Duduk termenung di balik gorden kamar yang berwarna pastel senada dengan baju yang hendak di pakainya, Sarah membiarkan jendela terbuka lebar dan menghembuskan udara dingin masuk ke sudut-sudut kamarnya. Wanita yang bernama Sarah ini memfokuskan pandangannya pada awan berkabut.
Tidak ku sangka, adikku mencintai laki-laki yang salah seperti Felix. Bagaimana bisa aku memberikan restu pada laki-laki yang telah menyakiti wanita yang ku cintai.
Satu bulan berlalu. Kini Felix datang lagi pada Sarah untuk menagih janji Sarah yang akan memberi keputusan atas permintaan Felix agar Sarah mau menjadi pacarnya.
Kring ... Kring ... Kring
"Halo ...," sapa Sarah dengan bibir bergetar. Ia tahu maksud dari Felix meneleponnya di sore ini. Lalu tanpa basa-basi Felix mengajak Sarah bertemu di salah Kafe Kenanga tempat mereka biasa bertemu.
Setelah menutup telepon dari Felix, Sarah melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 4 sore. Sementara Felix mengajaknya bertemu pada pukul 4:30 wib. Dengan tergesa-gesa, Sarah mulai siap-siap untuk berdandan.
KREK~~~
Aku membuka pintu kamar Sarah. "Apa aku ganggu?" Aku menahan sejenak langkahnya. "Nggak, masuk saja!" sahut Sarah seraya memoles pipinya dengan mengenakan blush on. Aku duduk di atas kasur dan memandori Sarah yang sibuk berias di depan cermin. Semenit kemudian, Sarah menghentikan aktivitasnya di depan cermin itu. "Ada apa?" Sarah membalikkan kursinya dan menatapku.
Sarah seharusnya tahu apa maksudku. Tapi, Ia bertingkah seolah-olah aku tidak pernah menyepakati sesuatu. Dalam artian, Sarah lupa akan tugasnya membantuku menyelidiki Felix, "Kamu mau bertemu dengan Andrean apa Felix?" Mungkin pertanyaanku sederhana, tapi kalimat itu sukses membuat Sarah tampak kebingungan. Seketika warna blush on di pipinya terlihat sangat merona.
Aku pun mengerutkan kedua alis, kenapa Sarah bersikap aneh seperti ini? Padahal, itu bukan pertanyaan sulit untuk di jawab. "Nggak lah, aku tidak ada jadwal untuk bertemu dengan salah satu di antara mereka," ujar Sarah yang memancarkan tawa kecil penuh makna. Ia pun menyimpan brush dan blush on ke dalam pouch. Lalu, pergi meninggalkanku.
"Tunggu!"
"Sial" gerutu Sarah sejenak menghentikan langkahnya dan sedikit memejamkan Mata.
"Sarah, tunggu! Aku mau menanyakan sesuatu pada kamu."
Sarah pun mau menatap kedua mata ini dan berdiri berhadapan denganku. "Bagaimana pertemuan kamu sebulan yang lalu dengan Felix? Apa kamu tahu tentang kamar Martha?" Tanyaku lirih.
Sarah menatapku dengan saksama. Dia menilik wajahku yang pucat dan mata sembab. "Adrian, aku mohon hentikan semua penderitaan yang kamu buat sendiri! Martha sudah menghilang dua kali dari hadapanmu, Adrian! Lupakan dia dan bangkitlah!"
Hening...
Aku dan Sarah saling berdiam diri. Kini air mataku kembali membasahi pipi setelah mendengar pernyataan Sarah yang sudah tidak mau membantuku lagi untuk mendapatkan Martha. Entah apa yang ada di dalam pikiran Sarah sehingga ia berubah dan tidak mau lagi ikut campur masalahku dengan Martha.
"Oke! Mulai sekarang, aku akan atas masalahku sendiri. Kamu urus saja urusanmu sendiri."
Aku memilih pergi dari kamar Sarah. Meski harus bertengkar dengan Sarah, aku tetap pada pendirianku untuk menjadikan Martha istri dan menjadi ayah untuk anak yang ada dalam kandungan Martha. Walaupun anak itu bukan darah dagingku.
Setelah beranjak pergi meninggalkan Sarah, Ku lihat Sarah pergi naik taksi online udah terparkir sejak lima menit yang lalu di halaman depan rumahku. Terlihat jelas ia menyeka pipinya yang basah saat akan naik ke dalam mobil.
Aku tahu ada yang Sarah sembunyikan dariku.
~~~
Sarah melihat Felix yang sedang duduk menunggunya di Cafe Kenanga. Ia terlihat santai. Berbeda dengan Sarah yang merasa dirinya sedang dalam ambang kebingungan. Lalu Sarah berjalan mendekati Felix yang seketika melihat dirinya dari pintu masuk melewati meja ke meja lainnya.
Felix pun menyambut kedatangan Sarah bak putri yang sedang berjalan di atas karpet merah. Dengan suka cita, Felix mengembangkan bibirnya dan berharap akan ada jawaban yang sangat ingin ia dengar dari mulut Sarah.
Saat Sarah duduk di samping Felix, Felix menatap wanita yang Ia cintai memancarkan wajah sendu. Felix pun bertanya kenapa dan mengapa. Kedua mata Sarah melirik ke arah Felix yang sedang mengerutkan alisnya. Ia tampak heran dengan mata sembab yang Sarah pancarkan.
Sarah tidak menjawab pertanyaan Felix. Ia langsung mengalihkan topik pada pembicaraan intinya dengan Felix.
"Felix, sekali lagi aku tanya. Apa kamu benar-benar mencintaiku? Apa yang akan kamu lakukan terhadapku jika hubunganmu benar-benar berakhir dengan Martha? Dan, apa kamu yakin akan membalaskan dendammu pada Martha?" Felix tercengang dengan semua pertanyaan Sarah. Lalu Ia pun menjawab satu persatu pertanyaan Sarah.
"Aku, cinta sama kamu Sarah. Aku pun tidak mengerti, kenapa perasaanku ini ada untukmu. Padahal, setelah hatiku di patahkan oleh Martha karena kekecewaan, aku tidak pernah merasakan lagi apa itu ketulusan hati. Dan, setelah semua ini berakhir, aku akan menikahimu."
"Lantas, apa ada sesuatu yang membuatmu begitu membenci ibunya Sarah? Karena kamu pernah bilang, bahwa tragedi perselingkuhan itu sudah lama terjadi? Aku rasa sudah cukup penderitaan yang Mart rasakan karena ulahmu!"
Sejenak Felix terdiam..
"Sebenarnya ... Ada satu rahasia lagi yang belum sempat aku kasih tahu sama kamu, Sar!" Suara Felix yang bergetar, membuat pandangan Sarah lantas mendekati Felix.
"Sebenarnya ... Aku dan Martha punya adik tiri. Tapi, yang tahu keberadaannya hanya aku. Dia seorang perempuan. Mungkin, saat ini dia berusia sekitar 18 tahun."
Sarah sangat kebingungan dengan ucapan Felix yang membuatnya berpikir ke mana-mana. Lalu Sarah menanyakan apa maksud Felix, dan siapa orang yang disebut Felix sebagai adiknya itu?
"Dia adalah anak dari Ibu mertuaku dan ayah kandungku sendiri."
DEG~~~
"Apa?" Sarah terperanjat hingga tersedak minuman yang hendak ia teguk. Sarah tidak langsung percaya dengan apa yang baru saja Felix ucapkan. Ia pun meminta bukti yang kuat tentang keberadaan adiknya itu.
Felix tahu di mana adik tirinya berada. Tapi, sampai saat ini Felix belum ada keberanian untuk menampakkan batang hidungnya di depan adik tirinya itu. Dan sekarang, Felix harus menemui sang adik untuk membuat wanita yang ia cintai percaya.
Lalu, Sarah mengiyakan ucapan Felix yang akan mendatangkan adiknya itu pada Sarah. Pertemuan yang seharusnya menjadi penentuan itu, harus kembali menjadi sebuah dilema yang sering kali mendatangkan resah. Felix dan Sarah membuat janji untuk bertemu lagi di Kafe ini dua minggu kemudian. "Aku sayang kamu Sarah." Itulah kata terakhir yang di lontarkan Felix pada Sarah. Ia betul mencintai Sarah.
Keesokan harinya, Felix pergi menemui sang adik. Walau masih bingung, Felix tetap akan membawa adiknya itu bertemu dengan Sarah. Dalam lubuk hatinya, Felix sangat takut, bagaimana jika rahasianya terbongkar ketika sang adik tahu siapa ayah dan ibu kandung yang sebenarnya. Dan, ke mana Felix pergi?