Seina tak bisa tidur memikirkan Elan yang memeluknya erat, Elan menjadi hangat dan perhatian.
"Aku suka kamu Elan, aku juga suka gayamu," seru Seina berbicara sendiri dalam kamarnya.
Ada hasrat menggebu dalam diri Seina saat ia sendiri dan hanya memikirkan Elan, namun saat Seina berdekatan dengan Elan, ia mengucilkan nyalinya dan bertindak seperti orang bodoh.
"Tapi kenapa aku juga memikirkan Vino? Aduh.... Ribet!"
Jika ada seseorang yang melihat perilaku Seina saat itu, pasti akan dianggap seperti orang gila.
"Semuanya sudah berakhir, aku sudah nggak dekat lagi dengan Elina," Lagi-lagi Seina bergumam sendiri, dikamarnya sendirian menjadikan Seina leluasa mengeluarkan semua unek-uneknya.
Meskipun segitu Seina tetap senang telah dipeluk oleh Elan, Seina berjongkrak-jangkrik dalam kasurnya seperti orang yang kesurupan.
"Aku rasanya sudah gila!" teriak Seina tanpa henti dan bernyanyi layaknya konser, kasurnya ia jadikan panggung dan ia mengambil botol minuman untuk ia jadikan microphone, meskipun tak ada yang melihatnya, Seina berlagak seolah banyak penonton yang bertepuk tangan horai.
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, Seina sadar untuk mengecilkan suaranya, takut mengganggu tetangga kostnya.
Berharap Seina bisa memejamkan matanya, namun ia tak kunjung juga mengantuk, padahal Seina sudah mengeluarkan suaranya dan lelah namun tetap saja rasa senang mengalahkan rasa kantuknya.
**
Elina mendekati Seina dan bertanya apa yang dilakukannya sampai Seina tidak berangkat sekolah tanpa keterangan.
"Kamu sakit?" ucap Elina mengerutkan alisnya.
Terlihat rasa khawatir pada Elina.
Seina menggeleng tanpa menjawab dengan kata-kata, Seina ingin sekali dekat dengan Elina seperti dulu, tetapi masih butuh waktu, meskipin mereka setiap hari ketemu dan sering saling sapa, tetapi masih tersisa sedikit rasa canggung.
"Kamu udah makan?" ucap Elina kembali menanykan pada Seina.
"Sudah Na, kamu sendiri?"
"Sudah."
Vino datang dengan wajah cemberut, tidak biasanya Vino berekspresi tak ceria apalagi jika ia bertemu dengan Seina. Vino selalu menampakkan wajah gantengnya didepan Seina. Baju Vino bahkan terlihat kucel tak di setrika, banyak lipatan tak rapi.
"Vin, tumben kamu cemberut?" ucap Seina.
Sungguh diluar dugaan, Vino tak melirik Seina sedikitpun, bahkan Vino melewati Seina begitu saja.
"Ada aku kali, jadi dia begitu," pekik Elina.
Ada yang terasa aneh, jika mungkin karena Elina dekat dengan Seina tiba-tiba Vino berubah begitu saja. Bahkan sebelumnya Vino tetap langsung rusuh dan bergabung dengan Seina meskipun Vino tak menyukai Elina.
"Na, nanti kulanjut lagi ya? Aku ngobrol dulu sama Vino," ucap Seina.
"Oh gitu ya, ya udah," jawab Elina menciutkan suaranya.
"Kamu nggak masala kan?" Seina menatap Elina dan berusaha supaya Elina tak salah paham dengannya.
"Iya nggak masalah, tenang aja,"
Padahal Seina tak menyuruh Elina untuk pergi, namun Elina seperti mengerti dari ucapan Seina walaupun tak mengucapkan langsung secara jelas.
**
Seina mendekati Vino dan memegang tangan Vino untuk membuyarkan suasana yang sedari tadi Vino tak mencoba bersua. Ada yang tampak aneh pada Vino.
"Kamu sakit?" Seina mengecek suhu tubuh Vino melalui tangan Vino.
Vino menjauhi tangannya, tak ingin bersentuhan sedikitpun dengan Seina.
"Kamu kenapa? Ada maslah apa?"
Seina menatap Vino dengan lebih seksama, wajah Vino sendu dan tak bergerak, matanya tak melihat Seina dan hanya lurus kedepan.
"Kamu Vino kan? Atau kamu kesurupan?" ucap Seina dengan pertanyaan konyol, kalau saja Vino masih seperti sebelumnya, ia sudah jahil dan tertawa saat Seina mencoba membuat kelucuan, tetapi kini Vino hanya terdiam dan tak bergerak. Hanya diam mematung.
Seina kembali mencoba memegang tangan Vino yang ia sembunyikan dibalik mejanya, "Kamu kenapa? Kamu sak.... It?" ucap Seina, Vino dengan sengaja menolak untuk disentuh oleh Seina.
"Kamu kenapa sih!" seru Seina meninggikan suaranya, hampir habis kesabaran Seina membujuk Vino yang masih terdiam tanpa ada suara. Seluruh siswa lainnya menatap Seina dan Vino, menjadi bahan perhatian, bahkan diantaranya ada yang berbisik. Saat Seina melirik beberapa gerombolan orang yang berbisik, mereka seolah tak melihat Siena dan Vino, mereka mencoba menyibukkan dirinya.
"Kamu kemarin mau bilang ada gosip? Gosip apa? Tentang Elina dan Elan ternyata masih satu kerabat jauh?" pekik Seina terus memancing Vino untuk menceritakan apa yang akan ia keluarkan mengenai gosip yang sudah beredar.
"Apa gosip itu sudah tak penting lagi?" pekik Seina, Seina tak hentinya bertanya pada Vino, menskipun Vino terdiam seperti patung yang tak bernyawa, Seina tetap mencoba mendekati Vino.
Hingga salah seorang teman lainnya mendekati Seina, "Sey... Itu dipanggil Elan."
"Hah Elan? Dimana?" tanya Seina pada temannya itu.
Vino yang sedari tadi bungkam langsung memandang Seina, sempat Seina melirik Vino yang menatapnya dengan tatapan tajam. Seina saja merasa takut dengan tatapan Vino.
"Vin.... Kamu baik-baik aja kan?" Seina kembali berucap pada Vino sebelum pergi menemui Elan.
Seina menunggun jawbaan dari Vino sampai Elan masuk ke kelas mereka.
Vino melirik Elan yang sedang berdiri di pintu mencari Seina.
"Tuh udah nunggu," unjuk Vino.
Seina menengok ke belakangan dan Elan tersneyum padanya.
Kini Seina bingung apakah ia harus keluar atau tetap menemani Vino dan mencari tahu tentang apa yang terjadi pada Vino.
Elina tak menatap Elan sedikitpun, suasana menjadi kacau.
Elina sudah tak dekat lagi dengan Elan, Vino yang berubah dan Elan yang terus mendekagi Seina.
"Lan.... Ada apa?" pekik Seina.
Elan diam-diam melirik Elina. Kemudian Elan menarik tangan Seina keluar kelasnya.
Vino seketika berdiri dengan wajah penuh emosi.
Namun Seina tak sempat berbicara dengan Vino, tangan Seina sudah terlanjur ditarik oleh Elan.
**
"Ada apa sih Lan? Kamu kenapa? Kamu mau ngomong apa?"
Seina terlihat tidak tenang dan dilihatnya seperti sedang terburu-buru.
"Kamu lagi ditunggu? Ko nggak tenang gitu?" ucap Elan.
"Enggak," jawab Seina singkat.
"Terus?"
Meskipun Seina mencoba mengelak, namun dari gelagatnya tak bisa dibohongi. Seina menunggu Elan berbicara setelah itu ia kembali pada Vino.
"Aku hanya ingin istirahat bareng kamu aja, kamu mau makan apa?" pekik Elan menawarkan apa yang sedang Seina mau, sedangkan Seina tak nafsu untuk makan apapun. Seina hanya ingin bertemu dengan Vino.
"Aku cuma mau Vino," pekik Seina tanpa sadar ia ucapkan didepan Elan.
Elan terdiam dan terkejut.
"Maksud aku.... " Seina susah untuk beralasan lagi, hati dan niatnya hanya ingin berbicara dengan Vino bukan Elan. Seina hanya ingin menemui Vino dan berbicara tentang apa yang sedang Vino rasakan.
"Aku dan Vino bersahabat, Vino sedang tidak baik-baik saja, bukannya sahabat harus selalu ada bukan?" pekik Seina.
"Aku... Aku juga sedang tidak baik-baik saja," tambah Elan.
Elan tak mau Seina beralih pada Vino.
**Bersambung...