"Kaki kamu kenapa Sey?" Vino semakin penasaran dengan kaki Seina yang tampak pincang, meskipun Seina sudah berusaha menyembunyikannya pada Vino, tetap saja Vino sangat gigih untuk mencari tahu.
"Coba lihat," ucapnya mencoba menyentuh kaki Seina, namun dengan gesitnya Seina menutupinya, Seina mencoba menghindari kakinya supaya Vino tak melihat luka yang telah tertutupi kain roknya.
"Sey... Aku tanya kenapa? Aku mau lihat. Jangan halangi," kini wajahnya tampak begitu serius, baru kali ini Seina melihat wajah Vino terlihat marah. Dengan terpaksa Seina memperlihatkan kakinya.
"Loh lutut kamu kenapa?" ucap Vino mengernyitkan alisnya, Vino seakan mengecek kain kasa balutan yang ada dikaki Seina.
"Vin jangan dilepas, aku bisa jelasin!"
"Kamu kenapa?" Vino masih khawatir dengan Seina yang tak urung juga mengatakan apa yang telah terjadi.
"Aku jatuh," Seina mengecilkan suaranya.
"Kapan? Ko bisa? Ko kamu nggak ngasih tahu aku?"
"Baru semalem di kamar mandi."
"Ya ampun Sey.... Kalo kamu bilang aku pasti ke kostan kamu, aku obatin luka kamu, tapi.... "
Vino melirik lagi kaki Seina dengan tatapan tajamnya.
"Kamu kapan ngobatinnya?" seru Vino.
"Barusan," jawab Seina dengan jantung berdebar lebih cepat. Entah apa yang dirasakannya, padahal Seina tak merasa bersalah pada Vino, namun Seina merasa canggung takut Vino akan marah jika ia tahu bahwa sebenarnya yang mengobatinya adalah Elan.
Seina mencoba untuk mengalihkan pembicaraannya, "Oya Vin. Tadi yang gosip itu.... "
Dengan cepat Vino menjawabnya, "Kamu masih lanjut mau nemuin si cowok ngga jelas itu?"
Meskipun Vino sudah mwncoba untuk menegurnya supaya Seina tak menemui Elan. Namun Seina sangat penasaran Elan mengatakannya langsung dari mulutnya sendiri, Seina hanya ingin Elan mengatakannya dengan sungguh-sungguh supaya hati Seina tak salah untuk menetapkan Elan kembali pada hatinya.
Vino terdiam mematung dan menunjuk ke arah lain dengan dagunya.
"Iya," Seina tak percaya Vino melepaskan Seina yang masih bersamanya.
"Ya sudah," ucap Vino dengan tegarnya.
"Tunggu sampai jam pelajaran selesai baru aku temui Elan," ucap Seina merasa tak enak pada Vino.
**
Selama jam pelajaran, Vino terus melirik Seina dan memperhatikan Seina secara terus-menerus, Vino takut Elan menjadi pacar Seina dan Seina tak mau melupakan hatinya tentang Elan.
Ada rasa takut dan ragu, namun apalah daya. Vino tak bisa mengendalikan Seina yang sudah terlebih dulu memilih Elan.
Bu Yani terus menjelaskan mata pelajarannya, bu Yani yang mengajar di kelas mereka tahu bahwa Vino tak begitu memperhatikannya, bu Yani menatap Vino yang terus memperhatikan Seina tanpa berkedip. Meskipun bu Yani tahu bahwa Vino sedang tidak konsentrasi di kelas yang ia ajar, bu Yani mengerti masa puber siswa itu.
"Sampai sini ada yang mau ditanyakan?" pekik bu Yani memandangi siswa-siswanya.
Tak ada sekalipun anak lainnya yang berani mengeluarkan pendapatnya. Bahkan Elina yang pintar saja tak mau berkomentar.
"Kalau nggak ada yang mau tanya, kita akhiri pelajaran hari ini," ucap bu Yani.
Seina dengan buru-buru mengemas bukunya untuk ia masukan ke dalam tasnya, Vino melihat dengan heran perilaku Seina namun Vino sudah tahu Seina hanya ingin bertemu dengan Elan.
Vino mendekati Seina, "Sey... Beneran nggak mau pulang sama aku?" tampaknya Vino mencoba memohon dengan bertanya sekali lagi pada Seina, tapi Seina tetap memantapkan diri untuk menemui Elan.
"Aku mau ketemu Elan dulu," pekik Seina selesai menata buku yang ia masukan ke dalam tasnya.
"Pulangnya nanti mau aku antar? Aku tungguin ko," ucap Vino mencoba untuk menghentikan Seina supaya tak berlama-lama dengan Elan dan memastikan bahwa Seina pulang bersamanya.
"Nggak usah Vin, aku bisa pulang dengan Elan," ucap Seina tersenyum pada Vino.
Vino cemberut dan mengerutkan alisnya, Seina cepat menjawab, "Aku nggak kenpaa-napa ko."
Vino mengangguk meskipun ia merasa berat hati, Seina dengan cepatnya lenyap dari pandangannya.
"Kamu yang nggak kenapa-napa, tapi hati aku yangb terluka," gumam Vino.
**
Seina menunggu Elan keluar dari kelasnya, meskipun yang lain sudah selesai pelajaran dan pulang, namun kelas Elan tak kunjung berakhir juga. Seina duduk di kursi dekat kelas Elan, mengintip jam tangan terus-manerus melirik ke pintu berharap Elan cepat keluar.
Lima menit kemudian semua siswa serentak keluar dan guru mengikutinya dari belakang, Seina tersenyum melihat wajah Elan.
"Lan!" seru Seina melambaikan tangannya.
Elan mendekati Seina dan terus tersenyum, "Hei, udah nunggu daritadi?"
Seina menggeleng, "Barusan ko," ucapnya.
"Ada apa Sey?" pekik Elan mulai bertanya tentang Seina yang tiba-tiba mendatanginya, seperti dulu. Elan merasakan nostalgia dan berubah hangat. Mungkinkah Elan merindukan pertemuan seperti dulu, saat Seina beranjak ke kelas Elan dan mencarinya.
"Aku mau nagih pertanyaan kamu waktu di UKS," pekik Seina pada Elan.
Elan ingat apa yang ingin dikatakannya, namun sayangnya waktunya tidak tepat, terlihat dari bibir bawah Elan yang di gigitnya.
"Kenpaa? Kamu nggak bisa ya?" tanyanya menatap wajah Elan.
"Maaf Sey, hari ini aku ada ekskul," lirihnya.
"Voly?" ucap Seina memastikannya.
Elan mengangguk, "Oh.... " ucap Seina dengan nada yang mengecil.
"Kamu mau nunggu? Nanti sekalian aku antar kamu pulang," Elan mencoba memastikan supaya Seina tak merasa kecewa. Dalam hati Elan ia ingin sekali pulang bersama Seina, namun Elan tak enak hati sama teman-temannya jika ia tak ikut kumpul untuk kegiatan ekstrakurikuler voly dan akan ada rapat di estrakurikulernya.
"Nggak usah, aku pulang dulu aja. Lagian nunggu kamu pasti nanti kesorean," ucap Seina, Seina tahu Elan tak enak menolaknya tetapi Seina juga tahu dari raut wajah Seina sepertinya Elan tak ingin ditunggu.
"Kamu yakin?" ucap Elan merasa bersalah padanya.
"Iya," jawabnya dengan singkat.
Mau bagaimana lagi, meskipun Seina kecewa tetapi Seina tak bisa mengungkapkannya pada Elan bahwa ia kecewa.
"Harusnya tadi aku nggak nolak ajakan Vino," gerugu Seina berjalan keluar dari gerbang sekolahnya.
Bahkan sekolahnya sudah sepi, hanya dia seorang sendirian, bahkan angkot tak ada yang lewat.
Seina terus berjalan dengan kakinya yang lama-kelamaan merasa sakit.
Seina hampir duduk karena cape dan sakit, "Sey!"
Suara dari jauh memanggil namanya, Seina tersenyum dan berbalik badan berharap Elan kembali dan tak mengikuti ekskulnya.
Namun saat Seina menengok ke belakang, ia cemberut dan sedikit kecewa.
Lelaki itu dengan gesitnya mempercepat larinya.
"Aku bilang apa, yuk aku antar pulang. Kasian kaki kamu pasti sakit," ucap Vino dengan penuh perhatian.
Vino mengulurkan tangannya, "Yuk, aku antar," pekiknya.
Seina mengarah matanya ke arah lain, "Motor kamu mana?"
"Masih ada diparkiran, aku ambil dulu ya?"
Vino lari kembali ke sekolah untuk mengambil motornya yang ia parkir dari pagi.
Seina masih sangat berharap Elan segera menemuinya dan mengantarkannya pulang, Seina bergumam pelan, "Aku berharap apa sih sama kamu Lan! Kamu terus membuatku sakit dan penasaran."
**Bersambung...