Hari ini tidak seperti biasa dimana suasana pagi hari nampak diselimuti kabut mendung. Hawa dingin menyeruak membuat siapapun kehilangan semangat beraktivitas sekalipun bekerja. Membuat siapapun malas beranjak dari kasur yang hangat untuk bergulung dengan selimut.
"Dia pasti kecapekan." Asya sedang meminum susu hamil sambil memperhatikan Gilang tengah sarapan di meja makan sendiri. Sudah menjadi pemandangan biasa, Gilang selalu makan sendirian di meja makan karena sudah melarang keras bagi siapapun untuk makan bersama dengannya di meja makan sekalipun Asya, istrinya sendiri. Jadi disinilah Asya hanya minum dan makan di dapur yang jaraknya cukup jauh dari meja makan.
Semalam, Asya menunggu Gilang pulang kerja. Tepat pukul 10 malam, Gilang baru pulang dan masuk ke dalam kamar. Hubungan renggangnya dengan Gilang membuatnya takut untuk menampakkan diri di hadapan Gilang kecuali dirinya di panggil karena sedang dibutuhkan.
"Oh jasnya tertinggal."
"Tuan. Jasnya tertinggal." Asya sedikit berteriak menyusul Gilang.
Gilang membalik badan mendapati Asya berjalan susah payah ke arahnya sambil menjinjing jas hitamnya. Penampilan Asya yang hanya memakai pakaian terusan selutut dengan perut buncit membentuk lekuk tubuhnya yang sedikit berisi tidak luput dari sorot mata elang Gilang.
"Kemari." Mendadak Gilang mengeluarkan suara rendah dan tatapan sayu di matanya tanpa melepas sedikitpun pandangannya pada Asya.
Asya mengerjap bingung kala pandangannya dengan Gilang saling bersibobrok. Netra Asya menangkap sorot mata tak terbaca terpancar dari mata kecoklatan Gilang. Entah kenapa melihat tatapan itu membuat pikiran Asya terlempar pada saat Gilang dengan gagahnya menyentuh tubuhnya.
Asya berjalan ragu. Namun sesaat, Gilang menarik pinggangnya hingga tubuh keduanya bertubrukan. Sungguh posisi ini membuat Asya semakin takut karena anggapannya tadi benar dimana sorot mata Gilang sudah tertutup nafsu. Atensi Gilang tidak bisa lepas dari bibir mungil merah muda Asya yang sedikit terbuka. Dan itu membuat hasratnya bangkit minta di lampiaskan segera. Sudah lama hasratnya padam karena tidak menyentuh istrinya itu, sekalinya bertemu langsung membuat sesuatu di dalam dirinya bangun.
"Hmmpt." Gilang menunduk langsung menyambar bibir mungil Asya yang merah muda itu. Asya terkesiap hingga jas yang di pegangnya terlepas dari tangannya. Asya reflek meronta untuk dilepaskan namun Gilang bergeming.
"Sial. Kenapa bibir ini membuatku candu. Sungguh manis. Tak pernah berubah."
Gilang tidak peduli dengan sekitarnya yang sudah menunggunya segera berangkat ke luar kota. Barisan pengawal tengah berjaga di depan rumah serta sopir pribadinya.
Gilang tak mau bibir mungil itu lolos dari kulumannya. Tak henti-hentinya bibir Gilang menyesap dan melumat bibir bawah dan atas Asya bergantian dengan menggebu. Rasanya seminggu kemarin dirinya tidak menyentuh Asya seketika langsung di tuntaskan sekarang juga.
"Ahh." Asya melenguh ketika tangan Gilang mulai aktif menyentuh dua gundukan Asya bergantian. Asya mulai kewalahan. Lama tidak berkomunikasi dan juga di sentuh Gilang, membuat Asya menikmati sentuhan itu.
Suara decapan khas orang berciuman dengan selingan desahan merdu memenuhi ruang tamu itu. Tanpa peduli ada orang yang sedang melihatnya dengan diam. Dialah pengawal di depan rumah dan Bi Asri.
"Shit …" umpat Gilang melepaskan ciumannya dan menyatukan dahinya dengan dahi Asya. Hembusan keduanya saling memburu hingga bisa saling merasakan setiap hembusan nafas hangat masing-masing. Gilang tidak mau melakukan lebih jauh lagi disaat dirinya akan fokus pada bisnis di luar kotanya.
"Berani sekali kamu merusak hari pagiku ini." geram Gilang yang merutuki gagal mengontrol nafsunya pada Asya yang jelas-jelas wanita di bencinya.
Gilang dengan kasar mengambil jas hitamnya di lantai dekat kakinya. Tanpa pamit, Gilang meninggalkan Asya yang masih mematung memperhatikan setiap gerakannya yang hendak pergi berangkat kerja. Asya tersipu malu mengingat kejadian beberapa detik lalu.
"Hati-hati. Semangat kerjanya." Lirih Asya memandangi punggung Gilang yang mulai menjauh meninggalkannya. Asya tidak tahu kalau Gilang hari ini pergi ke luar kota karena Gilang tidak memberitahunya.
"Kenapa hati ini senang sekali. Apa ini karena kamu, nak?" Asya mengelus perut buncitnya. Setidaknya dirinya bisa menyalurkan sentuhan Gilang sebelum berangkat bekerja pada bayi yang di kandungnya. Sepertinya anaknya tengah merindukan sentuhan ayahnya setelah seminggu kemarin tidak pernah bertemu dan berhubungan.
"Sial. Hari pertama sudah ternodai. Sungguh diri ini berkhianat." Gilang memijat pelipisnya berusaha meredam hasratnya yang masih menuntut di salurkan. Dia harus fokus pada bisnisnya di luar kota. Jangan sampai karena baru bertemu dengan Asya tadi bisa menghancurkan semangatnya bekerja setelah seminggu kemarin dirinya rela gila kerja sampai lupa makan dan waktu pulang sampai larut malam.
"Manis." Gilang menyapu bibir bawahnya dengan lidah merasakan rasa manis.
"Awas aja nanti kalau udah pulang. Habis kamu." Gilang menyeringai licik berencana licik pada Asya.