Tiga tahun menjalin hubungan yang tak lagi harmonis membuat Aiden Alves selalu menghabiskan waktu untuk meminum alkohol dan mabuk mabukkan, meskipun demikian, sedikitpun Aiden Alves tak punya niat untuk mengakhiri hubungan tersebut, sebab sudah sangat mencintai Lucianne.
"Setidaknya lakukan sesuatu untuk hubungan kalian, apa kau akan terus seperti itu?" Tanya Lucas. Sedang Aiden Alves kembali meneguk cocktailnya.
"Luci hanya sibuk dengan pekerjaannya, dia tak melakukan hal lain. Itu tidak masalah." Balas Aiden Alves yang selalu mempercayai kekasihnya, dan tidak ingin memikirkan apapun.
"Yah, aku percaya. Luci tidak akan mengkhianatimu. Namun setidaknya, ia juga harus tahu, jika terkadang kau membutuhkannya untuk ada di sampingmu. Tidak mungkin kau tak merindukannya jika ia sedang tak di negara ini dalam waktu yang lama."
"Hanya sampai kita menikah Lucas, dan di saat kita sudah menikah nanti. Luci sudah tidak akan bekerja lagi, kita sudah sepakat untuk itu."
"Yah, baiklah... semoga semua berjalan dengan lancar Aiden, dan bisakah kita pulang sekarang? Kau sudah mabuk." Balas Lucas yang langsung beranjak dan memapah tubuh Aiden Alves keluar dari sana.
Mobil melaju meninggalkan Club, melintas distrik tua di pinggiran kota yang masih nampak ramai oleh pejalan kaki, juga beberapa kendaraan lainnya yang melintas.
Aiden Alves melempar pandangan ke luar jendela, memandangi jejeran pohon maple di hampir pinggiran trotoar, ia merasa sudah meminum banyak alkohol, namun mengapa ia masih belum menghilangkan, ataupun melupakan kesedihan hatinya saat ini. Bahkan tak yakin akan bisa melupakan semuanya.
"Apa kita akan kembali melintasi jalan itu?" Tanya Aiden Alves saat mengingat pernah melihat sosok gadis yang tengah duduk di sebuah kursi sore itu. Entah mengapa ingatan Aiden Alves menjadi sangat kuat malam ini, dan ia pun tidak tahu, mengapa harus gadis yang sama sekali tak di kenalnya, masuk kedalam pikiran dan ingatannya.
"Maksudmu? Jalan... "
"Aku pernah melihat seseorang di sana.." Balas Aiden Alves.
"Seseorang? Siapa?"
"Entahlah... aku tak mengenalnya, namun pernah bertemu dengannya." Jawab Aiden Alves memijat pangkal hidungnya.
"Seorang gadis?"
"Yah," Angguk Aiden Alves.
Baguslah, batin Lucas yang tiba tiba merasa egois dan menginginkan Aiden Alves jatuh cinta kepada wanita lain. Sebab tak ingin melihat Aiden Alves tertekan atas hubungan yang ia lihat sudah tak harmonis lagi. Dan entah mengapa perasaannya selalu mengatakan jika Lucianne telah berkhianat dan tak lagi setia. Meski Aiden Alves selalu menaruh kepercayaan penuh pada wanita itu.
"Lihatlah... Dia di sana... " Gumam Aiden Alves saat kembali melihat sosok yang tak asing tengah duduk di sebuah kursi taman tepat di pinggiran trotoar seperti biasa.
"Siapa?" Tanya Lucas yang langsung memperlambat laju mobil dan ikut mengalihkan pandangan keluar jendela. Ada banyak para pejalan kaki yang melintasi trotoar, lalu di mana gadis yang sudah menarik perhatian Aiden Alves. Sedang di sana terlihat banyak wanita.
"Gadis itu.. Gadis menyebalkan.. " Jawab Aiden Alves yang membuat Lucas semakin bingung, sejak kapan gadis yang menyebalkan malah membuat Aiden Alves tertarik.
"Kau mulai menyukai dan tertarik dengan gadis yang menyebalkan sekarang? Aiden, sebaiknya.... " Kalimat Lucas terhenti saat mendapati Aiden Alves yang sudah memejam, bahkan terlihat pulas.
"Ahh... sudah ku duga. Kau hanya berhalusinasi. Aku bahkan berharap kau benar benar tertarik dengan gadis lain," Ucap Lucas kembali melajukan mobilnya.
"Apa ini sudah menjadi tempat favoritmu?" Tanya Alfie Glad menyodorkan cup coffe kepada Hanna Eldora yang masih menikmati tiupan angin di malam itu.
"Yah, aku menyukai tempat ini." Angguk Hanna Eldora meneguk coffe-nya untuk menghangatkan tubuh, saat angin malam mulai bertiup kencang, sebab sebentar lagi musim dingin akan tiba.
"Baiklah, tapi bukankah kita harus pulang? Kita sudah cukup lama di sini, kau bisa membeku. Coffe ini tak akan cukup untuk menghangatkan tubuhmu." Balas Alfie Glad melilitkan syal ke leher Hanna Eldora .
"Baiklah, apa kau akan kembali ke restaurant?"
"Hm, sepertinya aku akan lembur malam ini,"
"Dan tidur di sana lagi?"
"Yah,"
"Kau tak punya rumah?" Tanya Hanna Eldora menyeruput coffe-nya.
"Aku tidak betah di rumah sendirian."
"Lalu apa bedanya dengan di Restaurant? Kau juga sendirian kan saat restaurant-nya tutup?"
"Setidaknya hanya ada satu kamar, dan tak ada ruangan lainnya. Aku juga masih bisa mendengar suara kendaraan berlalulalang, tidak begitu sepi seperti di rumah."
"Kenapa kau tidak berkencan saja dan.... "
"Ssstt... " Potong Alfie Glad yang langsung menempelkan jari telunjuknya ke bibir Hanna Eldora.
"Kita pulang sekarang." Sambungnya.
"Baiklah, mungkin aku akan langsung tidur, " Angguk Hanna Eldora beranjak dari duduknya dan mengikuti langkah Alfie Glad.
"Tidur?"
"Hm, akhir akhir ini Kak Enz cukup sibuk, aku bahkan nyaris tak pernah bertemu dengannya jika di rumah. Kau tahu jika dia baru saja menginvestasikan sahamnya ke sebuah perusahaan besar di kota ini."
"Tapi kau tidak apa apa kan?"
"Tentu saja, aku sudah terbiasa. Lagi pula aku memiliki Charlotte,"
"Bagaimana dengan uncle Young dan aunty Karine? Apa mereka tidak memiliki rencana untuk menghabiskan liburan musim dingin di sini?"
"Sepertinya tidak. Ayah cukup sibuk, begitu juga dengan ibu. Dan aku rasa uncle Miezko dan aunty Zemira juga demikian. Tak mengunjungimu di musim dingin."
"Hm, mereka juga sibuk."
"Dan kita terabaikan."
"Ada aku Anna,"
"Yah, hanya kau... "
"Hei, jawaban seperti apa itu? Apa kau mulai mosan padaku?"
"Yah, " Angguk Hanna Eldora yang langsung melangkah meninggalkan Alfie Glad yang masih melongo. Sebelum akhirnya tersadar dan ikut berjalan menjejeri langkah gadis itu.
"Apa ini cukup hangat?" Tanya Alfie Glad saat meraih telapak tangan Hanna Eldora untuk di masukan ke dalam saku mantelnya.
"Hm, ini sangat nyaman," Angguk Hanna Eldora tersenyum lebar. "Apa kita akan naik Bis?"
"Hm, kita akan menunggu di sana," Balas Alfie Glad, berjalan menuju halte, untuk menunggu Bis terkahir. Bahkan tak menunggu lama mereka langsung mendapatkan Bis yang terakhir. Duduk di kursi jejeran paling belakang tepat di samping jendela.
Mengalihkan pandangan ke luar jendela, Hanna Eldora terlihat menarik nafas dalam, saat tak sengaja mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, di mana pertama kali bertemu pria asing itu. Pria menyebalkan yang cukup membuatnya kesal.
Bukankah dia sangat menyebalkan, kenapa aku malah jadi mengingatnya? Apa karena melintasi jalan ini? Bukankah aku selalu melewati jalan ini? Tapi kenapa hanya pria itu yang ada di otakku? Apa otakku mulai bermasalah? Batin Hanna Eldora yang tanpa sadar menggelengkan kepalanya hingga berulang kali, berharap ingatan akan pria itu bisa hilang seketika seperti ia membalikkan telapak tangan.
* * * * * *
Bersambung...