Aku mematikan mesin motorku. Ku buka helm berwarna hitam ini yang selalu ku bawa. Suasana Cafe yang baru buka, bahkan parkiran pun masih sepi. Aku menunggu sebentar di luar sampai ku lihat Kinan. Semenit, dua menit berlalu. Akhirnya Kinan terlihat dari balik pintu kaca yang tampak berkilau.
Saat melihat matanya, semangat ku meronta-ronta ingin segera menyapa Kinan yang kini sedang menjauh dariku. Semua mata tertuju pada pintu yang ku buka. Mereka yang semula sedang bersenda gurau, mendadak menutup mulutnya satu sama lain. Mereka pun sibuk mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing.
Kinan Prameswari. Ia menatapku penuh tanya. Dengan sigap ia mengambil buku menu dan menemuiku yang memilih duduk di meja dekat jendela samping kiri. Kinan berjalan ke arahku dengan tatapan mata yang seakan tidak ingin melihat ku berada di Cafe ini.
Kinan menyodorkan buku menu padaku. Tapi bukan seperti para Pelayan pada umumnya yang menanyakan "Mau pesan apa?" Kinan malah berbisik menitahku pergi. "Kinan, aku jemput kamu sore ini, ya? Ada yang mau aku bicarakan denganmu!" ajakku pada Kinan yang tampak bingung.
Lalu, tanpa jadi memesan apapun di Cafe ini, aku bergegas pulang setelah Kinan dengan terpaksa mengiyakan ajakanku agar aku cepat pergi dari Kafe.
Saat sore hari tiba ...
Aku menjemput pulang Kinan sesuai rencana awalku. Kinan yang sudah menungguku di parkiran langsung naik motor saat aku sampai. Kinan enggan bicara padaku. Aku mengajak Kinan ke rumah untuk bertemu ibu dan ayahku. Tapi Kinan menolak dan malah ingin pergi ke rumah kosong yang milik Nicko.
Setengah jam berlalu. Aku dan Kinan telah menghabiskan waktu 30 menit bersama tanpa kata. Hanya suara bising motorku yang menemani perjalanan yang bukan menjadi tujuanku ini.
Rumah kosong pun sudah terlihat. Jantungku berdebar ketika menuju suatu tempat yang hanya ada aku dan seorang wanita. Setibanya aku dan Kinan di sana, Kinan masih diam tanpa kata. Lala ia mengentakkan kakinya menuju pintu rumah yang masih terkunci.
KREK~~~
Kinan membuka pintu dan masuk. "Ayo!" ajak Kinan. Setelah aku masuk, Ia menguncinya. Sikap Kinan sangat seenaknya. Dia tidak tahu diriku yang sebenarnya. Yang Ia tahu, semua laki-laki itu sama.
Kinan membawaku ke dalam kamar yang berada tidak jauh dari pintu depan. "Mau apa kita ke sini, Kinan? Jelas, aku pasti pertanyakan apa yang akan dilakukan Kinan terhadapku. Kinan tersenyum simpul.
"Dulu ... Kamar ini adalah saksi bisu yang menyaksikan tentang bagaimana para lelaki itu menampakkan wujud aslinya."
"Tunggu ... Apa maksudmu para lelaki?" tanyaku sangat penasaran.
"Sebenarnya, bukan hanya Nicko yang setubuhi aku. Tapi dia menjebakku hingga sampai di titik terendah dalam hidupku. Dia, dia dan dua temannya meniduriku secara bergantian dalam kondisi mabuk."
ARGH~~
Kinan membanting vas bunga yang berada tepat di atas meja di sampingnya. Ia menangis histeris di depanku. Aku terperangah menyaksikan Kinan yang sedang meluapkan emosinya. Aku tidak menyangka bahwa hidup Kinan jadi sehancur ini.
"Tenang Kinan, tenang!" Aku memeluk Kinan dengan erat. Tapi Kinan malah membanting tanganku seraya berkata. "Kamu ... Kamu juga hanya ingin tubuhku kan, Adrian?"
Perlahan Kinan membuka kancing bajunya satu persatu. Air mata jatuh berderai mengikuti alur suasana yang penuh dengan drama.
"Hei ... Hei ... Hei! Kinan! Aku mohon jangan seperti ini." Perlahan aku mendekati Kinan dan menyentuh wajahnya seraya berkata, "Aku tidak sama dengan mereka. Aku cinta kamu Kinan! Tapi bukan berarti aku menjamah tubuhmu sebelum kita menjadi sepasang suami istri. Kamu ngerti kan?"
Kinan menatapku tajam, tangisan histerisnya sejenak berhenti. Aku menyeka pipinya yang basah dan mengelus lembut pusaran kepala Kinan. Kemudian Kinan menilik inci demi inci wajahku, bola matanya bergerak cepat ke kiri dan ke kanan.
"Kinaaaaan! Hentikan!" Aku melepaskan kepalaku yang dia genggam Kinan seraya Ia mencumbuku.
"Sudah ku bilang! Aku tidak melihat tubuhmu!" teriakanku membuat Kinan menangis lagi hingga Ia menjatuhkan tubuhnya dan memohon ampun padaku.
"Sudah lah, ayo bangun!" Ku raih tubuh Kinan dan membawanya duduk bersama dia atas kasur.
"Apa kamu yakin dengan perasaanmu padaku, Aska?" tanya Kinan.
"Aku yakin. Tapi, kita harus saling mendukung. Aku memang baru sembuh dari luka. Tapi bukan berarti aku menjadikanmu pelarian. Aku hanya ingin melangkah maju dengan kamu, Kinan."
"Apa, kamu baru saja ditinggal oleh kekasihmu?"
Aku tersenyum mendengar pertanyaan Kinan. "Lebih tepatnya, istri orang."
"Kamu merusak rumah tangga wanita itu?" Kinan tidak hentinya bertanya.
"Tidak! Sama sekali tidak. Ah ... Sudah lah. Nanti aku ceritakan jika semua kondisi sudah memungkinkan untuk kamu tahu, ya Kinan."
Kinan menganggukkan kepala dan dia memelukku. Sejak saat itu, aku dan Kinan sepakat menjalin sebuah hubungan yang perlahan tapi pasti. Mengingat, Kinan saat ini baru akan lulus SMA. Aku akan menunggunya hingga ia dewasa nanti.
~~~
Setelah pertemuanku dengan Kinan yang penuh dengan drama itu, aku pulang sekitar pukul 8 malam. Aku langsung masuk kamar untuk mandi. Setelah semua selesai, aku pun bersiap untuk membaringkan badanku dan memejamkan mata guna melupakan sejenak permasalahanku hidup ini. Tapi, tampaknya waktu istirahatku harus tertunda.
KREK~~~
"Adrian ... Apa kamu sudah tidur?" Ibu masuk ke kamar dan membuat mataku terperanjat. "Ada apa, Bu?" Aku menyandarkan bahuku di banyak yang ku tumpuk. Lalu ibu masuk dan mengatakan bahwa Sarah belum juga pulang sejak pagi tadi.
Wajar ibuku Khawatir, karena Sarah tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Kalau pun ia harus pulang terlambat, setidaknya ia mengabari ibu atau ayah. "Tolong kamu hubungi Sarah dan tanyakan di mana dia saat ini." Ibu menitahku dengan suara yang tergesa-gesa. Ia takut jika terjadi sesuatu pada Sarah. Mengingat, sikapnya yang telah berubah.
"Baik, Bu. Aku akan coba hubungi Sarah." Kemudian ibuku kembali ke luar, sedang aku langsung mengambil ponsel yang ku letakkan di atas meja di sampingku.
Aku mengirimi Sarah pesan teks.
(Sarah, kamu di mana? Kenapa tidak mengabari ibu? Aku tahu kamu butuh waktu untuk sendiri, tapi setidaknya jangan libatkan ibu dalam masalahmu. Aku tunggu kamu sampai pukul 10 malam.)
"Di mana kamu berada Sarah?" gumamku.
Setelah dua jam lebih aku menunggu Sarah pulang, dia tidak juga membalas pesanku. Bahkan ia tak mengangkat telepon dariku. Tanpa menunggu lagi, ku putuskan untuk mencari keberadaan Sarah. Sebelum berangkat, aku menghubungi satu persatu teman-teman Sarah. Tapi tidak ada yang tahu di mana Sarah berada.
Saat aku ke luar kamar, ibu terbangun dari tidurnya. "Mau ke mana kamu, Adrian?" aku menjawab bahwa aku akan pergi mencari Sarah.