"Kenapa diam saja? Aku adalah tamu di rumah ini. Kau tak mau menawariku minum? Seperti saat pertama kali kita bertemu? Luna?" Clarissa menyeringai sengit.
Luna memejamkan matanya geram, ia menahan amarahnya yang mau meledak melihat wanita itu begitu menyebalkan.
"Sebelum amarahku meledak. Kupersilahkan kau pergi secara baik-baik, Nona." Geram Luna menahan marah.
"Oh, jadi kau tak mau menyajikan minuman padaku? Baiklah biar aku buat sendiri. Lagipula aku sangat hafal rumah ini. Di mana kulkasnya? Ah itu dia." Clarissa dengan santai melenggang ke dapur lalu membuka kulka.
"Wah ada buah, kebetulan bayiku menginginkan buah." Clarissa menutup pintu kulkan lalu melayangkan seringai kea rah Luna yang sudah kesal dengannya.
"Sepertinya tantemu itu sangat pengertian ya? Dia bahkan menyediakan banyak buah segar di dalam kulkas. Apa kau tau akan datang kesini Luna?"
"Jangan memanggil namaku!"
"Oh, lalu aku harus memanggilmu apa? Aha, bagaimana dengan tante? Anakku nanti juga akan memanggilmu tante kan?"
"Pergi dari rumah ini!"
"Astaga tante, kau sangat galak. Tidakkah kau kasihan pada wanita hamil ini? Ada bayi di dalam perutku. Kau tak seharusnya menaikkan nadamu itu kepadaku. Nanti jika anakku menangis di dalam. Aku harus bagaimana? Aku tak mau bayiku membencimu tante. Jadi bisakah bersikap sedikit lebih baik padaku? Luna?"
"Kubilang jangan sebut namaku. Cepat pergi sebelum aku mengusirmu dengan paksa."
"Astaga Luna, kau jahat sekali. Aku kemari ingin mengunjungimu, memastikan apa kau baik-baik saja. Sekarang setelah aku melihatmu, aku sangat lega." Clarissa melangkah pelan ke arah Luna, lalu berbisik.
"Ternyata kau masih sama. Bahkan lebih lemah dari sebelumnya."
"Sialan kau jalang! Sudah cukup kau menguji kesabaranku! Sekarang pergi dari rumah ini! Dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi!" sengit Luna mendorong tubuh Clarissa dengan kasar.
"Lagi, kau mendorongku." Clarissa menatap sengit lalu menerjang tubuh Luna dan menghimpitnya ke dinding.
"Dengar gadis lemah! Aku tak akan pernah kalah darimu! Daniel adalah milikku! Kau hanya kerikil kecil yang sebentar lagi akan aku singkirkan. Tak usah bermimpi untuk menikah dengannya. Karena akulah calon istri yang sebenarnya. Daniel adalah milikku. Bahkan kelahirannya adalah untukku."
"Akh… Lepas! Lepaskan aku!" Luna merintih kesakitan, pasalnya Clarissa semakin kuat mencekik lehernya hingga Luna hampir kehabisan nafas.
Clarissa lalu menarik tangannya, melepaskan Luna dari cekikannya. "Dasar lemah!" Ketusnya sengit.
Luna terbatuk karena lehernya masih terasa tercekik. Ia menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Clarissa menyeringai, ia menjambak rambut Luna kuat.
"Akh!"
"Gadis lemah! Kuperingatkan padamu. Jauhi Daniel! Dia adalah milikku. Tak akan pernah kubiarkan Daniel kembali padamu. Tak akan pernah!"
"Tidak, Daniel adalah milikku. Kau yang merebutnya dariku. Kau menghancurkan hubungan kami. Kau yang seharusnya pergi."
PLAK!
Clarissa menampar kuat Luna hingga tercium bau anyir dari sudut bibirnya. Luna menyeka darah segar yang mengucukur di sudut bibirnya.
"Kau kelewatan jalang! Seharusnya kusingkirkan kau dari awal!" geram Luna.
Clarissa tersenyum jengah. "Kau menyingkirkanku? Jangan mimpi. Kau wanita lemah yang tak sebanding denganku. Jika aku mau. Kau bisa mati detik ini juga. Jangan pernah bermimpi untuk mengalahkanku. Sebaiknya kau pergi, sebelum tanganku sendiri yang mengantarmu ke neraka."
"Sialan! Arghhh!!!"
Luna menerjang Clarisssa, ia menjambak rambutnya namun Clarissa dengan kuat mendorong tubuh Luna lalu ia menindihnya dari atas. Clarissa berkali-kali menampar wajah Luna hingga wajahnya lebam dan penuh luka.
"AKKKHHH!" Luna menggigit tangan Clarissa hingga wanita itu menjerit.
Luna segra bangkit, lalu mencari sesuatu di sampingnya. Ia melihat sebotol wine diatas meja. Dengan cepat Luna mengambil botol itu lalu menghantamnya ke kepala Clarissa.
"AKHHH!"
PRANGGGGG
Clarissa merintih kesakitan, darahnya mengucur deras dari kepalanya.
Luna kelimpungan, nafasnya terengah. Ia menjauh, rasa takut menghampirinya. Luna melirik tangannya yang berlumuran darah. Ia telah menyakiti wanita itu. Luna ketakutan. Ia mencari jalan lain. Ia melihat pintu apartemen, dengan cepat ia berlari keasan lalu Luna berlari meninggalkan gedung apartemen itu. Meninggalkan Clarissa yang merintih kesakitan.
"Tidak! Aku tidak melakukannya. Itu karena dia, ya itu karena dia. Dia yang ingin membunuhku. Aku hanya menyelamatkan diriku." Gerutu Luna ketakutan. Ia terus berlari,hingga hari mulai gelap. Luna tak tau kemana ia melangkah. Tanpa sadar ia sudah jauh dari kota. Ia berada di gang kumuh yang gelap dan menyeramkan.
Luna menangis, tubuhnya gemetar ketakutan. Tubuhnya lelah, ia terduduk di sudut gang sambil terus terisak.
"Luna?"
Luna mendongak, dengan isakan tangis yang semakin deras.
"A-Altheo?"
"Astaga kau benar Luna? Apa yang kau lakukan di sini?"
Luna tak menjawab, ia semakin terisak. "Hei jangan menangis. Ayo ikut denganku."
Luna tak mampu menolak, ia bahkan tak mampu berucap. Ia masih merasa ketakutan. Altheo yang melihat keadaan Luna yang terisak dengan tubuh bergetar dan ada noda darah di tangan dan bajunya. Altheo tau, Luna sedang tak baik-baik saja.
Althea memapah Luna lalu membawanya masuk ke dalam mobilnya. Altheo memakaikan jasnya ke tubuh Luna. Luna pasti kedinginan. Altheo lalu melajukan mobilnya.
"Duduklah, akan kusiapkan air hangat untukmu."
Luna duduk di sofa kamar Altheo. Luna masih belum mau berucap dan terus menangis.
"Sini, biar kubasuh lukamu." Altheo datang membawa air dingin dan handuk juga beberapa obat luka. Ia melihat wajah Luna penuh luka lebam dan bekas darah. Dengan patuh Luna menuruti Altheo. Dia mendekatkan wajahnya, membiarkan Altheo mengompres luka lebamnya, lalu membasuh bekas darah, kemudian mengoleskan obat ke lukanya.
"Akh," rintih Luna.
"Maaf? Sakit ya? Aku akan pelan-pelan."
"Terimakasih," Gumam Luna pelan.
"Huh?" kernyit Altheo.
"Terimakasih karena telah mneolongku."
"Menolong? Aku hanya membawamu kemari Luna. Memang apa yang terjadi? Kenapa kau ada disana? Dan ini sudah larut. Juga lukamu ini? Dimana kau mendapatkannya? Siapa yang melukaimu? Katakan padaku, biar kubalas perbuatannya."
"Tidak." Luna mencekal lengan Altheo. Ia menggeleng pelan. "Tidak usah Altheo. Jangan dipikir. Itu sudah berlalu. Ini hanya luka kecil"
"Luka kecil? Lihat Luna, hampir seluruh wajahmu terluka. Aku bahkan hampir tak mengenalimu." Luna terkekeh. "Apa aku jelek sekarang?"
Altheo mengernyit heran. Ia menghela nafas kasar, lalu terkekeh. "Kau sedang terluka, tapi masih saja bisa bercanda."
Luna tersenyum, kemudian mengusap lengan Altheo. "Sekali lagi terimakasih. Aku tak tau harus pergi kemana tadi. Beruntung kau menemuiku."
"Aku tadi sedang memberi makan kucing liar disana. Lalu mendengar suara tangisan. Tak usangka itu diirmu Luna. Katakan apa yang terjadi? Kenapa kau disana?"
Luna menggigit bibirnya kasar. "Jangan menggigit bibirmu. Kau akan terluka."
Altheo mengusap lembut bibir Luna yang tadi ia gigit. Kemudian Altheo mengecup jarinya yang terkena darah segar Luna. Hal itu membuat Luna tertegun.
"Apa yang kau lakukan? Itu kotor."
Altheo menatap lekat manik mata Luna yang bersinar indah. Sama seperti hari-hari sebelumnya. Ia sangat menyukai binary mata itu. Sangat indah dan menggoda. Perlahan Altheo menangkup sebelah wajah Luna, menariknya mendekat hingga ia dapat merasakan deru nafas hangat Luna.
Hal itu membuat Luna berdebar. Sudah lama ia tak dapat perlakuan seintim ini. "A-altheo apa yang kau lakukan?"
"Luna? Kenapa kau masih tetap cantik? Bahkan saat wajahmu terluka."
Luna mengernyit, "Altheo hentikan."
Namun seolah tuli, Altheo mendekatkan wajahnya kemudian bibirnya hendak mengecup bibir Luna namun gadis itu mengelak.
"Altheo apa yang kau lakukan?"
"Maafkan aku," Altheo menarik tangannya, ia merasa canggung dan malu. Namun Luna mencekal tangannya. Tatapan mereka kembali bertemu.
Altheo meneguk ludahnya kasar. Kini Luna menatapnya begitu dalam. Tatapan yang mengundangnya untuk melakukan hal yang ingin ia lakukan tadi.
"Althe—"
"Mmphhh.."
Altheo mengecup bibir Luna dengan lembut, kemudian melumatnya. Mereka beradu lumatan, pangutan yang semakin dalam. Perlahan Luna mengalungkan tangannya ke ceruk leher Altheo lalu perlahan Altheo membaringkan tubuh Luna diatas sofa. Lalu ia menindih Luna diatasnya.
"Altheo.."
"Luna.."
Dan mereka kembali beradu cumbuan yang penuh gairah.
Bersambung