Waktu terus berjalan hingga satu bulan Rahel dan Saiful hidup bersama dan teman-temannya juga belum mengetahui sebenarnya yang terjadi bahwa mereka sudah menikah, karena sandiwara mereka yang di bungkus dengan candaan sehingga walau dia sering bersama tetapi tidak ada yang menyangka kalau dia sudah suami istri.
Soal asmara semakin hari demi hari rasa cinta mereka bertambah hingga seperti bunga yang mekar, suatu malam dibawah cahaya rembulan yang terang Rahel dan Saiful duduk-duduk di dalam kamar dekat dengan jendela, dengan memandang ke arah langit terlihat awan putih bergoyang-goyang di dekat rembulan, dan juga mendengar nyanyian serangga yang seakan mengiringi mereka berdua yang sedang merasakan getar-getar cinta.
Saiful yang mendekati Rahel dengan sedikit mengibaskan rambut yang berada dimata terlihat tampan Rahel yang melihatnya semakin terpesona terjadilah mereka saling pandang memandang, entah apa yang membuat mereka tidak sadar dan lupa akan segalanya yang penting nikmat.
Seperti ada maghnit yang ingin menyatukan mereka hingga terjadilah percakapan, "Sayang! Malam ini kamu terlihat lebih cantik dengan pakain putihmu ... lihat bibirmu yang merah ... hmm membuat saya ingin sekali menciumnya."
"Sayang! Rasanya jika harus pisah denganmu tidak bisa ini, lihatlah ... engkau memang wanita hebat, berkepribadian yang kuat, konsiaten juga sholihah," terang Saiful yang terlihat menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi pemandangan.
Dengan sanjungan-sanjungan dari suaminya tercinta hatinya mulai luluh dan tidak sadar dia memeluk Saiful dan menciuminya, Saiful yang tidak menyangka dia tidak mau melewatkan kesempatan itu dia terus memuji dan menyanjung Rahel sambil membalas ciuman itu, tangannya pun mulai meraba keseluruh tubuh, Rahel yang merasakan kenikmatan yang luar biasa tiba-tiba dia mulai melepasi pakaiannya dan menarik Saiful ke ranjang.
Saiful yang memang menunggu sudah lama, maka dengan cepat dia mengikuti ajakan Rahel maka pada malam itu terjadilah hubungan asmara sejati Saiful dan Rahel.
Rahel di ajak merasakan terbang menjelajah kesegala penjuru, kenikmatan yang tidak ada duanya di dunia ini, hampir satu jam mereka bermadu kasih sehingga setelah organsme tubuh mereka menjadi lemas, Rahel baru sadar dan berteriak.
"Tidak! ... Mas bagaimana ini, bagaimana besok kalau saya tiba-tiba berbadan dua ? Harus bagaiamana ... saya takut kalau harus putus sekolah sepertinya saya tidak siap menghadapinya," terang Rahel sambil menangis karena kaget mengapa tidak sadar.
Saiful yang melihat Rahel menangis langsung mendekapnya dan berkata, "Sudahlah, ikhlaskan saja memang seperti ini yang terjadi, tenang saya akan selalu setia padamu, dan akan bertanggung jawab semuanya tenang saja, jika kamu sampai keluar sekolah maka saya juga keluar."
"Ya Allah ... mengapa ini harus terjadi padaku, semuanya terjadi begitu saja saya tidak menyangka akan menjadi seperti ini," ujar Rahel yang masih menangis dalam dekapan Saiful.
Saiful masih terus meneruskan memberi nasihat dan membelai rambut Rahel akhirnya mereka tidur dan bermimpi.
Dalam mimpinya Rahel melihat dirinya mengandung dan teman-temannya beramai-ramai mengusir dari kelasnya sehingga dia harus keluar dari sekolah.
Waktu terus berjalan hingga satu bulan Rahel dan Saiful berangkat sekolah bersamaan, mereka semakin dekat hingga sebagian dari temannya mulai mengira kalau mereka berdua sudah ada apa-apa tidak hanya sebatas pacaran saja.
Wajah Rahel terlihat sedikit pucat dan di dalam kelas sedikit-sedikit mual seperti akan muntah tetapi dia tahan, waktu menunjukkan pukul 09.00 waktu pelajaran terlihat gurunya duduk di depan para murid sesekali dia berjalan mengitari para murid sambil menerangkan.
Tiba-tiba Rahel mual-mual dan tidak bisa ditahan lagi dengan cepat dia berdiri meminta izin untuk ke kamar mandi, Saiful melihat hal itu menjadi hawatir tetapi dia teringat atas sandiwara yang telah disepakati dia tidak menyusulnya.
Tidak lama Rahel sudah kembali wajahnya terlihat semakin pucat, belum sempat duduk dia mual-mual kembali dan lari lagi ke kamar mandi hingga terulang beberapa kali, akhirnya oleh gurunya dipersilahkan untuk minta izin kepada kepala sekolah untuk bisa pulang.
"Rahel! Ada apa kamu? Sakit? Kenapa tadi kok tetap masuk sekolah kalau sudah tahu sakit," terang Guru itu yang juga tidak berkepikiran kalau dia mual karena hamil.
"Iya Bu! ... Sepertinya tubuhku sakit terasa dingin lalu panas gitu bercampur mual-mual tidak tahu saya ... mungkin masuk angin kali, entar juga sembuh sendiri," terang Rahel yang masih terlihat berdiri.
Sabil yang melihat itu tiba-tiba berteriak, "Tidak mungkin kalau kamu hamil ... katakan benarkan kamu tidak hamil, Rahel siapa laki-laki yang telah mengitori kesucianmu itu saya ... tidak terima ... calon saya di ambil orang."
"Hah ... Hamil," serentak teman-temannya berkata seperti itu.
Sulis tiba-tiba maju ketempat Rahel seraya berkata padanya, "Hei ... Rahel benarkah kamu hami ini, apakah kamu sudah melakukannya."
"Ih ... apaan sih kalian semua ini, siapa sih yang hamil janganlah kalian seperti itu, saya ini cuman kecapean mungkin lagi masuk angin," ujar Rahel.
"Ya sudahlah, kalau begitu saya ijin pulang dulu, badan saya terasa sakut demam," terang Rahel.
Saiful hati seperti di hantam batu keras dia berusaha berfikir keras bagaimana caranya bisa pulang cepat.
"Bu! Mohon izin dulu kemar mandi," kata Saiful yang terlihat khawatir dan cepat-cepat dia pergi.
Dengan siasat itu dia langsung pergi menemui Rahel yang terlihat menangis sambil duduk-duduk di taman.
"Habislah sudah cerita sekolahku, tidak lama lagi perutku terlihat membesar dan entah bagaimana nasib kedepannya," kata Rahel pada dirinya sendiri.
Saiful tiba-tiba datang dari belakangnya seraya bertanya, " Sudahlah sayang, jangan menangis lagi toh sudah terjadi percuma menyesali ini, semuanya tidak akan mengembalikan keadaan, kita harus mulai menerima keadaan biar hidup bahagia."
"Mas, kamu tidak merasakan malunya kayak apa besok2 kalau perutku membesar, Ahh ..." sambil menjambak rambut kepala yang dibungkus dengan rambutnya.
"Bagaimana kalau kita jujur saja pada mereka, kita katakan apa yang sebenarnya terjadi, agar tidak terlalu berat, Tenang saja nanti jika kamu keluar dari sekolah saya juga akan putus sekolah, saya ingin fokus mencari nafkah untukmu dan anak kita, kita hidup bersama dengan bahagia," terang Saiful.
"Apa bayi ini kita gugurin saja Mas," tak sadar Rahel mengatakan sedemikian itu.
Saiful sontak mencium kening istrinya, "Sayang ... dia tidak berdosa ... kita melakuakan juga setelah akad nikah, masak tega harus digurukan demi egomu itu, sudahlah kita hadapi bersama, begini saja kapan ayo kita ke rumah kepala sekolah kita bicarakan permasalahan yang sebenarnya, sebelum seauatu hal yang tidak kita inginkan terjadi."
"Baiklah Mas, saya tak mengalah, mengikuti saran kamu," tutur Rahel.
"Baik kalau begitu, kita jujur yang terjadi lemudian hasilnya apa itu? Kita harus terima, jangan hawatir yang penting kita tidak salah, semua terjadi sudah digariskan oleh sang pencipta kita hanya bisa menjalankan itu semua," terang Saiful.
Nah, Bagaimana kisah selanjutnya.
Mari ikuti kisahnya.