"Luna?"
Sontak Luna berbalik dan betapa terkejutnya ia melihat sosok pria yang tak ingin ia temui lagi.
"Daniel?"
Daniel menatap sengit pria yang duduk di hadapan Luna. Pria yang selama di rumah sakit sering memberikan perhatian lebih kepada tunangannya. Pria yang seharusnya merawat Luna sebagai pasien namun ia melewati batasnya.
"Ikut aku!" Daniel dengan kasar menarik lengan Luna, membuat wanita itu memberontak.
"Daniel lepas!"
Daniel menatap tajam manik mata Luna, membuat wanita itu seketika ciut dan menunduk. Luna sudah siap untuk meneteskan air matanya lagi.
"Tunggu!" Altheo bangkit dari duduknya. Ia menarik paksa lengan Daniel yang mencengkeram lengan Luna.
"Lepaskan dia!" bentak Altheo.
"Kau siapa berani menyuruhku? Dia tunanganku. Dan aku berhak membawanya pergi."
"Daniel lepas!"
"DIAM!!!" bentak Daniel dengan suara yang meninggi. Sontak membuat semua atensi di restoran itu tertuju pada mereka bertiga.
"Kau! Jangan pernah menemui tunanganku lagi! Bahkan jangan pernah berpikir untuk bisa mengambilnya dariku. Karena aku tak akan tinggal diam." Daniel menatap sengit pria bernama Altheo yang berdiri fi hadapannya.
"Kau mengancamku?"
"Itu hanya peringatan. Dan kurasa kau cukup pintar untuk mengartikannya!" Ketus Daniel tajam.
"Ayo!" Daniel kembali menarik tangan Luna. Membawanya pergi dari sana.
Luna tak bisa melawan pria yang masih berstatus tunangannya. Tatapan dan nada tinggi Daniel membuatnya tanduk dan seketika tunduk. Meskipun tangannya begitu perih karena cengkeraman Daniel begitu kuat. Namun ia tak bisa memberontak dan membantah perintah Daniel.
"Maafkan aku? Nanti akan kuhubungi lagi." Gumam Luna setengah berbisik. Raut wajahnya terlihat ketakutan. Altheo sangat menyadari hal itu.
Ia mengangguk paham pada Luna.
"Hati-hati, aku menunggumu." Gumam Altheo.
Namun rupanya Daniel tak tuli. Dia mendengar bisikan Luna pada Altheo. Dan hal itu membuat amarahnya meledak.
Ia menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap Altheo dengan sengit.
"Sudah kubilang, jangan dekati Tunanganku!!!"
BHUAGGGGG
Tanpa ancang-ancang, Daniel langsung melayangkan bogeman entah ke wajah Altheo. Membuat pria bertubuh jenjang itu tersungkur ke lantai. Bahkan suara meja dan kursi yang berjatuhan terdengar keras. Beberapa gelas dan piring kaca berjatuhan dan pecah di lantai. Sontak hal itu menimbulkan kehebohan di dalam restoran.
"Brengsek!" Altheo tak tinggal diam, ia segera bangkit dan membalas pukulan Daniel. Hingga kedua pria itu tersungkur ke lantai dan membuat meja lain hancur dengan pecahan beling berserakan di lantai.
"Bajingan!" Daniel kian tersulut amarah. Ia lalu melayangkan tendangan, pukulan dan beberapa kali menerjang tubuh Altheo. Mereka berdua beradu pukulan dan tendangan, juga sesekali mereka menangkis serangan satu sama lain. Perkelahian mereka begitu sengit.
Luna tampak menangis histeris. Ia berusaha melerai keduanya. Namun seorang pria asing menahannya, agar ia tak terkena serangan dari kedua pria itu. Namun Luna tak tahan lagi. Ia dengan nekat mendekati dua pria yang sedang beradu tinjuan itu.
"Daniel hentikan!!! Akhhh"
Luna berusaha menarik lengan Daniel, namun hal itu membuatnya terkena pukulan Daniel. Daniel yang niatnya melayangkan pukulan ke wajah Altheo justru mengenai leher Luna hingga wnaita itu tersungkur tak berdaya ke lantai.
"LUNAAAA!!!" teriak Daniel dengan perasaan bersalahnya.
Sontak Altheo melihat hal itu. Ia begitu marah karena Luna terluka. Dengan cepat ia menarik lengan Daniel lalu melayangkan pukulan hingga tubuh Daniel tersungkur di lantai. Altheo lalu menindihnya dan melayangkan berkali-kali pukulan mentah ke wajah Daniel hingga pria di bawahnya itu terbatuk-batuk dan mengeluarkan darah.
"PRITTTTTTTT!!! PRITTT!!!!"
Tiba-tiba dua satpam datang dan melerai perkelahian dua pria itu. Begitupun dengan manager restoran itu. Mereka akhirnya membawa Daniel dan althea ke kantor polisi sedangkan Luna dibawa ke klinik terdekat untuk diobati.
Urusan mereka dengan cepat diselesaikan di kantor polisi. Karena pengacara mereka berdua segera datang. Dan akhirnya perseteruan mereka berakhir damai. Meskipun hanya diatas kertas. Karena Daniel dan Altheo tidak akan pernah bisa berdamai. Mereka memiliki dendam pribadi dan hal itu tentu saja berhubungan dengan Luna.
Seketika Daniel teringat dengan Luna. Ia segera menghampiri Luna ke klinik tempat wanita itu diobati. Daniel menghela nafas lega karena melihat Luna yang sudah membaik. Tunangannya ia kini tengah duduk diatas ranjang pasien. Ada luka lebam di bagian lehernya, dan hal itu membuatnya seketika marah pada dirinya sendiri. Karena begitu bodoh, hingga ia menyakiti orang yang sangat ia cintai.
"Honey?" Daniel menghampiri Luna yang masih duduk di ranjang pasien.
Luna menoleh dengan lemah, wajahnya begitu pucat. Daniel menggenggam tangan Luna dengan lembut.
"Maafkan aku?" gumam Daniel. Perlahan ia mencium tangan ramping itu yang terasa begitu dingin. Daniel perlahan menatap manik mata kekasihnya. Ia dapat melihat raut wajah Luna yang begitu muram. Ada ketakutan, kekecewaan, dan kebencian di dalam sana. Daniel sangat mengetahui, penyebab tatapan Luna yang begitu mengintimidasinya.
"Maafkan aku? Sungguh maafkan aku, sayang? Aku salah, tidak. aku bahkan tak pantas untuk dimaafkan. Tapi tolong,," Daniel menatap lekat kekasihnya.
"Tolong jangan pergi. Tolong jangan tinggalkan aku lagi? Aku sangat mencintaimu, sayang. Kumohon jangan pergi lagi."
Luna tak bisa menahan tangisnya. Wajahnya kembali berlinang air mata. Ia membenci dirinya sendiri yang begitu bodoh. Begitu bodoh karena dengan mudah luluh dengan ucapan Daniel. Ia tak bisa berbohong pada dirinya sendiri yang begitu mencintai pria di hadapannya ini. Pria yang telah menyakitinya, menusuknya dari belakang dan bahkan sekarang. Pria itu juga yang telah menyakiti tubuhnya. Membuatnya benar-benar terluka.
"Sayang?"
"Aku mau pulang." Gumam Luna dengan lirih. Lehernya masih terasa nyeri, ia tak mampu berucap lebih banyak lagi.
"Ya, ayo kita pulang sayang. Sini biar kubantu." Daniel memapah Luna turun dari ranjang. Mereka lalu berjalan menuju mobil Daniel yang terparkir di depan klinik.
**
"Hati-hati sayang," Daniel memapah Luna masuk ke dalam apartemennya. Namun ada sosok lain yang menunggu kehadiran Daniel di dalam apartemennya. Yang mana Daniel melupakan wanita itu.
"Daniel akhirnya kau dat—" Seketika Clarissa bungkam setelah melihat siapa yang diajak daniel masuk ke apartemennya.
"L-luna?" Clarissa terbata melihat wanita itu kembali ke rumah yang seharusnya sebentar lagi menjadi tempat tinggal dirinya dengan Daniel, calon ayah dari anaknya.
Luna tertegun, ia tak tau bahwa wanita itu telah tinggal di rumah ini menggantikan dirinya. Dengan lirih ia terkekeh. "Oh, maaf? Kukira tak secepat ini kau menggantikan posisiku di rumah ini."
Daniel terpojok, ia merasa bodoh untuk kesekian kalinya. Ia lupa bahwa Clarissa masih berada di rumahnya.
"Maaf, Sa. Tapi bisa kau siapkan air es? Luna terluka dan dia harus di kompres. Aku akan membawanya ke kamar."
Tanpa menunggu jawaban Clarissa. Daniel segera mengajak Luna ke kamar mereka. Daniel membaringkan Luna dengan perlahan ke atas ranjang. Lalu ia mengambil air es yang telah disiapkan Clarissa. Meskipun dalam kondisi marah dan tidak terima, Clarissa tetap mengikuti perintah Daniel.
Daniel pun mengompres leher Luna dengan air es lalu mengoleskan salep pada luka lebam di leher Luna. "Sekarang istirahatlah sayang. Aku akan menemamimu."
Luna yang kesulitan untuk berucap, memilih menjawab dengan anggukan. Tak peduli dengan Clarissa yang menunggu penjelasan dari Daniel. Luna memilih acuh dan terlelap. Tubuhnya lelah dan juga rasa sakit itu kian terasa.
**
"Daniel bisa jelaskan, kenapa kau membawa wanita itu kembali ke rumah kita?" tuntut Clarissa dengan wajah penuh amarah.
Bersambung