Keadaan yang sangat sulit untuk Renata. Ia terpaksa meninggalkan bayinya di depan pintu Panti Asuhan. Satu hal yang membuatnya menghalalkan segala cara, yaitu dengan dalih ingin selamatkan pernikahannya.
Setelah itu, Renata pulang dengan tangan kosong. Sontak membuat suaminya sangat panik dengan tidak adanya Stefany dalam pelukan Renata. Sebelum melapor ke polisi, ia pun menanyakan bagaimana kronologi saat hilangnya Stefany.
Suara tangisan histeris yang ke luar dari bibir Renata, mengisyaratkan bahwa ia sedang berpura-pura membuat suasana agar menilai dirinya yang sedang bersedih karena kehilangan. Tangisan pun juga terdengar dari suara rengekan Martha yang benar bersedih karena kehilangan sang adik, Stefany.
"Ceritakan padaku, Renata! Kenapa bayi kita bisa hilang?" teriak sang suami.
''Dia bukan bayimu, sayang!'' lirih dalam hati Renata seraya menatap penuh penyesalan pada suami yang telah ia khianati.
"Jawab, Renata! Aku mohon kamu jawab pertanyaanku!"
"T---Tadi ... Aku pergi ke Sahira Hotel untuk acara makan siang dengan teman-temanku. Karena satu temanku belum datang, jadi kami memutuskan untuk menunggu di lobi hotel. Namun, saat aku menidurkannya di sofa yang berada di lobi, aku pergi ke toilet dan menitipkannya kepada teman-temanku. Tapi sesaat temanku yang di tunggu-tunggu datang, mereka pergi begitu saja tanpa membawa bayiku, Mas! Dan, ketika aku datang, Stefany sudah tidak ada."
"Astagaaa! Kenapa kalian bisa seceroboh itu, sih? Ya sudah, aku telepon polisi," ujar Pak Hendro suami dari Renata.
"Mmm ... Mas tunggu!"
"Kenapa lagi Renata?" Pak Hendro merasa aneh, karena sejak tadi, Renata selalu menahannya untuk lapor pada Polisi.
"Tadi aku langsung pergi ke Kantor Polisi, Mas. Aku sudah melaporkan kejadian ini."
Sang suami pada saat itu menuruti ucapan Renata yang berkata bahwa ia sudah menangani semuanya. Hingga hari ke hari, minggu ke minggu, bulan, hingga bertahun-tahun, batang hidung Stefany tidak juga menemukan titik terang.
Bagaimana bisa Stefany ditemukan? Laporannya saja, tidak pernah dibuat oleh Renata pada Polisi. Mulai saat itu, keluarga Renata sudah mulai menerima keadaan. Walaupun Martha kecil bertekad, bahwa ketika besar nanti, ia akan mencari adiknya yang malang sampai ketemu.
Martha tidak menyadari, bahwa Kinan adalah Stefany yang ia cari selama ini. Meskipun ia sedikit demi sedikit mulai merasakan adanya ikatan batin dengan Kinan yang kini berada dekat dengan dirinya.
~~~
Keadaan Felix saat bangun di pagi hari setelah menerima kabar dari Bangkok, mendadak jatuh sakit. Martha panik dan memanggil Kinan yang sedang bersiap pergi ke Sekolah. Kinan pun bergegas membantu Martha untuk mengambilkan air kompresan untuk Felix.
Lima belas menit kemudian, suasana sudah mulai kondusif. Felix juga sudah meminum obatnya hingga tertidur pulas. Sementara Kinan pamit berangkat ke Sekolah dan mencium tangan Martha. "Tunggu ... Terima kasih ya Kinan." Kinan dan Martha sailing menatap penuh makna.
"Aneh, kenapa Felix bisa langsung sakit seperti itu ya? Padahal, semalam terlihat biasa-biasa saja. Apa, ini ada hubungannya dengan telepon itu? Ah ... Sudah lah, bukan urusanku."
Kemudian, Setelah beberapa jam Felix tidur, akhirnya ia pun bangun dan merasa lebih baik. Felix memanggil Marrha dan menitahnya menyiapkan air hangat untuk Felix mandi. Meski Martha melarang Felix untuk mandi, ia tetap bersikeras untuk mandi lalu berangkat bekerja. Mau bagaimana lagi, Martha pun menuruti apa mau Felix dan segera menyiapkan semuanya keperluan Martha.
Setelah semua siap, Martha membangunkan kembali Felix dan menopang tubuhnya beranjak pelan dari kasur. Felix memulai aktivitasnya dengan mandi terlebih dahulu, lalu sarapan, kemudian pamit pada Martha.
Ia berangkat kerja dengan keadaan tubuhnya yang tidak fit sehingga ia lebih memilih taksi online untuk membawanya pergi ke tempat Felix bekerja, yaitu di Restoran Jakarta Seafood.
Felix berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik dan benar. Hingga berakhirnya shift, dia masih kuat untuk bekerja. Felix pun pulang setelah semua selesai. Di tengah-tengah perjalanannya menuju rumah, Felix yang sedang berjalan ke persimpangan jalan untuk mencari taksi, tiba-tiba ada satu mobil yang melaju perlahan mendekatinya. Lalu mereka turun dan membius Felix. Tiga orang lelaki yang ke luar dari mobil itu menculik Felix.
Tragedi penculikan yang entah siapa dalangnya, membuat sang istri Martha khawatir dengan Felix yang sampai pukul delapan malam belum pulang juga. Yang membuat Martha khawatir adalah, tidak ada kabarnya Felix pada Martha yang menunggunya sejak sore tadi.
"Kinan ... Kinan ... Kinan!" Martha memanggil Kinan di dalam kamarnya seraya mengetuk pintu. Lalu Kinan pun membukanya. "Ada apa Mba?" Kinan terkejut dengan keadaan Martha yang menangis histeris ketika mengetuk pintu kamarnya.
"Mas Felix belum pulang dari tadi pagi, Kinan!"
"Loh ... Ke mana? Bukannya Mas Felix sedang sakit?" Kinan merasa aneh dan sedikit mengerutkan alisnya. Karena sejak Ia pulang tadi sore, Kinan tidak menanyakan apa-apa tentang Felix pada Martha.
"Tadi Mas Felix memaksa ingin pergi bekerja, ia tidak mau kena marah akibat seringnya bolos kerja."
Kinan pun bingung, bagaimana dia bisa menemukan Felix. Lalu Kinan berpikir. "Oh ya, Sarah! Dia pasti tahu di mana Mas Felix," desis Martha dalam hati seraya melirik ke arah Martha yang terus menangis.
"Mba ... Aku pergi sebentar ya! Aku akan berusaha mencari Mas Felix!" Kinan pergi meninggalkan Martha sendiri di rumah. Dengan harap cemas dan tak karuan, Martha mengizinkan Kinan pergi.
Di saat sedang dalam perjalanan, Kinan menelepon Sarah. Namun Sarah tak kunjung mengangkatnya. "Duh ... Sarah. Tolong angkat teleponnya!" gumam Kinan. Kinan mencoba dan terus mencoba menelepon Sarah. Setelah panggilannya yang ke-7 kali, akhirnya Sarah mengangkat telepon dari Kinan.
Sarah terdengar seperti baru bangun dari tidur. Pikiran Kinan sudah ke mana-mana. Ia berpikir buruk pada Sarah dan Felix. "Mereka benar-benar kelewatan," gerutu Kinan.
"Ada apa, Kinan?"
"Tolong suruh Mas Felix pulang! Aku mohon. Istrinya sangat khawatir dengan Mas Felix, Sarah!"
"F---Felix? Apa maksudmu? Aku belum bertemu Felix sudah tiga hari ini, Kinan! Memangnya Felix tadi pergi ke mana?" Sarah heran dengan ocehan Kinan. Ia ikut terkejut dengan apa yang Kinan bicarakan tentang Felix. "Jawab Kinan!" bentak Sarah.
"Mas Felix hilang!"
"Apa? Hilang? Kamu jangan bercanda, Kinan!"
"Aku tidak bercanda. Saat ini aku sedang dalam perjalanan untuk mencari Mas Felix."
"Kamu di mana? Aku ikut ya, Kinan?"
"Aku sedang berada di sekitar Mall Plaza. Kamu ke sini saja!"
Kinan dan Sarah mengatur waktu untuk bertemu. Mereka bersama-sama mencari keberadaan Felix. Kinan berharap, Sarah berkata jujur dan apa yang ia katakan tentang ke-tidak tahuannya terhadap Mas Felix itu benar adanya.
"Mas Fekix, kamu di mana?" rengek Kinan yang sedang berdiri di depan Mall Plaza menunggu Sarah datang.