Chereads / MALAM KELAM TAK DIINGINKAN / Chapter 29 - 29. Tidak Bisa Bertemu

Chapter 29 - 29. Tidak Bisa Bertemu

Ceklek

Seorang dokter laki-laki baru keluar dari kamar Gilang. Asya berusaha bangkit ditengah kesusahannya berdiri dengan perut yang buncit, membuat Bi Asri mengulurkan tangan membantu Asya berdiri.

"Makasih, Bi," Asya menerima uluran tangan Bi Asri dengan senyum khasnya yang cantik.

Bersamaan dokter pribadi Gilang keluar, Riko datang menghampirinya. Sorot mata Riko sekilas melirik Asya yang tengah dibantu Bi Asri bangkit dari kursi.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" Riko menatap penuh kekhawatiran menatap pernyataan dokter nantinya yang akan didengar.

Sejahat dan sekasar apapun yang ditorehkan GIlang pada Asya, tidak sedikitpun meninggalkan rasa benci dalam benak Asya. "Semoga dia baik-baik saja." Asya tidak henti-hetinya melangitkan doa demi suaminya.

Dia baru saja merasa senang atas kepulangan sang suami yang sudah pergi tanpa memberitahu dan memberi kabar padanya namun tiba-tiba mendadak berubah menjadi kekhawatiran atas kondisi Gilang saat ini. Asya dilanda rasa cemas hingga membuat wajahnya pucat pasi.

"Tuan Gilang mengalami kelelahan hingga membuat system kekebalan tubunya jatuh. Apakah sebelumnya beliau melakukan aktivitas yang berlebihan?" dokter parubaya bernama William menatap Riko dengan lamat.

"Sebenarnya, Tuan Gilang baru pulang dari perjalanan kerjanya Semarang dan Bandung. Hampir seminggu dia sibuk menangani bisnisnya disana hingga menyita waktu istirahatnya."

Deg

Asya tersentak mendengar penjelasan Riko. Dalam benaknya terdapat rasa lega sekaligus bercampur kagum pada sang suami, terlepas segala perlakuan kasar yang telah ditorehkan padanya ternyata tersimpan rasa bertanggun jawab yang begitu besar hingga bekerja tidak kenal waktu.

Selama tinggal di rumah megah Gilang, Asya tidak menampik dirinya merasa tercukupi kebutuhannya disana. Rasanya semua yang dibutuhkan sudah ada disana, namun dia akui dirinya tidak bisa meminta seleluasa sesuai dengan apa yang diinginkannya.

"Ya saya paham. Mungkin pekerjaan beliau terlalu banyak dan ibuk hingga melalaikan kesehatannya. Saya hanya berpesan sebaiknya untuk beberapa waktu kedepan beliau harus istirahat dulu untuk fokus pada kesembuhannya. Dan … ini resep obat yang harus ditebus. Setelah sembuh, saya sarankan Tuan Gilang jangan terlalu bekerja hingga menguras tenaga lagi takutnya kejadian seperti ini terulang kembali." Dokter William mengulurkan selembar kertas kecil bertulis resep obat yang harus ditebus oleh Riko.

"Ya Dok. Nanti saya akan menyampaikan padanya dan … menebus obatnya. Terima kasih."

"Terima kasih, Dok." Asya membuka mulut setelah sedari tadi diam saja dan langsung menoleh pada Asya.

"Dia istrinya Tuan Gilang, Nona Asya." Riko memperkenalkan Asya pada William yang terlihat kaget dan penasaran dengan Asya seperti baru dilihat.

"Maaf, Nona. Saya lupa dan tidak sempat datang ke pernikahan Tuan Gilang karena ada urusan mendadak."

"Tidak apa-apa, Dok."

"Selamat atas kehamilannya. Semoga ibu dan kehamilannya sehat selalu. Sungguh beruntung Tuan Gilang memiliki istri yang cantik tengah hamil. Saya berpesan, Nona tolong jangan banyak pikiran, mengenai keadaan Tuan janga terlalu dikhawatirkan karena sudah saya tangani dan kasih resep obat, dan tidak lama lagi Tuan akan sembuh." Dokter William menguatkan Asya.

"Terima kasih Dokter. Semoga suami saya lekas sembuh dan bisa berkumpul lagi dengan keluarga." Asya sampai berkaca-kaca dan tangannya mengelus perut buncitnya. Begitu tulus ucapan keluar dari Asya hingga mendapatkan tatapan kagum dan terharu dari Riko.

"Sama-sama.Tolong dijaga kesehatannya Nona."

"Ya Dok. Pasti." Asya mengangguk.

Riko menghantarkan dokter William keluar sampai teras depan rumah yang terdapat beberapa bodyguard disana. Sedangkan Asya hanya mematung menatap pintu kamar dengan tatapan kosong. Hatinya mulai berkecamuk. Satu sisi ada dorongan dalam dirinya untuk menerobos pintu tersebut guna mengecek keadaan Gilang secara langsung setelah ditangani dokter tadi.

Namun juga terselip perasaan takut mengingat dirinya selalu mendapatkan amarah bila berdekatan dengan Gilang. Niat hati ingin bertemu dan memastikan keadaan GIlang secara langsung malah berakhir insiden yang tidak diinginkan terjadi.

"Non Asya mau kedalam?" Bi Asri membuyarkan lamunan Asya hingga menoleh kesamping.

Asya tmenoleh dengan raut muka yang dipenuhi dilema,"Saya takut, Bi." lirih Asya dengan jari- jemarinya tertaut satu sama lain.

Bi Asri yang menjadi saksi mata atas kejamnya majikannya itu pada Asya paham akan perasaan Asya saat ini. Terpancar jelas raut kebimbangan tergambar jelas dari Asya.

"Hmm. Nggak, Bi."Asya menggelengkan kepalanya pelan.

Ucapan mulut Asya ternyata tak selaras dengan apa yang dikatakan dari lubuk hatinya yang paling dalam yang sangat ingin masuk.

Diam-diam wanita hamil itu tengah menekan bisikan nalurinya yang tengah meraung bertemu sang suami. Namun rasa ketakutan yang bersemayam dalam dirinya sudah menguasainya.

"Ya sudah ayo, Non Asya balik ke kamar dulu." Bi Asri menuntun Asya untuk kembali ke kamar di belakang rumah. Asya mengangguk.

Sekilas sebelum beranjak darisana, Asya menyempatkan untuk menoleh sebentar pada pintu kamar Gilang yang tertutup rapat. Tersirat ada ketidakrelaan hati meninggalkan tempat itu. Namun langkah kakinya mengkhianatinya.Dengan terpaksa dia kembali menundukkan wajah sembari beranjak dituntun Bi Asri.

"Non Asya, mau kemana?"

Asya dan Bi Asri reflek menoleh kebelakang. Riko tengah berjalan ke arah mereka dengan tatapan tertuju pada Asya.

"Aku mau istirahat di kamar." Asya menatap Riko.

"Hmm. Maaf kalau untuk malam ini Non Asya tidak bisa menemui Bos Gilang. Sesuai perintah Dokter …"

"Ya aku paham. Semoga Tuan Gilang lekas sembuh. Sudah malam, aku ingin istirahat." Asya berucap dengan suara lemahnya karena dibalik apa yang diucapkan terdapat kesedihan yang tengah ia pendam dan tidak bisa dilontarkannya.

"Silahkan Non." Riko mempersihlakan dengan santun. Berbeda dengan Gilang yang selalu memperlakukan Asya begitu buruk.

Bi Asri menuntun Asya kembali meninggalkan Riko menuju kamar mereka masing-masing. Riko menatap nanar kepergian Asya dengan tubuh yang mulai menjauh meninggalkannya.

Riko bisa membaca gerak gerik Asya yang ingin mengutarakan sesuatu namun diurungkan. Tapi Riko tidak bisa menginterogasinya, mengingat keadaan sudah mala dan semua orang butuh istirahat masing-masing.

"Mamah tahu, kamu sangat ingin menjenguk papahmu nak. Tapi jangan sekarang ya. Besok saja." Asya menunduk sambil berjalan tanpa melepas tangannya yang mengelus perutnya.

"Yang sabar ya Non." Bi Asri menggandeng tangan Asya menuju kamar belakang.

"Ya Bi." Asya mengulas senyum tipisnya yang dipaksakan.

Malam semakin larut dengan langit yang gelap dengan taburan bintang disana sungguh membuat hatinya nyeri. Rasanya tidak adil, dirinya baru bertemu namun harus dipisahkan kembali. Padahal sebelumnya Gilang memberinya kesempatan untuk melampiaskan rasa rindu yang telah ia tahan sesaat lewat ciuman Gilang tadi. Dia juga tidak mempermasalahkan justru dirinya dengan siap sedia membalas apa yang dilakukan GIlang tadi padanya, sebagai ungkapan hatinya selama ini ditinggal Gilang pergi cukup lama.

"Ayo kita istirahat."