"Rendy?" seru Clarissa.
"Kenapa kau begitu terkejut, seperti melihat hantu?"
Pria yang dipanggil Rendy itu melangkah mendekat ke arah Luna. Lalu ia duduk dengan santai diatas sofa putih ruang tamu. Dirinya seperti pemilik rumah, padahal sejatinya ia hanya seorang tamu.
"Tsk!" Clarissa berdecak, lalu ikut duduk di samping Rendy.
"Ada apa kau kemari? Dan juga, bagaimana kau bisa masuk? Sepertinya aku tak lupa mengunci pintu rumahku."
Rendy terkekeh, lalu menatap Clarissa. "Hei, aku bukan orang yang baru kenal 2-3 hari denganmu. Aku ini sahabatmu dari kecil. Bahkan celana dalam dan merek pempers mu saja aku masih ingat.
"Sialan kau Ren! Yang begitu saja kau ingat! Tak bisakah mulutmu itu dicuci dan diberi jaring, agar ucapanmu sedikit terfilter."
"Sudahlah Sa, tak usah heran begitu. Kau tau sendiri aku bagaimana? Jangan berlagak seolah kau baru mengenalku."
"Ya, ya , ya, terserah apa katamu. Sekarang katakan apa maumu? Kenapa kau kemari?"
"Pertama, perlu kusarankan padamu untuk memperbaiki pintu belakang sebelah dapur."
"Jangan bilang kau masuk lewat sana?" Clarissa melayangkan tatapan tajam pada pria di sampingnya. Rendy pun mengangguk tanpa dosa.
"Ya, begitulah. Hanya pintu itu yang bisa kubuka dengan mudah. Sebaiknya kau segera mencari tukang, sebelum ada pria mesum yang menyelinap masuk ke dalam rumahmu."
Clarissa melirik sengit sahabatnya itu. "Sepertinya pria mesum itu telah berhasil masuk, dan sedang duduk di sampingku."
"Sialan kau Sa. Tentu saja aku tidak mesum."
"Lalu apa? Jika bukan mesum?"
"Aku hanya pria seksi, yang tak ingin menyia-nyiakan nikmat dunia. Nanti Tuhan marah padaku, karena menolak surga dunia yang ia tawarkan."
"Sialan kau Ren. Bicara denganmu hanya membuatku naik pitam. Lebih baik kau pergi sekarang. Sebelum otakmu semakin gila dan mengotori rumahku."
"Weeiitttsss!! Tenang dulu Sa. Aku hanya ingin melihatmu saja. Lagipula, aku penasaran. Siapa pria yang tinggal di rumahmu belakangan ini? Dia..." Rendy mengelus dagu dengan jemarinya. Keningnya sedikit berkerut, seolah dia sedang berpikir.
"Lumayan oke. Pacar barumu?" sambung Rendy.
"Bagaimana kau tau ada pria tinggal di rumahku?"
"Mudah saja. Aku seminggu lalu kembali ke Phuket. Lalu berniat mampir ke rumahmu. Tapi setiap kali aku datang, aku melihat kau sedang bersama pria itu." Rendy menampilkan wajah meledeknya.
"Dan, Sa. Kau sangat lihai diatas ranjang."
Seketika Clarissa melayangkan pukulan pada bahu Rendy. Berkali-kali dengan brutal.
"Sialan Kau Ren! Dasar mesum! Tak tau diri! Bisa-bisanya kau mengintipku! Dasar gila! Mesum!"
"Hei, hentikan! Sa hentikan please! Sakit Sa! Aw!" Rendy berusaha menangkis pukulan Clarissa. Namun wanita itu memang sangat brutal. Rendy sering kalah dari serangan Clarissa saat mengamuk seperti ini.
Setelah puas memukul Rendy. Clarissa kembali duduk dan merapikan rambutnya yang berantakan.
"Oke, cukup ya Sa? Pukulanmu memang tak bisa diremehkan." Puji Rendy seraya memijit lengan dan bahunya yang terasa nyeri akibat pukulan Clarissa.
"Siapa suruh kau mesum!"
"Aku tak sengaja melihatnya. Saat itu kukira rumah kosong. Dan pintu belakang juga belum kau perbaiki. Yasudah aku masuk. Tapi tak kusangka kalian sedang mencari peluh di ranjang." Rendy terkekeh pelan seraya melirik sahabatnya yang menatapnya tajam.
"Jadi, dia pacar barumu?"
Clarissa tak menjawab. Ia memilih merapikan rambutnya yang masih berantakan.
"Lalu bagaimana dengan Ma—"
"Sssst! Jangan sebut namanya. Aku membenci bajingan itu!"
"Oh wow? Benci kau bilang? Wah, suatu perubahan yang sangat besar, Sa. Tak kusangka, orang yang sangat kau cintai. Kau puja-puja, bahkan kau rela mengorbankan nyawa deminya. Sekarang kau bisa membencinya? Aku penasaran, apa yang terjadi pada kalian sampai kau membencinya."
"Banyak hal bisa terjadi. Jangan membahasnya. Aku muak."
"Oh, o-okay." Rendy sedikit takut ketika sahabatnya ini sudah mode maung.
"Hanya itu alasanmu kemari? Tak ada hal lain?"
"Apa kau kecewa karena aku datang tanpa berita? Apa salah seorang sahabat menemui sahabat kecilnya? Dan memastikan keadaannya baik-baik saja?"
"Tak usah banyak cakap! Katakan apa maumu."
"Wah, sahabatku ini memang sangat peka." Rendy merentangkan lengannya mencoba memeluk Clarissa.
"Jangan macam-macam. Ingat, aku tak bernafsu padamu."
"Aw, sakitttt." Rendy memegang dada kirinya, seolah jantungnya sakit karena patah hati.
"Clarissa. Kamu ini, berdosa bangettttt!!"
PLAK
"Dasar buaya rawa. Mulut mu itu harusnya dibersihkan dengan sikat WC. Biar kotorannya pada hilang. Menjijikkan."
"Dan kau belajar dari mana kata-kata menggelikan itu? Sumpah Ren! Kau seperti anak ABG labil yang lagi nyari betina di musim kawin."
"Sialan kau Sa. Kau pikir aku anjing jantan, yang lagi nyari betina."
"Loh bukannya kita memang anjing?"
"SERIGALA! Please Sa, jangan menghancurkan martabat kita sebagai Werewolf."
"Ah,maaf? Aku sampai lupa hal itu. Sudah lama aku tidak melakukan Shift. Dan menjajakkan kakiku di hamparan salju."
"Salju saja kau ingat. Kau bahkan bisa menjajakkan kakimu sekarang di hutan. Itupun jika kau mau."
"Ide yang bagus. Lagipula aku sedang galau. Ada baiknya aku berjalan-jalan dengan wujud serigalaku."
"Galau kenapa? Ditinggal kekasihmu?"
Seketika wajah Clarissa murung. Ia mengangguk dengan lemas.
"Memang dia kemana? Kulihat kau mengantarnya ke Bandara."
"Kau menguntitku ya?"
"Sedikit. Jadi kemana kekasihmu pergi?"
"Bangkok." Gumam Clarissa parau.
"Wow. Ibukota? Kau tak mau menyusul? Lagipula aku juga tinggal di Bangkok. Kau bisa mampir ke rumahku kapan-kapan."
Clarissa menggeleng pelan. "Tidak mungkin aku kesana. Kau tau kan, aku harus menjaga pulau ini."
Rendy menegakkan bahunya, seketika raut wajahnya berubah menjadi serius.
"Sa, sebenarnya ada hal penting yang menjadi tujuanku kemari. Bertemu denganmu, dan mengatakan hal ini."
Clarissa mengernyitkan keningnya, menatap Rendy penuh tanya.
"Apa itu?" Tanya Clarissa.
"Aku menemukan jejak adikmu."
"APA?!" Clarissa seketika bangkit dari duduknya. Ia menatap tak percaya sahabatnya itu.
"Kenapa kau baru mengatakannya sekarang? Kenapa tak dari awal kau mengatakan padaku! Kau tau, ini sangat penting untukku!"
"Maaf? Tapi aku tak ingin mengganggu waktumu dengan kekasihmu itu. Kulihat kau sangat bahagia. Jadi aku tak mau merusak moment kalian."
"Sialan Ren! Tapi berita tentang adikku lebih penting dari segalanya. Kau tau, tujuan hidupku ini hanya untuk menemukan adikku. 23 tahun aku kehilangan dia. Dan selama itu aku berusaha mencarinya. Dan sekarang saat kau mendapatkan jejaknya. Kenapa harus kau tunda mengatakan padaku."
"Ya maafkan aku Sa. Sudah kubilang aku tak mau mengganggu moment kalian."
"Oke! Lupakan. Sekarang katakan apa saja yang kau dapat tentang adikku?"
"Aku tinggal di Bangkok sudah lebih dari 5 tahun. Dan selama itu aku tak pernah melihat keberadaan SIRON. Sampai beberapa bulan belakangan ini, aku beberapa kali melihat anggota SIRON di beberapa tempat di Bangkok. Dan aku yakin, mereka mencium keberadaan adikmu disana."
"Tak bisa dibiarkan! Aku harus kesana. Aku harus mencari adikku, dan menemukannya sebelum SIRON menangkapnya."
"Tapi kau sendiri yang mengatakan, bahwa kau tak boleh pergi dari pulau ini."
"Tak apa. Ada Vasko yang bisa kuandalkan menjaga pulau ini. Sementara itu, aku akan ikut denganmu ke Bangkok. Kau harus membantuku mencari adikku."
"Apa imbalan untukku?" goda Rendy.
"RENDY!" seru Clarissa dengan nada membentak.
"Oke, aku bercanda. Tentu saja aku akan membantumu. Jika tidak, untuk apa aku jauh-jauh ke Phuket mencarimu."
"Bagus. Besok kita berangkat kesana."
"Okay. Jangan lupa mengabari kekasihmu. Dia pasti sangat senang mendengar kau akan kesana."
"Tentu saja. Hal itu yak boleh kulupakan. Daniel akan sangat terkejut melihat kedatanganku." Ujar Clarissa menyeringai.
*
*
Bersambung