Hari itu terasa sangat dingin karena semalam habis diguyur hujan yang begitu lebatnya, Saiful bangun dari tidurnya tiba-tiba menyebut nama-nama Tasya dan bertanya dimana dia.
"Tasya ... dimana kamu sekarang saya kangen lama kita tidak berjumpa," terang Saiful yang terlihat duduk diatas ranjang di dekat Rahel.
Rahel yang mendengar itu kaget hingga berdiri sontak berteriak, "Mas ... Siapa Tasya itu ayo cerita ... siapa dia."
"Hah ... Mengapa kamu ingin tahu saja, sudah kamu tuh perhatikan bayi dalam kandungan itu, jangan ikut campur dengan urusanku," terang Saiful sambil berdiri lalu beranjak dari tempat tidurnya.
"Mas ... Mau kemana ... jangan tinggalkan saya!" teriak Rahel.
Saiful tetap pergi tanpa menghiraukan istrinya memanggil-manggilnya.
"Uh, ... Mas kenapa kamu menjadi seperti itu, sakit hati ini mengapa harus seperti ini, saya hamil Mas butuh kasih sayang," kata Rahel pada dirinya sendiri sambil menangis tersedu-sedu.
Saiful yang seperti tidak sadarkan diri dia berjalan terus menuju rumah Tasya, tak lama dia tiba di rumahnya. Dan saat itu Tasya yang terlihat sangat cantik Saiful pun mendekatinya seraya berkata, "Tasya saya kangen ... kemana sih kamu ini ... saya tidak bisa kalau tidak memikirkanmu kamu sedang apa?"
Tasya yang melihat hal itu dia tersenyum manis, dan berkata," Huh Abang ... pagi-pagi sudah kemari ada apa ya."
"Ya kesini mau mengajak kamu jalan-jalan, kita pergi makan atau apa aja sudah yang penting bisa bersamamu."
"Hmm ... Baik lah Mas tapi Bagaimana dengan istrimu, nanti dia marah kalau kamu jalan dengan saya," terang Tasya yang terlihat genit pada Saiful.
"Istri, tenang istriku di rumah dia lagi hamil jadi tidak akan kemana-mana, sudah jangan pikirkan dia kamu yang paling cantik, kamu yang seksi, kamu pokoknya yang luar biasa untukku, saya tidak bisa hidup tanpa kamu," kata Saiful yang terlihat tiba-tiba menarik tangan Tasya.
Tasya terlihat tersenyum dan berkata dalam hatinya," Huh, Mas sekarang kamu sudah masuk dalam perangkapku, kamu akan saya peras hartamu habis-habisan, hah seharusnya kamu memilih saya dari pada Rahel, sekarang kamu akan menjadi milikku seutuhnya."
"Baiklah Mas kita jalan-jalan tapi saya butuh uang Mas, buat perawatan tubuh saya, beli baju, beli apalah-apalah gitu, bisa kah?" kata Tasya.
"Sudah apapun demi kamu akan kuberikan, yang penting saya bisa bersamamu," kata Saiful.
Waktu berjalan begitu cepatnya hingga harta Saiful di habiskan oleh Tasya belum juga persaingat di tempat kerjanya tidak sedikit orang yang iri dengan keberhasilan Saiful hingga berbagaicara mereka lakukan agar dapat menggulingkan Saiful dari jabatannya.
Hingga kini dia jatuh miskin lagi dan tetap tergila-gila pada Tasya, Tasya yang tahu hartanya Saiful sudah habis dia mulai bersikap sewena-wena, berani bersikap kasar hingga dia diusir dari rumahnya.
Sedang hubungan Saiful dan Rahel sepertinya tidak bisa dipertahankan lagi, Hati yang sudah sakit di hina dan tidak dianggap membuat hati Rahel mengeras dan tidak mau menerima kembali, kini dia harus menanggung rasa pahit yang dialaminya, yaitu mengandung yang sebentar lagi melahirkan.
Waktu berjalan terus tidak terasa waktu melahirkan tiba, dengan tanpa didampingi seorang suami Rahel berjuang mati-matian ditemani neneknya untuk sang buah hatinya.
Saiful kini menjadi tidak karuan karena perbuatan tasya hingga dia berjalan terus tanpa ada tujuan seperti orang gila.
Uwek ... uwek ... uwek
Suara bayi perempuan yang manis telah lahir ke dunia, Rahel merasa bahagia karena banyinya selamat tanpa ada kekurangan sedikit apapun.
Dia beri nama Fariska walau tanpa adanya ayah yang hadir Rahel sudah bahagia, dia tidak mau Ayahnya menjenguknya apa lagi masuk lagi dalam kehidupannya karen rasa sakit yang dalam.
Waktu berjalan begitu cepatnya Di rumah yang sederhana yang hanya ditinggali hanya tiga manusia tetapi berkehidupan bahagia, hingga beberapa bulan mereka lewati, lama-kelamaan Rahel mulai merasa kwalahan akan biaya kehidupan mereka secara tidak ada seorang suami yang menjadi tulang punggung keluarga.
Maka dengan berat hati dia meminta Izin pada Neneknya untuk bekerja keluar daerah.
"Ibu! Kita lihat hari-kehari pemasukan kita minim, saya tidak tahan Bu jika harus seperti ini apalagi dengan adanya Fariska ini semakin dia dewasa kebutuhan juga semakin banyak, saya ingin meminta Izin pada Ibu untuk bekerja ke luar daerah, siapa tahu disana ada rizqi nanti bisa dibuat membiayayi pendidikan Fariska saya tidak mau Fariska nanti seperti Ibunya tidak punya pendidikan yang tinggi," terang Rahel yang terlihat menyusuhi anaknya dalam pangkuannya.
"Rahel! Apa kamu sudah memikirkannya baik-baik, apa kamu tidak kasihan pada anakmu ini yang masih berumur delapan bulan, dia itu masih butuh rasa kasih sayang pada Ibunya, saran saya sih bekerja di sini saja, ya walau dengan penghasilan yang tidak terlalu banyak tapi masih bisa berkumpul dengan keluarga," terang Ibunya.
"Iya Bu, saya sudah memikirkan matang-matang, saya mohon jaga Fariska ya Bu, saya dirumah juga serasa stres, menghadapi permasalahan yang bertubi-tubi, sepertinya saya tidak tahan lagi, sudahlah Bu doakan yang terbaik untuk anakmu ini, Ibu nanti tidak usah bekerja cukup merawat Fariska biar saya yang mencari uang untuk kehidupan kedepannya," terang Rahel yang terlihat meneteskan air mata.
Sudah banyak Ibunya memberi masukan, nasihat dan arahan akan tetapi Rahel masih bersih kukuh ingin pergi untuk bekerja ke luar daerah, dengan berat hati Ibunya mengiyakan kenginginannya itu dan berkata, "Baik kalau memang kamu sudah tidak bisa diberi nasihat Ibu, dan juga memang Ibu tidak bisa melarang kamu pergi, tapi nanti kalau terjadi apa-apa jangan salahkan Ibu, Ibu sudah berusaha memberi arahan, ya ... Sebagai seorang Ibu pasti menginginkan pada anaknya yang terbaik, Ibu doakan semoga kamu nanti segera dapat pekerjaan yang enak tidak menyusahkan dirimu, dan jangan lupa selalu beri kabar pada Ibu dan anakmu Fariska ini, biar nanti dia mengenal Ibunya."
"Iya Ibu, itu pasti, maafkan Rahel ya Ibu bukannya Rahel menentang kemauhan Ibu, tapi keadaan yang mengarahkan saya ke situ, yang penting Ibu doakan Rahel agar bisa sukses dan pulang kembali dan berkumpul bersama keluarga lagi," jawab Rahel.
"Terus kapan rencanamu akan mengurus itu," tanya Ibunya.
"Ya ... Secepatnya, nanti saya tak cari kabar, informasi dari temen-temen atau dari koran-koran maupun majalah, baru nanti mengurus perlengkapan itu." terang Rahel.
"Ya sudah kalau begitu," sahut Ibunya.
"Oh ya Ibu ... nanti jangan bilang siapa Ayahnya ya kalau dia tanya, saya tidak rela jika dia masuk lagi dalam kehidupanku lagi," minta Rahel.
"Lalu Ibu harus bagaimana? Berbohong? janganlah biar nanti ibu kasih tahu kalau sudah waktunya, dari pada tahu dari orang lain, permasalahan malah semakin parah," terang Ibunya.
"Ibu, Bilang saja kalau ayahnya lagi pergi ke luar negri atau bilang sudah meninggal, saya sakit hati Bu." kata Rahel.
Nah, Bagaimana kelanjutan kisahnya
Mari ikuti kisahnya.