Chereads / MALAM KELAM TAK DIINGINKAN / Chapter 25 - 25. Tidak Bertemu

Chapter 25 - 25. Tidak Bertemu

Disinilah Gilang berdiri memantau hasil pembangunan proyek komplek perumahan yang sudah diselesaikannya di Semarang. Barisan rumah mewah dua lantai di kanan kiri jalan lebar menyita perhatiannya.

Itu adalah satu dari rentetan bisnis yang digelutinya. Sesuai julukan pengusaha muda di bidang property untuknya.

"Lihatlah rumah yang kubangun untuk kita tinggali disini sudah hampir selesai. Sesuai permintaanmu dulu." Gilang terhenti di depan rumah dua lantai dengan design klasik berwarna putih dengan halaman depan rumah cukup luas.

Gilang masih ingat jelas tiga bulan lalu, dirinya pergi ke Semarang ditemani Mona mengunjungi proyek yang sedang di bangunnya itu namun belum rampung pengerjaannya. Saat itu, Mona meminta padanya dibuatkan rumah di komplek perumahan itu, supaya ketika mereka sudah menikah dan datang kembali ke Semarang tidak perlu menginap di hotel melainkan rumah keduanya itu selain rumah di Jakarta. Keseriusan hubungan mereka dalam menjalin hubungan membuat banyak rencana untuk kehidupan di masa depan setelah menikah.

Tapi sekarang, apa yang terjadi tidak sesuai rencananya. Gilang memejamkan mata sembari menghela nafas panjang. Kehancuran tanpa sisa akan hubungannya dengan Mona begitu membuat tatanan hidupnya berantakan termasuk bisnisnya juga terkena imbas.

"Bos, apa terjadi kesalahan atau kekurangan pada rumah impianmu, Bos?" Riko berdiri di samping Gilang ikut memperhatikan rumah dua lantai di depannya.

"Tidak ada." Gilang menghela nafas panjang sambil memejamkan mata meratapi kenyataan yang mengecewakan.

"Segera promosikan semua rumah tanpa tersisa satupun." Ujar Gilang dengan lantang namun terselip nada keberatan disana.

"Apa termasuk rumah impian, Tuan?" tanya Toni, orang kepercayaan Gilang untuk mengurusi bisnisnya di Semarang termasuk pembangunan proyek tersebut.

"Ya. Rumah itu saya lepas."

"Bos, beneran? Itu bisa jadi tempat singgah kalau bos dengan nona Asya datang kemari." Sela Riko.

"Tidak ada rumah singgah untukku disini. Karena yang seharusnya singgah bersamaku disini telah pergi." lirih Gilang namun didengar Riko. Sedangkan Toni tidak mendengarnya karena berada di belakang Gilang cukup jauh.

"Apa rumah impian Tuan, dijual dengan kisaran harga sama dengan rumah-rumah yang lain?" Toni tahu rumah impian Gilang nampak lebih mewah daripada barisan rumah yang lain hingga membuatnya bingung harus menjualnya dengan harga berapa.

"Ya. Urus semuanya, Ton. Jangan lupa kabari hasil penjualannya."Gilang langsung beranjak pergi tidak mau terlalu larut dalam kesedihan akan kenangannya bersama Mona disana.

"Siap, Tuan."

"Bos. Dua jam lagi ada meeting."Gilang berhenti dan menoleh ke Riko dengan kerutan di dahi pertanda baru tahu. Riko menghela nafas panjang sambil mengulurkan buku kecilnya berisi catatan agenda kerja Gilang. Akhir-akhir ini Gilang sering lupa dan kurang konsentrasi ketika bekerja. Untungnya ada Riko yang mengingatkannya.

Tidak terasa hari semakin sore dan meeting baru saja selesai. Meetingnya yang berjalan alot karena dirinya kurang fokus membuatnya sulit paham. Sejenak Gilang mengatur nafas mencoba mengontrol emosi yang tengah menyelimutinya. Rasa lelah dan marah beradu jadi satu sekarang. Ini sungguh bukan pribadinya yang tidak professional dalam bekerja.

"Bos, apa terjadi sesuatu?" Riko duduk di kursi sebelah sopir pribadi Gilang menatap dari kaca spion depan nampak Gilang duduk di kursi belakang sedang gelisah.

"Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Fokus pada perjalanan kita ke Bandung."

"Siap, Tuan." Ujar sopir pribadi Gilang.

Mobil hitam terus melesat dengan tiga pria di dalamnya tengah membelah jalan di tengah malam yang dingin. Setelah menyelesaikan pekerjaan di Semarang, mendadak Gilang harus bertolak ke Bandung karena ada masalah sengketa tanah disana terkait bisnis propertinya. Menuntut dirinya langsung turun tangan besok pagi, mengharuskannya melakukan perjalanan di malam hari dan menunda kepulangannya ke Jakarta seusai bekerja di Semarang.

"Minum dulu, Bos." Riko menyerahkan sebotol air minum kepada Gilang dan disambut dengan baik oleh bosnya itu. Riko kasihan melihat Gilang nampak lelah setelah meeting di Semarang. Karena sempat terjadi perselisihan pendapat. Belum lagi masalah pada rumah impian Gilang yang mendadak dijual juga. Padahal itu ada kenangan manisnya disana. Itu pasti menyiksa tenaga dan juga perasaan Gilang hingga membuat laki-laki yang dikenal keren semua orang terutama kaum hawa, mendadak kusut bak tertimpa banyak masalah.

"Apa sudah ada tanda mengenai keberadaan Mona, Rik?" tanya GIlang dengan suara kehabisan tenaga.

"Maaf, Bos. Anak-anak belum menemukan dimana Mona berada sekarang."

"Saya menggaji kalian bukan untuk main saja. Sampai kapan saya harus menunggu kalian menemukan kekasihku." Gilang marah namun dengan tenaga sudah lelah.

Riko memilih untuk tutup mulut saja. Bila dia menjawab, pasti hanya akan membangkitkan emosi Gilang yang selama ini dikenal tidak mau kalah bicara.

Dret

Ponsel Riko berbunyi memecah hawa sunyi di dalam mobil yang tengah melaju. Semua orang memandang pada Riko terutama Gilang.

"Maaf bos, ada telepon dari rumah."

"Hmm." Gilang meresponnya dengan berdehem kemudian memejamkan mata sembari menenangkan diri.

"Halo." Gilang mengangkat telepon dari rumah.

"Halo. Ini aku, Asya. Kenapa Tuan Gilang sampai sekarang belum pulang?" suara lirih khas perempuan terdengar jelas mengisi seisi mobil.

Riko reflek menoleh ke belakang dan disambut tatapan tajam Gilang. Ternyata Gilang sudah mengenali siapa yang berbicara itu lewat dari suaranya. Aura ketiksukaan Gilang terpancar jelas kala suara Asya terdengar jelas disana.

"Tuan Gilang masih ada pekerjaan dan tidak pulang hari ini."

"Ya sudah hati-hati. Semoga lancar kerjanya."

"Matikan!"Gilang menatap tajam Riko dan langsung dituruti.

Gilang dibuat kalang kabut hanya karena mendengar suara Asya dari balik telepon. Entah kenapa suara lirih dan merdu Asya mengalihkan perhatian Gilang akan desahan Asya ketika berada di kungkungannya.

Ya selama ini Gilang tidak pernah berbicara dengan Asya kecuali ketika sedang melakukan hubungan intim. Dan hanya suara desahan merdu dari Asya yang ia ingat selama ini dari sosok istrinya.

"Sungguh suara itu mampu menggugah hasratku, sudah lama aku tidak menyentuhnya." Gilang memejamkan mata menahan frustasinya kala ada sesuatu dalam dirinya yang sudah bangun karena tergoda akan suara menggoda Asya.

Mobil itu kembali dilanda suasana hening. Gilang mati-matian menahan rasa gejolak panas dingin dengan tidur. Dia tidak mau pikirannya diracuni Asya karena besok ada pekerjaan yang sudah menunggunya dan tentunya itu masalah serius.

"Nggak boleh dibiarin. Hanya Mona di hatiku. Dan dia hanyalah sebatas istri sementara sekaligus penghangat ranjang saja." Gilang tidak mau pikiran kotornya mengenai apa yang sudah dilakukannya dengan Asya selama ini membuat hatinya tertaut pada Asya.

"Ayahmu nggak pulang hari ini, nak." Asya menunduk dan mengusap perutnya dengan sayang.

Asya memutuskan kembali ke kamarnya yang ada di belakang rumah. Kalau begini dia bisa bernafas lega. Setidaknya dia sudah tahu keadaan Gilang sekarang. Tapi satu sisi dia juga merasa kesepian, mendadak rasa rindu menyeruak di hatinya akan sosok Gilang yang tidak muncul seharian ini.

"Sudah tidur ya. Besok ayahmu pasti pulang."

Separah apapun perlakuan Gilang padanya, tidak menyurutkan rasa pedulinya pada anaknya akan kehadiran sosok Gilang. `

"Segitunyakah dia tidak mau memberitahuku tidak pulang. Apa dia tidak tahu sebegitu khawatirnya anaknya walau masih di dalam kandungan, lihat saja sudah senang. Apa kita ini hanyalah orang asing, setelah apa yang sudah aku lakukan selama ini untuknya." Monolog Asya dengan sedih.