Daniel baru saja pulang dari kantornya, setelah seharian penuh ia disibukkan dengan jadwal meeting yang padat. Ditambah dengan tidak adanya Anji membuatnya kelimpungan. Sekretaris barunya juga tidak se cekatan Anji. Daniel akan mencari cara agar sahabatnya itu mau kembali menjadi sekretarisnya.
Daniel menelfon Luna saat ia berjalan menuju unit apartemennya. Namun Luna tak menjawab telfonnya. Daniel mengernyit saat melihat pintu apartemennya terbuka.
"Luna?" panggilnya, namun tak ada sahutan dari Luna. Ia pun mencari Luna ke segala sudut ruangan, hingga ia melihat rembesan darah mengalir di lantai tepat di sela meja makan di dapur.
"Rissa?" pekik Daniel panik. Sontak ia menghampiri Clarissa yang sudah tergeletak lemas di lantai sembari memegang kepalanya yang berdarah.
"Apa yang terjadi? Kenapa kau bisa seperti ini Sa?"
"D-daniel, sakittt." Rintih Clarissa kesakitan.
Daniel bergegas mengangkat Clarissa lalu membawanya ke rumah sakit.
"Bertahanlah," gumam Daniel meyakinkan Clarissa yang kini sudah tak sadarkan diri.
**
Luna mengerjapkan matanya, entah pukul berapa ia tertidur. Yang ia ingat terakhir kali, ia sedang bercumbu mesra dengan Altheo. Astaga, Luna menggeplak kepalanya.
"Apa yang sudah kulakukan?" gumamnya. Namun beberapa detik berikutnya, Luna tersentak. Ada lengan kokoh yang melingkar di pinggangnya. Sontak Luna berbalik dan mendapati Altheo yang tanpa menggenakan atasan tersenyum padanya.
"A-Altheo?"
"Morning, pretty?"
Cup
Luna mengerjap singkat. Ia membeku, tak dapat berkutik saat Altheo dengan santai mengecup bibirnya. Luna yang belum dapat mencerna apa yang dilakukan Altheo padanya. Dia mengulum bibirnya, lalu menyapu bibirnya dengan lidah, yang sontak hal itu mengundang hasrat Altheo untuk kembali menciumnya.
Luna membelalak saat Altheo menangkup pipinya lalu menariknya mendekat hingga taka da jarak diantara mereka.
"Masih pagi, Pretty. Kenapa kau sudah memancingku untuk memakanmu lagi." Bisik Altheo dengan suara serak khas bangun tidur yang sukses membuat bulu kuduk Luna meremang. Luna menggeliat mencoba menjauhkan wajahnya dari Altheo, namun tangan Altheo menahannya hingga hidung mereka kembali beradu.
"Jangan menjauh, aku ingin menatap permata indahku yang begitu cantik."
Luna meneguk ludah kasar, kenapa jantungnya dengan mudah berdebar? Ia bahkan tak dapat berkutik ketika Altheo mendekatkan wajahnya. Hingga tanpa sadar, Altheo kembali mengecup bibir Luna, menyapu bibirnya dengan lidah yang penuh saliva. Kemudian dengan lembut Luna dapat merasakan bibir Altheo mengulum bibirnya, kemudian ia memangutnya dengan terburu.
Kedua lengan kokoh Altheo dengan mudah mengangkat tubuh mungul Luna hingga kini gadis itu telah duduk diatas pangkuan Altheo. Seolah lupa dengan dunianya. Luna membalas lumatan Altheo dan melingkarkan kedua tangannya di ceruk leher Altheo.
Tangan Altheo perlahan menggerayang turun, kemudian masuk ke celah piyama tipis yang dikenakan Luna. Gadis itu melenguh diatas pangkuan Altheo dengan bibir yang melumat semakin dalam.Tangannya perlahan mengelus lembut ceruk leher hingga bahu Altheo seraya lidahnya yang semakin nakal bermain di dalam sana.
Altheo menyeringai puas menerima respon Luna kepadanya. Gadis itu sangat menikmati cumbuan Pria tamban dengan otot yang mengembang sempurna. Jemari kokoh Altheo menggerayang naik ke perut mungil Luna, semakin naik hingga menyentuh gumpalan kenyal dengan pucuknya yang sudah menegang.
Altheo memilin pucuk dada Luna hingga gadis itu melenguh nikmat. Bibirnya mengaga seraya meloloskan lenguhan-lenguhan nikmat. Pinggulnya di bawah terus bergerak, menggesek bagian sensitive Altheo yang telah menegang di bawah sana.
Altheo dengan cepat menarik wajah Luna, membawanya kembali dalam lumatan yang dalam. Tangannya perlahan melepas kancing piyama Luna lalu menanggalkannya dan melemparnya sembarang. Altheo dengan mudah membanting Luna hingga gadis itu terbaring lemah di bawahnya. Altheo segera mengambil langkan untuk naik ke atas Luna. Pria itu menghimpit gadis di bawahnya lalu kembali melumat bibirnya dengan rakus.
Lenguhan demi lenguhan nikmat terus lolos dari bibir Luna. Tubuhnya menggeliat di bawah sana. Dia tak sabar untuk dimasuki. Bahkan dengan nakal Luna menggerakkan pahanya ke selangkangan Altheo. Menggesek-gesek bagian kesejatian Altheo yang masih terbungkus rubric tipis nan pendek di bawah sana.
"Kau tak sabar, Pretty?" gumam Altheo menggoda.
Mereka beradu tatapan begitu dalam. Altheo dapat melihat dengan jelas bagaimana tatapan sayu Luna di bawahnya, tatapan yang begitu menuntut. Bibirnya mengaga tipis, dengan lidah yang menyapu bibirnya. Mengoleskan saliva basah pada bilah bibirnya yang semerah cherry.
Altheo meneguk ludahnya kasar. Ia begitu lapar, hasratnya menggebu, meledak-ledak di dalam sana. Ia tak sabar ingin segera memasuki Luna, dan menikmati tubuh indahnya yang telah lama ia idamkan.
Perlahan Luna menangkup wajah Altheo, tanpa melepas tatapan yang begitu memikat. "Lakukan," bisiknya serak.
Tanpa menunggu lama, Altheo langsung merauh bibir Luna, lalu beralih ke lehernya dan menghisapnya dalam, hingga menciptakan bekas kemerahan disana. Tangannya di bawah sana dengan lihai menanggalkan celana tipis Luna dan juga miliknya. Kini keduanya telah tak tertutup kain sedikitpun. Altheo melanjutkan aksinya, menindih tubuh Luna kemudian perlahan memasukkan miliknya ke dalam sana. Membuat Luna menjerit kesakitan.
Altheo menahannya untuk beberapa detik hingga dirasa tubuh Luna melunak, kemudian perlahan Altheo menggerakkan pinggulnya. Menghentakkan miliknya di dalam sana berkali-kali, tangannya tak tinggal diam. Ia meremas buah dada Luna yang begitu kenyal dan menggoda. Luna menjerit, mendesah, melenguh dengan nikmat. Kini hanya ada suara lenguhan, gesekan kulit dan suara dari bibir yang masih melumat.
Atmosfer kamar berubah menjadi panas, seiring hentakan dan lenguhan yang kian menggema di ruangan itu. Mereka melakukannya berkali-kali, bahkan tak terhitung berapa kali Altheo mencapai klimaksnya.
Mereka tak sadar, hari telah berubah siang. Dan mereka masih bergulat panas diatas ranjang dan melewatkan sarapan mereka.
Luna terkapar lemas, tenaganya terkuras habis, bahkan ia tak dapat membuka matanya. Altheo tersenyum melihat gadis di dekapannya itu terlelap. Ia mengusap lembut surai kehitaman sang gadis, lalu mengecup keningnya lembut. Lalu beralih mengecup kedua kelopak mata indahnya, pucuk hidung hingga berakhir di bibir sang gadis yang begitu lembut dan manis.
"Ngghhh.." lenguh Luna dalam tidurnya. Ia dapat merasakan sentuhan pada bibirnya meskipun masih terlelap, dan hal itu membuat Altheo terkekeh.
"Tidurlah, pretty. Aku akan menyiapkan makan siang untukmu. Kau sudah melakukannya dengan baik, pretty. Sebentar lagi kau akan menjadi milikku."
Cup
Altheo kembali mendaratkan kecupannya di kening Luna, kemudian ia beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk membasuh tubuhnya yang lengket akan keringat setelah bergulat panas dengan Luna.
**
"Dimana Clarissa?" Rendy bergegas lari dari parker rumah sakit. Baru saja ia menerima telefon dari ponsel Clarissa, namun orang lain yang berbicara di telefon. Dia adalah Daniel yang menelfon Rendy. Pria itu mengatakan bahwa Clarissa dilarikan ke rumah sakit karena terluka. Sontak Rendy bergegas menuju rumah sakit.
"Tolong katakan, pasien atas nama Clarissa ada di mana?" Tanya Rendy kepada Front office rumah sakit.
"Nona Clarissa saat ini masih dirawat di IGD."
"Ah, terimakasih."
Rendy pun bergegas pergi ke IGD. Ia mencari ke semua bilik, hingga akhirnya ia menemukan Clarissa yang terbaring di ranjang dengan seorang pria yang dia duga adalah Daniel sedang duduk di samping ranjang.
"Clarissa?"
Sontak Daniel berbalik mendengar ada suara laki-laki yang memanggil Clarissa.
"Apa kau Rendy?"
"Ya ini aku. Apa yang terjadi pada Clarissa? Kenapa kepalanya?"
"Aku tidak tau pasti bagaimana kejadiannya. Tapi beruntung aku segera menemukannya."
"Bagaimana kau bisa tidak tau? Sedangkan dia terluka di rumahmu!" Rendy meledak.
"Maaf? Tapi aku taka da di rumah." seketika bayangan Luna muncul di benak Daniel.
"Luna?" ia berjengit.
"Maaf Rendy. Tapi bisakah kau menjaga Clarissa? Ada sesuatu yang harus kuurus."
"Tap—" Rendy tak dapat melanjutkan kalimatnya. Daniel menepuk pundaknya dengan tergesa kemudian lari meninggalkannya dengan Clarissa.
"Dasar tidak bertanggung jawab." Gerutu Rendy kemudian ia duduk di kursi dekat ranjang.
Rendy menggenggam tangan Clarissa dengan lembut. "Sejak kapan kau menjadi bodoh seperti ini Sa? Dulu aku pernah mengiklaskanmu kepada pria yang kupikir akan membahagiakanmu. Tapi ternyata dia lebih brengsek dari dugaanku. Dan sekarang, kau justru terjerat ke dalam cinta segitiga yang rumit. Tidakkah bisa kau melirikku sekali saja?"
Bersambung