Chereads / MALAM KELAM TAK DIINGINKAN / Chapter 26 - 26. Kesal

Chapter 26 - 26. Kesal

Sudah terhitung tiga hari Gilang berada di Bandung. Satu persatu masalah terkait sengketa tanah pada bisnisnya mulai teratasi. Kini saatnya Gilang bernafas lega setelah usahanya berbuah manis.

"Hanya dengan uang bisa membungkam mulut orang-orang pemberontak seperti mereka." Gilang menyeringai puas.

Salah satu anak cabang perusahaannya di Surabaya mengalami permasalahan terkait sengketa tanah dengan milik warga setempat, kini menemui titik terang. Setelah melewati percakapan dan kerjasama yang alot, akhirnya tercapai kata sepakat. Terdengar licik memang, tidak mau berlarut-larut menyelami masalah yang tidak berkesudahan menuntut Gilang menggunakan pundi-pundi uangnya untuk menyelesaikan masalahnya dan ternyata berhasil juga.

Itulah sosok Gilang, yang selalu menghalalkan segala cara termasuk menggunakan uang sebagai pelicin dalam menyelesaikan masalah. Kekayaannya yang melimpah membuatnya tidak takut kalau hartanya habis. Karena pada akhirnya setimpat dengan apa yang di dapatkannya nanti.

Sebenarnya dia memiliki otak brilian dalam berbisnis. Jadi tidak heran di usianya yang masih terbilang muda sudah memiliki perusahaan sendiri yaitu Danur Permata Corp, yang kini juga sudah berkembang pesat. Namun karena banyaknya tekanan terkait masalah menghampiri hidupnya membuatnya tidak mau berlama-lama berpikir. Jikalau uangnya bisa ia manfaatkan.

"Minum dulu, Bos." Riko menyuguhkan segelas air putih kepada Gilang.

"Thanks."Gilang menerimanya kemudian meneguknya.

"Jadi teringat lagi dengan Nona Asya, Bos." Ucap Riko tanpa beban langsung menyita perhatian Gilang dengan kilatan tajam dan serius terpancar dari kedua bola matanya.

"Maksud kamu?"suara dingin dengan raut muka datar Gilang pancarkan kala sosok Asya di bahas.

"Bos, benar. Semua terasa mudah dengan uang. Jadi teringat dengan pertemuan bos dengan nona Asya dulu," ujar Riko tanpa ragu.

Otak kedua laki-laki yang tengah duduk saling berhadapan reflek terlempar pada kejadian masa lalu, dimana Asya membutuhkan uang hingga rela memenuhi permintaan Gilang yang saat itu tengah membutuhkan pelampiasan hasrat yang diujung tanduk karena pengaruh obat perangsang. Dan sekarang, bagaikan kejadian terulang kembali namun dengan topik yang berbeda.

"Stop. Tidak ada waktu membahas wanita sialan itu." suara baritone diiringi dengan gebrakan meja begitu memekakkan telinga di ruangan hening itu.

"Biargimanapun Nona Asya, istrinya bos sekarang …"

"Lebih tepatnya istri sementara. Karena setelah bayi itu lahir, pernikahan ini selesai. Tidak ada rasa cinta sedikitpun untuknya di hatiku."

"Bagaimana anak bos …"

"Bagaimana bisa saya mempercayai kalau anak itu adalah anakku. Dia sama seperti jalang diluaran sana. Melemparkan dirinya sendiri demi pundi-pundi uang bukan. Jadi sudah pasti diluaran banyak laki-laki yang menggunakannya."

"Nona Asya, wanita baik-baik bahkan setelah saya investigasi tidak ada rekam jejak laki-laki dekat dengannya. Jadi sudah pasti anak yang di kandung Nona Asya adalah anaknya bos." Riko merasa terpanggil untuk memperjuangkan hak Asya dan bayi yang sedang di kandung Asya. Setelah melihat bagaimana perlakuan Gilang yang tidak manusiawi pada Asya selama ini.

"Ingat batas pekerjaanmu disini. Cukup, dulu saya menyuruhmu menginvestigasi wanita sialan itu." Peringat Gilang dengan pelototan mata elangnya menukik netra Riko menjadi kicep.

Gilang terdiam sejenak. Pikiran kalutnya yang baru saja terurai kini malah harus membahas hal tidak berguna, pikirnya. Niat hati ingin menenangkan pikiran, namun malah terpancing emosi hanya pembahasan tidak jelas dari Riko, asisten pribadinya.

"Aku tidak bisa mengelak karena aku lah yang pertama menggaulinya." Gilang bangkit dari kursi kebesarannya sembari berjalan menjauh menatap kaca jendela lebar di ruangan kerjanya yang terletak di lantai tiga.

Sorot matanya menatap indahnya senja tercetak jelas di balik kaca bening di hadapannya. Namun tidak dengan pikirannya yang berputar mengenang kejadian malam panas dirinya dengan Asya, ditemukan bercak darah di sprei tempat mereka bergelung meneguk kenikmatan.

"Jahat kamu. Wanita sebaik Asya, kamu siksa disaat sedang hamil anak kamu." Riko membatin.

"Saya tidak tahu, apa yang membuatmu berpihak dan mempercayai wanita sialan itu." Dengus Gilang menatap tidak percaya pada asisten pribadinya yang sudah lama bekerja dengannya dengan reputasi yang sangat bagus dan dapat dipercaya, menurutnya.

"Saya sudah menyelidiki Nona Asya dan hasilnya sudah bos terima."

"Waktuku terlalu berharga hanya untuk membaca hasil penyeledikan itu."

"Bahkan sampai kapanpun, tidak akan ada waktu untukku melihat hasil penyelidikanmu itu. Yang Saya butuhkan saat ini dan nanti hanyalah kabar kekasihku." Riko yang hendak protes seketika terdiam.

Sampai sekarang hasil penyelidikan yang sudah diterima Gilang tidak pernah disentuh apalagi dilihat. Karena ia tidak butuh itu, mengingat dirinya sudah tidak peduli lagi serta memiliki rencana sendiri menghadapi Asya di hidupnya.

"Sekarang kita ke club. Waktunya menenangkan pikiran."

Seperti biasa, hingar bingar tempat penuh minuman beralkohol menjadi tujuannya selain di rumah. Rasanya ingin dirinya pulang ke rumah pribadinya dan meneguk minuman beralkohol. Dimana dia sengaja menyimpan minuman memabukkan itu sebagai antisipasi suatu saat dirinya membutuhkan. Yang perlu di ketahui kalau Gilang adalah orang yang sangat menyukai minuman memabukkan itu khususnya ketika banyak masalah menghinggapinya.

Kalaupun bisa pulang, tentu itu bukan menjadi solusi terbaik. Bukannya kesenangan yang ia dapatkan justru masalah akan menimpanya lagi karena akan bertemu dengan Asya, wanita yang sangat di bencinya yang tidak lain adalah istrinya sendiri.

Setibanya di Club terkenal di Surabaya, Gilang dan Riko langsung memesan ruang privat. Keduanya langsung disuguhi minuman oleh pelayan disana.

Tanpa membuang waktu, Gilang langsung meneguk segelas dalam sekali teguk. Hal itu tidak luput dari sorot mata Riko.

"Minumlah. Jangan buang waktu untuk memandangiku saja hingga kau anggurkan minuman itu." ujar Gilang menatap Riko.

"Siap bos." Riko ikut meminum juga.

"Halo tuan. Senang bisa bertemu denganmu." Tiba-tiba ada seorang perempuan cantik seksi dengan dress pendek memperlihatkan paha serta bahu duduk di dekat Gilang. Tanpa rasa malu sedikitpun berani menggoda Gilang yang masih berpenampilan formal.

"Dasar bitch." Gilang menatap sinis wanita tersebut, membiarkan tubuhnya di sentuh tangan nakal wanita itu serta duduk di pangkuannya.

"Mau dipuaskan, Tuan?" leher Gilang mulai diendus dengan bibir seksi wanita itu.

"Hmmpt." Gilang langsung menyambar bibir seksi wanita itu dengan ganas. Sejak tadi bibir itu melambai-lambai untuk tidak dianggurin.

Riko hanya bisa menghela nafas melihat bosnya tengah bercumbu dengan wanita tepat di depan mata. Rasanya dia heran, selama ini Gilang tidak pernah bermain sefulgar itu dengan wanita sembarangan kecuali Mona dan Asya. Dengan Asya itu terjadi karena tidak sengaja.

"Ahhh." Desah wanita sexy itu disaat tangan kekar Gilang menyentuh bagan-bagian tertentu di tubuhnya.

"Kenapa rasanya berbeda." Batin Gilang disela ciuman brutalnya terasa kurang manis seperti yang terakhir ia rasakan pada bibir Asya.

Riko membuang muka meratapi netra sucinya yang sudah ternodai dengan adegan tidak senonoh yang dilakukan Gilang.

Gilang terus mencumbu dan memagut bibir sexy itu dengan buasnya dengan diiringi kedua tangannya yang begitu liar menyentuh dan meremas gundukan wanita itu. Saking nikmatnya, Gilang langsung merebahkan tubuh wanita itu dengan dress yang sudah berantakan di sofa tanpa memperdulikan keberadaan Riko di dekatnya.

Gilang menindih tubuh wanita itu tanpa melepas pagutan dan belaian lidahnya yang menyapu bibir wanita itu.

"Astaga, perutnya." Gilang tersentak menarik tubuhnya menjauh dari tubuh wanita sexy di bawah kukungannya.

"Sial!" Kaget, baru sadar kalau wanita di bawahnya bukan Asya, wanita terakhir disentuhnya selain Mona. Pantasan disaat permainan panas tadi, dirinya merasa seperti ada yang berbeda. Kenikmatan yang ia dapatkan atas sentuhan tadi tidak terasa nikmat layaknya ketika melakukannya dengan Asya.

"Kenapa Tuan, berhenti?" wanita sexy itu bangkit dengan penampilan berantakan menatap kecewa pada Gilang yang mendadak kehilangan nafsu padanya. Padahal kurang sedikit akan mendapatkan uang dari pelanggan kayanya itu.

"Pulang sekarang, Rik." Gilang beranjak begitu saja meninggalkan wanita sexy itu tegah menggerutu kesal karena kehilangan pelangannya.

Brakk

Gilang melempar beberapa lembaran uang warna merah di atas meja sebelum berlalu. Riko melihatnya lega. Karena yang ia tahu, Gilang tidak asal menyentuh wanita apalagi jalang tidak berharga seperti tadi. Bahkan setahunya, Gilang hanya menyentuh Mona dan Asya saja.

Di tempat yang berbeda justru terlihat seorang wanita dengan perut buncit berdiri di balik jendela ruang tamu. Netra cokelatnya terus menyorot kokohnya gerbang yang tertutup rapat dengan penjagaan ketat oleh bodyguard Gilang disana. Jeritan hati tengah merindukan sosok laki-laki pulang lewat gerbang itu. Berhari-hari dirinya melakukan itu disaat jam pulang kantor.

"Aku nggak tahu kenapa begitu betah berdiri disini menunggunya pulang." cukup lama Asya berdiri disana dengan tangan kanan tidak berhenti mengusap perutnya.

"Dia sedang apa? Kenapa sampai sekarang belum pulang juga."

Dialah Asya yang sudah beberapa hari terakhir ini sering menghabiskan waktunya menunggu Gilang pulang. Entahlah ada dorongan darimana hingga membuatnya rela melakukan itu yang tentunya hanya membuang waktu dan tenaga saja. Tapi itulah bisikan tersembunyi tidak berwujud yang mampu membuatnya rela melakukan itu, yang tidak lain adalah buah hatinya dengan Gilang. Meski sampai sekarang Gilang belum mengakuinya tapi ikatan anak dan seorang ayah tidak bisa dihilangkan atau dipisahkan bukan.

"Jika demi kamu, mamah rela nak melakukan apapun termasuk bertahan dengan segala kesakitan ini. Semoga dengan seiring berjalannya waktu, ayah kamu bisa menerima keberadaanmu. Cukup kamu saja, karena sampai kapanpun mamah tidak akan ada tempat di hidup ayahmu karena tidak ada cinta diantara kita. Maaf, kamu hadir di situasi buruk inni dimana kehadiranmu tidak diinginkan semua orang." Asya memejamkan matanya dengan berat seiring dengan linangan air mata membasahi pipi. Perjuangannya seorang diri pada orang yang tidak mau berjuang dengannya bahkan tidak mau di berikan harapan darinya demi anak mereka, sangatlah berat dan menyiksa diri.