"Kamu kalau jomblo, jangan keliatan banget. Nanti tidak ada cowok yang mau sama kamu" Seina sudah biasa menelan ucapan Elan yang selalu menasehatinya.
"Iya kaka" pekik Seina memainkan bibirnya menyerupai bibir Elan saat ia tengah mengobrol.
"Jangan panggil kaka, kita satu angkatan!"
**
Banyak pilihan baju yang disukai Seina, Elan melihat-lihat saja.
"Cepet pilih satu" pekiknya.
"Untuk aku?"
Elan tertawa puas melihatku yang tak tahu apa-apa, "Untuk pacarku lah!"
Oke. Seina sudah sangat mengerti kenapa ia diajak Elan untuk pergi dengannya, ia menemani Elan berbelanja supaya bisa memilihkan baju untuk pacarnya itu.
Meskipun Seina selalu berharap ia yang menjadi pacarnya, namun hati Elan tak bergerak sedikitpun untuknya.
Seina memberikan baju pilihannya, "Yang ini."
Tanpa seucap kata, Elan menerima baju pilihan Seina yang kemudian ia bawa ke kasir untuk membeli baju itu.
Seina mendekati Elan, "Lain kali kamu yang nganter aku" ucap Seina dengan muka manyun.
Dengan lihainya Elan mencubit bibir Seina, "Iya manis" ucapnya tersenyum pada cewek disampingnya itu.
**
Seina tak pernah tahu seperti apa rupa pacar Elan, apakah lebih cantik, sexy, dan menurutnya tentunya lebih perfect 90⁰ jika dibandingkan dengan Seina.
"Lihatlah penampilanmu Seina! Jauh dari kata modis" ucapnya dalam hati.
Yang Seina tahu, Elan tak akan pernah ada sedikitpun dihatinya.
Seina menghubungi Elan untuk bertemu di teras kost nya. anak cowok tidak boleh berkunjung ke kost cewek, kecuali dari pihak keluarga sendiri. Emang begitulah peraturan kostannya.
Berkalki-kali Elan menghubungi handphon Seina, namun Seina tak menampakkan batang hidungnya.
Seina mengunci kamar kostnya dan berjalan menuju Elan, bukannya senang bertemu dengan Elan. Juistru Seina kaget dengan kendaraan yang dibawa oleh Elan.
"Hah! Mot.... Or" suara Seina seakan terbata-bata. Cowok itu hanya cuek dan tak menggubris ucapan Seina.
Sepertinya Elan senang melihatku yang tengah terkejut, dengan sengajanya Elan mengendarai motornya berkecepatan penuh diarah jarum angka 80.
Seina menepuk punggung Elan dengan keras, "Pelan-pelan ngendarain motornya!"
"Iya bawel. Cepetan pegangan di pinggang, tapi jangan pake peluk."
Bagaiman bisa Seina memegang pinggang Elan tanpa memeluk dengan kecepatan yang begitu kencang, bahkan suara Elan pun terdengar sayup-sayup tak jelas. Hanya suara angin yang menguasai telinganya.
"Ah.... Ribet amat" pekik Seina tambah memeluk erat pegangannya sampai ke perut Elan.
Kali ini Seina merasa iri, iri dengan wanita yang disukai Elan yang dengan tulusnya cowok itu membelikan wanitanya sebuah baju. Seina selalu berkhayal, 'Andai saja Elan menjadi milikku' tentulah itu hanya mimpi di siang bolong.
Elan terus menanyaiku saat tiba di sebuah mall terbesar di sekitar kota Jakarta.
"Mau beli apa?" ucapnya dengan memperhatikanku yang terus melamun.
"Baju."
"Baju apa?"
Aku tak membalas ucapannya, langkahku terus menyelusuri toko. Berbagai toko ku jajali bersama Elan, tak ada satupun baju yang dapat mengalihkan pandanganku.
"Baju kaya apa sih yang mau kamu beli?"
Gadis itu tetap tak menggubris perkataan Elan, ia hanya fokus melihat dan memilih-milih baju. Sudah beberapa toko ia telanjangi. Hingga akhirnya menemukan baju yang sangat mirip dengan baju yang kemarin Seina pilih untuk wanitanya Elan.
"Mau yang ini" pekik Seina dengan menunjuk baju yang telah terpanjang di patung wanita.
"Model itu kan....." Elan tak melanjutkan kata-katanya, ia seolah tahu bahwa Seina hanya menginginkan diperlakukan hal yang sama seperti pacarnya.
Sembari Seina membayar baju yang telah dibelinya, ia melihat Elan dari kejauhan yang sedang menari-narikan jamarinya pada handphonenya.
Terbesit dalam pikiran Seina untuk memiliki Elan seutuhnya, 'Apa yang kupikirkan tentang pacar? Toh Elan selalu ada disampingku, menemaniku dan selalu ada buatku seperti sekarang ini.'
Seina memang merasa iri, dengan mudahnya Elan tersenyum dihadapan handphonnya, sedangkan dengannya, Elan selalu melempar sikap cuek dan dingin.
'Ck..... Padahal hanya ketikan biasa' pekikku dalam hati.
Elan akan tahu Seina telah selesai membayar baju dan mulai mendekatinya, sempat Seina melirik handphone Elan. Namun Elan dengan sigap menaruh handphonnya kedalam tasnya.
"Udah selesai?"
"Ya."
"Ya udah cepetan. Aku mau ketemu dia" pekiknya dengan senyum-senyum.
Tak habis pikir, magic apa yang wanita itu kerahkan pada Elan, sehingga Elan dengan mudahnya terpancing dan jatuh ke pelukannya.
Seina kesal melihat ekspresi Elan yang tak melihatnya sedikitpun.
"Kamu kenapa sih senyum-senyum sendiri!"
"Kan cinta?" jawabnya dengan lantang.
Sontak hati Seina perih sehingga membuatnya buyar.
**
Menyesal.
Itu yang Seina rasakan setelah sampai di kostannya.
'Kenapa aku mesti membeli baju yang sama seperti ceweknya?! Bikin kesal aja!'
Seina tak hentinya menggerutu.
Rasa yang Seina pendam, membuat ia merasa seperti ABG yang baru mengenal akan tentang cinta. Baru sekejap ia merasa melayang bisa sedekat itu dengan Elan, namun dalam sekejap pula ia sakit hati hanya dengan melihat tingkah Elan yang dengan mudahnya tersenyum pada wanita pujaan hatinya.
Bukannya Seina melupakan Elan dan bersiap untuk tidur, malam menjadi saksi bisu untuknya meningat-ingat tentang Elan dan ia membuka kembali notebook tulisan tenteng Elan.
'Cowok penyuka warna putih.....' Seina berhenti membaca notebook yang sudah lama ia tulis hanya mengenai coowok itu.
'Kenapa di kepalaku hanya ada Elan, Elan dan Elan? Aduh sudah gila! Tapi.... Sedang apa ya Elan sekarang?'
Pikiran itu terus memutar di otaknya, raanya seperti ada sebuah benda yang tertinggal dan ia belum menemukan benda itu, sehingga Seina tak hentinya memikirkan dimana letak benda itu berada.
Terlalu banyak memikirkannya, cacing dalam perut beradu nyali untuk meminta bantuan supaya cepat di isi.
'Laper... Padahal aku ngantuk!'
Seina dengan isengnya membukan chat di ponselnya. Matanya terbelakak Elan menghubunginya.
Pesan yang terpampang jelas, 'Aku belikan makanan buat kamu, 15 menit lagi aku sampe di depan kostanmu.'
Seina begitu gembira Elan seperti alarm yang menandakan waktunya untuk makan tanpa ia minta, Seina tertegun dengan perhatian Elan yang selalu tahu apa yang Seina mau.
'Perhatian sih. Tapi sayang cuma temen.'
**
'Woy buka!' seru Elan dalam telepon.
Dengan cepat bergerak Seina membuka pintu gerbang dan melihat Elan yang banyak membawa jinjingan makanan.
"Aku yakin kamu abis ketemu cewemu.''
Elan mengangguk mengiyakan pertanyaan Seina.
Seina tahu betul dengan dandanan Elan yang rapi dan parfum yang menyengat, tentulah ia sudah menemui wanitanya, tidak mungkin untuk bertemu dengan Seina saja Elan habiskan sebotol parfum apalagi berdandan serapi itu.
"Aku bagai istri tuamu" pikiran Seina menjadi sempit, hingga perkataan yang ada di benakknya terucap keluar begitu saja,
"Kamu baik" ucap Seina pada Elan.
Elan membalasnya tanpa beban, "Sama-sama."
Elan sendiri tahu perkataan Seina itu artinya 'Terimakasih.'
Seina sengaja menjaga setiap ucapannya yang akhirnya membuatnya baper terhadap Elan, sungguh miris bukan? Cinta yang tak kunjung usai. Tak ada langkah sedikitpun untuk lebih maju.
Elan sendiri tak pernah menceritakan mengenai wanitanya terhadap Seina, Seina sudah mengira hal itu bakalan ia sembunyikan rapat-rapat.
Mungkinkah takut jika Seina berlebihan, atau cemburu. Bahkan lebih murka?
Entahlah.......
Elan pergi bersama bayangannya, Seina masih berdri dan membuka kantong makanan yang Elan berikan. Sebuah ice cream ia makan.
'Manis. Seperti rasa cintaku padanya. Tapi kesal! Padahal kamu tahu aku suka!' bahkan ia membuang ice cream yang baru meleleh di lidahnya, dalam sekejap Seina bisa merasa kesal. Namun dalam sekejap pula suasanan Seina berubah ceria. Cewek berhati sederhana yang mengharapkan balasan cintanya pada Elan.