Di persimpangan jalan menuju Panti Asuhan Kasih Bunda, terlihat adik tiri Felix sedang berdiri menunggu taksi. Sebelum Ia mendapatkan taksinya, Felix berlari menghampiri gadis yang bernama Kinan itu. Ya, Kinan adalah wanita yang hendak ku dekati itu, ternyata adalah adik tiri Felix.
Felix memanggil nama Kinan seraya berlari mengejar sang adik. Kinan pun menoleh Ke arah Felix. Seketika Kinan memalingkan pandangannya dan berlari menjauhi Felix. Mereka kejar-kejaran seperti sedang bermain dalam sebuah drama. Lalu, Felix berhasil menghentikan Kinan.
Ia bertanya, mengapa menjauh? Kinan bungkam pada Felix. Ia enggan menatap wajah Felix yang menyoroti mata Kinan yang bergenang air mata.
"Untuk apa kamu ke sini, hah?" teriak Kinan.
"Kinan ... Kan aku sudah bilang, kita ini saudara, kita adalah kaka dan adik!"
"Lantas, kenapa kamu tidak membawaku ke rumah kalian? Di mana sebenarnya orang tua ku?"
Kinan meluapkan amarahnya pada Felix. Ia merasa terbuang oleh ayah dan ibu kandungnya.
"Kamu tidak perlu tahu siapa orang tuamu! Cukup ada aku keluargamu yang peduli pada hidupmu."
Kinan terdiam, sejenak terbesit dalam pikirannya meratapi hidup yang perlahan hancur setelah Felix hadir ke dalam hidupnya. Ia merasa lebih baik sebelum Felix muncul di kehidupan Kinan. Kini, Ia harus hidup dalam perasaan dilema yang membuat kebahagiaan seketika meredup.
"Apa maumu?" tanya Kinan seraya mengusap deraian air mata.
Pertanyaan itu membuat Felix berpikir. Apa Ia pantas meminta bantuan pada anak yang terlantar oleh ayah dan ibu mertuanya itu? Apakah Kinan akan menuruti apa yang Felix minta?
Felix mengajak Kinan naik ke dalam mobil Felix. Apa boleh buat, Kinan menurut saja seperti robot manusia yang mempunyai majikan. Felix membukakan pintu mobil lalu persilahkan Kinan untuk duduk di kursi depan. Ia hanya menunduk menunggu giliran Felix masuk ke dalam mobil.
BRUG~~~
Kini di dalam mobil hanya ada Felix dan Kinan. Adik kakak yang terpisah selama bertahun-tahun itu saling menatap satu sama lain.
"Ikutlah denganku!" ujar Felix.
"Ikut? Ke mana?" Bibir Kinan bergetar.
"Ke rumah kita. Di sana memang tidak ada orang tua yang selalu kamu impikan, tapi kamu akan mendapatkan kehangatan yang sama dariku dan juga istriku."
Kinan menerima ajakan dari Felix. Akhirnya ia mendapat pengakuan keluarga dari Felix, walaupun Felix belum juga memberitahu siapa orang tua kandungnya.
"Tapi, sebelum pergi ke rumah kita, aku ada satu permintaan padamu." Felix menghela napas panjang dan memegang kedua tangan Kinan.
"Kinan, maaf! Saat ini Aku belum bisa memberitahumu semuanya. Tapi aku janji, setelah semua ini selesai, aku akan memberitahumu siapa sebenarnya orang tua kandungmu."
"Bicara saja, apa maumu?"
"Aku ingin kamu menemui pacarku."
Kinan terperanjat dengan ucapan Felix. Ia mengiyakan saja ucapan Felix meski banyak pertanyaan dalam benaknya. Sifat Kinan yang sudah merasa lelah dengan segala permasalahan hidupnya, membuat Ia tidak ingin tahu permasalahan orang lain.
Felix menghubungi Sarah untuk memintanya datang ke Kafe Kenanga.
~~~
Aku sedang berbaring di atas kasur yang enggan ku singgahi sejak pagi tadi. Sarah mengetuk pintu kamarku dan mulai melangkahkan kakinya untuk masuk.
Ia duduk di kursi yang menghadap ke arahku. "Adrian, ku mohon jangan begini! Masih banyak wanita di luar sana yang mau bersamamu! Lupakanlah Martha!"
"Sudahlah, Sarah. Jangan ungkit lagi masalah itu. Aku akan mencoba membuka lembaran baru dan mencari wanita yang bisa mengerti keadaanku."
Sarah tampak lega dengan apa yang ku katakan. Meski aku berbohong dengan semua yang ku katakan, setidaknya Sarah berhenti mengasihani keadaanku.
Di sela-sela perbincanganku dengan Sarah, bunyi telepon yang nyaring dari ponsel Sarah membuatnya pergi dari kamarku. Aneh!
Tidak lama setelah mengangkat telepon yang entah dari siapa, aku melihat Sarah pergi dengan tergesa-gesa. "Ada apa sebenarnya ini?" Aku merasa Ada yang Sarah tutupi dariku, tapi apa?
"Kali ini, jantung berdebar kencang. Aku sangat gugup ketika melangkah masuk ke dalam Cafe Kenanga. Tidak seperti biasa." Senyum getir yang Sarah pancarkan pada Felix dari jauh, membuat Kinan merasa terkejut kala melihat wajah Sarah.
"Sarah!" Sapa Kinan. Lalu Sarah mengerutkan alis seraya menilik wajah Kinan yang tampak tak asing baginya. "Kalian saling kenal?" tanya Felix sembari mempersilahkan Sarah duduk di sampingnya.
"Kamu masih ingat aku kan, Sar?"
"Tunggu ... Tunggu ... Tunggu! Jangan-jangan, adik yang kamu maksud adalah Kinan?" Tanya Sarah pada Felix yang sedang meremas jari-jarinya.
"Iya, Sarah. Kinan adalah gadis yang ku maksud."
DEG~~~
Dunia memang sempit. Ternyata Kinan yang Sarah kenal sejak kecil, itu lahir dari rahim seorang wanita yang bernama Renata, ibu dari wanita yang telah membuat hidupku hancur berkeping-keping.
"Ternyata, kamu nggak berubah ya, Sar! Masih cantik seperti dahulu." Pujian bernadakan sindiran itu sangat jelas terdengar dari mulut Kinan. Sarah pun hanya membalas ucapan Kinan dengan senyum getir.
"Bagaimana kalian bisa bertemu? Bukankah kalian terpisah sejak Kinan lahir?"
Tiga tahun lalu, Felix dan Kinan tidak sengaja bertemu. Felix menemukan Kinan yang sedang duduk termenung di Halte Bus. Saat itu, Felix hendak mencari sebuah kamar kost. Ia bertanya padaku.
Lalu, Kinan menunjukkan Kost pria yang tidak jauh dari Halte itu. Ucapan terima kasih pun Felix katakan saat Kinan membantunya. Felix pun bertanya, di mana tempat tinggal Kinan.
Dengan sedikit terkejut, Felix menaruh rasa tidak percaya ketika Kinan bilang bahwa Ia tinggal di sebuah Panti Asuhan Kasih Bunda. Setelah itu, Felix mencari tahu tentang Kinan. Karena Felix merasa tidak asing dengan wajah Kinan.
Ia pergi ke Panti Asuhan itu dengan bicara pada Ibu pengurus panti. Felix menyodorkan sebuah foto bayi yang memakai selimut berwarna biru. Ia mengaku sedang mencari keberadaan anak itu.
Walaupun Felix membenci sang ayah, Ia tetap menaruh simpati pada bayi yang di buang oleh Renata, Ibu mertuanya. Felix mendapatkan foto itu dari Joseph sebelum Ia pergi ke Jakarta. Ternyata diam-diam Joseph memasukkan sebuah foto dan secarik kertas. "Nak, tolong cari keberadaan adik tirimu."
Ibu Panti pun memberitahu anak itu. Karena, foto yang Felix berikan, sama persis dengan Kinan waktu bayi saat ibu Panti menemukan Kinan 15 tahun yang lalu.
Setelah itu, Felix muncul di hadapan Kinan. Tiba-tiba ia mengaku bahwa Ia adalah kakak kandung Kinan.
Semenit, dua menit berlalu. Felix enggan menjawab pertanyaan Sarah. Pandangannya kosong membayangkan kronologi saat menemukan Kinan. Ia memilih untuk tidak bercerita pada Sarah.
"Pertemuanku dengan Kinan, adalah sebuah takdir," tegas Felix.
"Takdir?"
Kinan menatap tajam kedua mata Sarah.
"Sepertinya, Kinan tahu bahwa aku adalah selingkuhannya Felix," getir Sarah seraya menundukkan Kepala.