"Selamat." Gumam Luna lirih tanpa mau menatap mata pria yang hampir setahun ini menjadi kekasihnya.
"Luna aku bisa jelaskan."
"Tidak!" Tukas Luna. Ia berbalik lalu menatap tajam pria yang beraut wajah kusut itu.
"Tidak ada yang perlu kau jelaskan. Wanita itu telah mengatakan semuanya padaku." Luna menggigit bibirnya kasar, ia menahan amarah agar tak meledak disana.
"Luna kumohon dengar—"
"Diam!" bentak Luna dengan nada meninggi. Luna berjalan mendekat kea rah Daniel dengan tatapan tajam yang tak lepas dari mata Daniel.
"Sudah kukatakan, kau tak perlu menjelaskan apapun lagi. Bukankah sudah jelas? Kau menghilang hampir sebulan, meninggalkanku tanpa kabar." Luna terkekeh lirih. "Aku seperti wanita bodoh yang mencari tunangannya kesana-kemari. Bahkan aku sampai merelakan hidupku untuk mencarimu. Aku melepaskan pekerjaanku. Aku seperti orang gila mencarimu. Awalnya kupikir kau hanya ingin sendiri untuk beberapa waktu. Tak kusangka kau akan pergi selama itu. Ada dugaan kecil dari pikiranku. Bahwa kau pergi bersama wanita lain. Namun aku berusaha menepisnya dan berpikir positif bahwa kau pergi memang hanya untuk menenangkan dirimu. Tapi kini, dugaan yang aku tepis begitu saja. Datang menghampiriku. Dan kenyataan pahit itu benar-benar terjadi di depan mataku!"
"Anak yang selama ini kita impikan. Ternyata lahir dari rahim perempuan lain. Tidakkah kau merasa terlalu jahat padaku Daniel? Kau kelewatan!"
"Luna? Bukan begitu, kumohon dengarkan aku. Aku salah, aku minta maaf? Tapi percayalah Luna. Aku hanya mencintaimu—"
"DIAM!!!!" Teriak Luna marah. Dia tak bisa lagi menahan amarahnya.
"Tak tau malu! Masih berani kau mengatakan cinta padaku? Disaat ada wanita lain yang datang ke rumah kita, dan ternyata dia sedang mengandung anakmu! Apa kau pikir aku wanita bodoh! Yang bisa kau tipu dengan mulut manis dan ucapan cintamu itu!"
Luna berlalu pergi, ia tak tahan lagi. Melihat wajah Daniel hanya membuat amarahnya semakin meledak.
"Luna tunggu,"
Luna tak mengiraukan panggilan Daniel. Ia berlari pergi, keluar dari rumah sakit yang menyesakkan itu. Daniel mengejarnya namun seorang dokter memanggilnya.
"Tuan Daniel?"
Daniel terpaksa menghentikan langkahnya, dan menghampiri dokter.
"Ya ada apa dokter?"
"Pasien sudah siuman, dan dia menanyakan anda Tuan Daniel. Sebaiknya anda menemui Nona Clarissa terlebih dulu."
"Ah begitu, baik dokter."
Dokter itu berlalu pergi meninggalkan Daniel yang tengah gundah. Ia harus pergi menyusul Luna atau pergi menemui Clarissa. Wanita yang tengah mengandung anaknya.
Pada akhirnya Daniel memilih pergi menemui Clarissa.
"Luna mungkin perlu waktu sendiri saat ini. Lebih baik aku membiarkannya. Kuharap besok kau sudah memaafkan aku dan kita bisa membicarakan ini Luna." Gumam Daniel.
**
Luna berlari menyusuri malam kota. Ia menangis sejadinya, hatinya hancur. Di tengah kehancuran hatinya, hujan turun seolah tau perasaan Luna yang telah hancur saat ini. Apakah ia masih bodoh? Luna bahkan masih memiliki harapan kecil, bahwa Daniel akan mengejarnya. Namun sejauh ia berlari. Daniel tak pernah datang. Disana ia tersadar, bahwa benar Daniel telah membuangnya demi wanita lain yang telah berhasil mengandung anaknya. Anak yang mereka impikan bersama.
Luna memilih untuk pulang ke apartemennya. Bukan untuk tidur dan melupakan yang terjadi malam itu. Melainkan untuk mengambil barang-barangnya disana. Luna mengambil koper dan tas besar yang ia miliki. Ia mengemas semua pakaian dan barang-barang miliknya ke dalam koper.
"Ros, kau dimana?" tanya Luna dengan isakan yang terdengar jelas dari seberan g telefon.
Rosa mengernyit. "Aku di rumah, ada apa kau menelfon larut malam begini Na?
"Aku akan kesana,"
"Selarut ini?"
"Tunggu aku."
"Tapi Lun—"
Bip.
Luna memutus sambungan telfonnya, membuat Rosa gelisah. Pasalnya ia mendengar isakan Luna dan suara yang bergetar. Rosa tau, bahwa sahabatnya sedang tidak baik-baik saja.
**
"Luna apa yang terjadi?" Rosa terkejut melihat bagaimana keadaan Luna saat sapai di apartemennya. Sahabatnya itu basah kuyup dengan raut wajah kusut, rambut berantakan dan dia dapat melihat mata sembab yang tebal di wajah sahabatnya. Rosa menatap penuh gelisah, dan seketika Luna menangis.
Rosa dengan cepat memeluk sahabatnya. Membiarkan sahabatnya menangis di pelukannya.
"Ada apa Na? Katakan padaku? Siapa yang membuatmu seperti ini?"
Luna tak bergeming, ia terus menangis dengan isakan yang semakin kencang. Bahkan Rosa dapat merasakan tubuh sahabatnya bergetar seiring isakan yang semakin kencang.
"Ayo masuk dulu, kau harus mengganti pakaianmu"
Luna mengangguk pelan tanpa tenaga. Mungkin saja tenaganya telah habis karena menangis sepanjang malam.
Rosa membiarkan sahabatnya masuk ke kamarnya, sedangkan ia menarik koper-koper besar yang dibawa Luna. Ia dapat menyimpulkan bahwa Luna telah pergi dari apartemennya dengan Daniel. Dan Rosa tau, bahwa kali ini masalahnya lebih besar dari yang sebelumnya. Hubungan percintaan memang serumit itu.
**
"Minumlah," Rosa menyodorkan Mug berisi coklat hangat yang cocok untuk menghangatkan tubuh setelah kehujanan.
"Terimakasih," ujar Luna pelan bahkan hampir tak terdengar. Wanita itu tengah duduk di atas sofa merah di ruang tengah apartemen sahabatnya. Luna telah berganti pakaian. Dan kini ia tengah mengenakan piyama dengan selimut yang melingkar di tubuhnya. Rosa sengaja mengenakan selimut tebal pada tubuh sahabatnya agar dia tak kedinginan.
"Sekarang ceritakan semuanya padaku." Pinta Rosa yang begitu pensaran sejak Luna datang ke rumahnya tadi.
"Ros," luna menatap sahabatnya dengan mata yang berembun. Air matanya sudah siap tumpah bahkan sebelum ia mengatakan penyebab ia menangis mala mini.
"Katakan saja. Pelan-pelan, jangan terburu Na. Aku akan mendengarkan semuanya. Alasan kenapa kau menangis dan mengetuk pintu rumahmu tengah malam begini."
"Maafkan aku? Aku kembali mengganggumu."
Rosa berdecak. "Bukan itu. Aku sama sekali tak terganggu akan kedatanganmu di tengah malam begini Na. Tapi aku sangat penasaran. Hal apa yang membuatmu seperti ini? Katakan Na."
"Daniel,,," Luna menjeda ucapannya. Wajahnya kembali menunduk, dan tangannya yang menggenggam mug coklat kini kembali bergetar.
"Daniel selingkuh," Dan detik berikutnya, air mata yang ia tahan sejak tadi kembali tumpah begitu saja.
Rosa dengan cepat meraih lengan Luna lalu memeluknya. Rosa memejamkan matanya, tanpa sadar air matanya ikut tumpah. Sudah ia duga, kecurigaannya selama ini. Sikap Daniel yang sedikit berubah pada sahabatnya, penundaan pernikahan, orang yang dipanggil baby dalam telfon, semuanya sudah menunjukkan bahwa Daniel bermain nakal di belakang Luna.
"Kenapa Ros? Kenapa dia tega melakukannya? Apa kurangnya aku? Apa aku kurang cantik? Apa aku sangat jelek hingga Daniel memilih wanita lain? Bahkan,,,," Luna semakin terisak dalam pelukan Rosa. "Wanita itu, tengah mengandung anak Daniel."
DEG
Rosa tertegun mendengarnya. Ia melepas pelukannya lalu menatap Luna lekat.
"APA?!" pekik Rosa tak terima.
Luna mengangguk dengan sesenggukan, air matanya mengalir begitu deras membasahi pipi mungilnya yang begitu kusut.
"Ya Ros. Pada akhirnya, Daniel memilih wanita lain untuk mengandung keturunannya."
Rosa terenyuh, hatinya ikut remuk mendengarnya. Betapa sakitnya hati Luna saat ini. Ia begitu mencintai Daniel. Namun pria itu dengan tega mengkhianatinya dengan wanita lain. Bahkan anak yang selalu Luna ceritakan, Anak yang selalu diimpikan Luna bersama Daniel. Pada akhirnya, akan lahir dari rahim wanita lain. Yang telah menjadi penyebab hancurnya hati Luna.
Bersambung