampiri Adelia dan ibunya.
"Nak Eric tak perlu repot-repot."
"Tidak apa-apa Bu, kebetulan sekalian pulang."
"Ugh ... ugh ... ugh ...," Ibu Ayu terbatuk karena udara yang dingin.
"Bu, pakai jaket ya."
"Adelia biar ku antar pulang ya, anginnya semakin kencang dan udaranya dingin, kasihan ibu."
Adelia berpikir sejenak. Dia merasa canggung bila harus satu mobil dengan mantan suami pertamanya. Tapi kondisi ibunya cukup membuatnya khawatir. Dia harus mengambil keputusan yang terbaik.
"Baiklah."
Eric membukakan pintu mobilnya. Dia juga membantu ibu Adelia masuk ke mobilnya. Eric mengantarkan Adelia dan Ibu Ayu pulang ke rumah mereka.
***
Seusai sholat Isya, Adelia tidur di kamarnya, Raisa yang baru pulang dari kampus langsung masuk ke kamar kakaknya. Dia sengaja mengagetkan kakak kesayangannya.
"Da!"
"Raisa, kirain siapa." Adelia terkejut dan melihat ke arah adiknya.
"Kakak kok tumben dah tidur sih? gak nunggu aku pulang."
"Hari ini kakak cukup lelah dan capek."
Raisa ikut berbaring disamping Adelia. Dia ingin mendengar cerita kakaknya lebih banyak lagi.
"Aku dengar dari ibu, kakak bertemu Kak Eric ya?"
"Iya."
"Betulkan tebakanku, kakak akan bertemu Kak Eric, setelah bertemu Kak Tristan dan Kak Irfan. Ini namanya takdir, jangan-jangan kakak akan berjodoh lagi dengan salah satu di antara mereka"ucap Raisa.
"Ngomong apa sih kamu anak kecil."
"Tapi jangan deh kak, mendingan sama Kak Frey."
Raisa coba menjodohkan kakaknya dengan Frey, seorang anggota polisi yang menurutnya baik dan cocok dengan kakaknya. Dari pada cinta lama bersemi kembali dengan ketiga mantan suaminya. Lagian mereka sudah menyakiti kakaknya. Bagi Raisa mereka tak pantas mendapatkan kakaknya yang baik hati itu.
"Siapa lagi Kak Frey?"
"Itu polisi ganteng yang waktu itu aku ceritakan sama kakak."
Raisa tak lelah membujuk kakaknya untuk bersama dengan Frey. Dia menceritakan semua kebaikan Frey pada Adelia agar kakaknya mau, dia merasa kakaknya cocok dengan Frey yang tampan, berkharisma dan baik hati.