Sore itu rasa duka yang dialami Rahel semakin memuncak derai air mata terus mengalir tiada henti, setelah semua barang-barang dimasukkan kedalam mobil, jeritan dari dalam kamar terdengar begitu nyaring.
Owek ... Owek ... Owek
Ya ... Fariska menangis begitu hebatnya seperti tahu kalau akan di tinggal oleh Ibunya, jeritan itu yang membuat Rahel semakin hatinya seperti di iris-iris akan tetapi Rahel menguatkan hatinya untuk tegar berangkat mobil Sport itu mulai bergerak menjauh dan tak lama sudah tidak terlihat oleh pandangan mata para saudara-saudaranya.
Tak disangka saat mobil melintas di jembatan dan berhenti di persimpangan lampu merah, hatinya Rahel serasa tersambar petir di siang bolong, dia tidak menyangka akan melihat pemandangan yang tidak ingin dia lihatnya.
Di depan mobil Sport Rahel melihat kekasih tercintanya berjalan bergandengan tangan dengan Tasya melintas di depannya dalam hatinya berkata, "Ya Tuhan mengapa saya harus melihat mereka di saat seperti ini, sepertinya Engkau menginginkan diriku hancur sehancur-hancurnya, apa lagi saya harus melihat wanita busuk itu perebut suami orang saya muak, kenapa juga lampu merah tidak segara berubah hijau.
Saiful yang tidak sengaja menoleh ke kanan dia melihat wanita yang tak akan bisa dilupakan, tanpa memperdulikan Tasya, Saiful langsung berlari mendekati Rahel sambil mengibaskan tangan Tasya.
"Mas! ... Mas! Kemana kamu," teriak Tasya sambil melambaikan tangan berulang kali.
"Rahel! Kamu mau kemana? Rahel ... Tolong buka pintunya, please Rahel Buka pintunya saya mau ngomong sama kamu," kata Saiful sambil memukul-mukul kaca mobil sebelah kanan.
Rahel pun tidak mau menjawabnya hanya bisa diam dan mengusap air matanya, dia juga tidak mau memandang wajah Saiful.
"Sudah Pak, Silahkan jalan biarkan dia, mari!" ajak Rahel pada sopir yang terlihat bingung harus ngapain.
Dengan sigap mobil Sport itu melaju kembali dan Saiful tidak mau ketinggalan dia cepat-cepat mencari ojekan untuk mengejar Rahel, dan Tasya yang melihat itu juga masih merasa khawatir, diapun juga segera menyusulnya.
Kini mereka saling mengejar Rahel melihat mereka mengejar menjadi panik sehingga berkata pada sopir, "Bapak mohon tambah lagi kecepatannya jangan sampai mereka bisa mengejar kita, saya tidak mau dia tahu saya akan pergi kemana."
Saiful yang hanya naik sepeda motor tidak bisa mengikuti laju mobil Sport, berhubung dia faham akan jalanan dia mengambil arah kiri mengitari perbukitan, sedang Tasya menjadi bingung harus mengikuti yang mana, dia berfikir sebenarnya Rahel akan bergi kemana.
"Huh, saya perhatikan dia akan pergi jauh entah dimana, oh kemaren saya mendengar pembicaran tetangga saya bahwa mantan istri Mas Saiful akan pergi ke luar negri, ya ... berati oh ... baik-baik, kalau begitu dengan leluasa saya mendapatkan hati Mas Saiful, tapi saya tidak akan membiarkan kalian bertemu dan bercakap-cakap, lihat saja ya," kata Tasya pada dirinya sendiri.
"Bapak mari kita ke bandara saja, cari jalan dekat," ajak Tasya pada sopirnya itu.
"Baik non," sahut Sopir itu yang terlihat mulai menginjak rem mobilnya tak lama akhirnya sampai di depan bandara.
Tasya melihat ke kanan dan kekiri belum juga melihat tanda-tanda kalau mereka berdua sudah sampai di bandara.
Tasya pun menunggu mereka sambil duduk-duduk di dekat parkiran mobil sambil minum penyegar tenggorokannya.
Tak lama dari arah kanan Saiful tiba-tiba memotong jalan menghadang mobil putih itu, sehingga terpaksa berhenti.
Saiful membiarkan motornya didepan mobil itu agar tidak maju ke depan, dia langsung mendekati kaca pintu samping kiri sambil memukul-mukul jendala itu sambil berkata, "Rahel! Please ijinkan saya ngomong sama kamu, Rahel buka kaca pintu ini, kamu turun lalu berbicara dengan saya baik-baik."
Rahel mulai membuka pintu jendela itu dan langsung berkata pada Saiful, "Mas, maafkan saya tolong jangan ganggu saya lagi, saya sudah sakit hati ini, coba singkirkan motor itu."
"Rahel, kamu mau kemana, dan Bagaimana keadaan bayi kita," kata Saiful yang juga mengeluarkan derai air mata.
Kata-kata yang datar akan tetapi terasa menusuk dan menyayat-nyayat hati, tanpa memperdulikan orang disekitarnya dia langsung berkta dengan kasar sambil mendorong Saiful, "Ha ... Kamu bilang apa? Anak kita, sejak kapan kamu peduli, sejak kapan kamu cinta, kamu tidak perduli bagaimana perasaan seorang istri melahirkan yang menginginkan suaminya didekatnya, sedang kamu dimana? ... Ha ... Dimana? Kamu malah asyik berduaan dengan wanita perebut suami orang ... saya muak dengan kamu laki-laki berengsek, awas jangan coba-coba kamu dekati anakku, saya tidak butuh kamu biar saya yang merawat anak ku."
"Tapi Rahel," kata Saiful yang dipotong oleh Rahel dengan berkata, "Sudah saya tidak butuh penjelasanmu, silahkan kamu bersenang-senang dengan selingkuhanmu itu." dengan mendorong menjauh.
"Hai Sopir, singkirkan motormu kalau tidak mau saya tabrak itu motor," kata Rahel yang sudah marahnya tidak bisa dipadamkan lagi.
Tasya yang melihat dari agak kejauan, merasa bahagia dan tersenyum sendiri dengan berkata dalam hatinya, "Huh ... Siapa dulu yang kamu lawan, yah ... berhasil Rahel sepertinya sangat membenci Saiful, ya ... tidak susah amat menyingkirkan kamu Rahel dari Mas Saiful yang ganteng, kaya juga setia sebenarnya ... tetapi karena saya gendam sukma dia menjadi benci, walau sekarang dia mengejar kamu tetapi kamu sudah terlanjur sakit, jadi diriku yang memenangkan ini walau saya harus kehilangan kesucianku, ha ... ha ... ha ... Kini semuanya akan jadi milikku dan nanti kalau sudah menikah dengan saya dan hartanya sudah saya miliki baru kamu Mas yang akan ku tendang."
Kini Saiful hanya meringkuk di pinggirian jalan dan berjalan sempoyongan sambil memikirkan kejadian yang tia tidak mengerti mengapa bisa terjadi, dalam hati kecilnya sebenarnya tidak mau melakukannya akan tetapi seperti ada yang mendorong dantidak kuasa untuk menolaknya.
Tasya mulai memainkan dramanya kembali didepan Saiful, dia mendekatinya dan memberi ruang harapan dengan berkata, "Mas! ... Silahkan menangis sepuasnya ... kamu berteriak sekuatmu, agar lega biarkan dia pergi mungkin memang ini sudah menjadi takdirnya, Mas lihatlah diriku, diriku masih setia menunggu Mas sampai mau benar-benar menerima saya."
Tasya secepat kilat memeluk tubuh Saiful dan sambil membelai-belai rambutnya.
"Maafkan saya ... Sudah menyusahkan kamu, kamu juga ikut merasakan permasalahanku, hanya kamu Tasya seorang yang mau mendengarkan keluh kesahku, istriku sendiri tidak mempercayaiku lagi, entah mengapa ini semua terjadi.
"Iya ... Mas, saya siap kok menjadi teman curhat kamu, menjadi sandaran tubuh saat kamu gelisah karena masalah-masalah yang membuatmu begini, sudahlah mari kita pulang saja, tidak baik jika dilihat banyak orang, masak pengusaha hebat harus menangis karena permasalahan wanita, sudahlah kamu fokus kembali kepada pekerjaanmu biar semakin berkembang, siapa tahu kalau kamu semakin berkembang istrimu mau kembali lagi," tutur Tasya yang berusaha membujuk Saiful agar mau pulang.
Terlintas diatas Saiful pesawat melintas kearah timur, kini Rahel sudah pergi jauh entah kapan lagi dia akan kembali lagi.
Nah, Bagaimana kisah selanjutnya?
Mari ikuti kisahnya.