"Kamu tahu darimana Elina suka warna biru?" ucap Seina menunggu jawab dari laki-laki yang kini mulai tenang.
"Itu hanya perasaan kamu. Jangan berfikir yang tidak-tidak" Elan mengacak-acak rambut Seina sehingga membuat Seina salah tingkah.
"Hmmm.... Iya kali ya?" pekik Seina tersenyum-senyum sendiri dan merasa terlalu terbawa perasaan.
"Aku pulang dulu Sey, jaga diri baik-baik."
"Tumben ngomongnya gitu?"
Elan hanya tersenyum. Aku menghentikan langkah Elan.
"Lan....."
"Ya."
Tanpa pikir panjang, Seina mengatakan apa yang ada didalam hatinya, perkataan yang sering ia ucapkan pada Elan.
"Aku sayang kamu" teriak Seina saat Elan mulai melangkah jauh darinya, meskipun Seina berteriak sekencang mungkin hingga membuat pengghuni kamar kost lainnya mendengar. Itu tak menjadi penghalang untuk tetap mengutarakan isi hatinya.
Tak disangka, Elan yang berada jauh dari Seina membalas perkataan Seina, "Iya aku juga."
Seina masih tak ingin kalah dengan berucap, kali ini teriakan Seina lebih kencang dari sebelumnya, "Sayang..... Sebagai?"
Elan semakian jauh dari langkahnya dan hanya tersenyum sembari melambaikan tangannya.
**
Banyak pemuda-pemudi berlalu lalang untuk sekedar mengobrol sembari memesan minuman dingin atau panas.
Dentunan lagu menyapa insan yang sedang memaduk kasih.
"Aku pesan minum dulu ya? milkshake strawberry kan?" tanya Elan yang membangunkan lamunan Seina.
"He'em" Seina menjawab singkat.
Elan bergegas pergi memesan minumannya, mungkin ini konyol dan menyakiti hati pacar Elan. 'Kalau saja pacaranya lihat kami yang seperti ini. Pasti cewek itu sudah mengobrak-abrik rambutku' gerutunya dalam hati.
Elan menarik tempat duduknya, kemudian ia pun duduk berhadapan dengan Seina, Elan memang cowok tampan yang mampu meluluhkan hati siapa saja yang melihatnya.
Seina mengetuk-ketuk meja makan itu dengan jari telunjuknya.
"Lan... Kalau saja kita...."
Elan memotong perkataan Seina, "Sey..... Kamu mau makan apa?"
Elan mengalihkan perkataan Seina, namun Seina tetap untuk mencoba serius menanyakan hubungannya sehingga menjadi lebih jelas dan akurat. Namun Elan sengaja tak ingin membahasnya. Tentulah membuat Seina mengurungkan perkataannya untuk bertanya lagi mengenai hal yang sama.
Seina bersikreas menanyakan hal itu pada Elan, "Siapa cewek kamu? Boleh aku tahu? Jadi aku tidak berharap lebih sama kamu!"
Elan terlihat cuek, "Sudahlah itu bisa dibicarakan lain kali saja."
Namun Seina hanya ingin rasanya terbalaskan, atau cukup dengan kepastian hubungan mereka yang semakin akrab.
"Kamu tidak menyukai Elina kan?" pekik Seina mengagetkan Elan yang tengah meminum jus alpukat.
"Kenpaa kamu berfikir seperti itu?" seru Elan menggeser mejanya dan menatap wajah Seina dengan serius.
"Elina cerita dibeliin kalung oleh seseorang, aku hanya berfikir saja. Aku yang akrab dengan Elina, tak pernah tau siapa cowoknya. Aku hanya berfikir saja mungkinkah cowok itu kamu...."
Bukannya elan menambah emosi seperti sebelumnya yang tengah kaget saat Seina menyebut nama gadis itu, justru kini Elan tertawa seolah menertawakan candaan Seina.
"Lan. Berhenti tertawa. Aku sedang tidak bercanda" pekik gadis didepannya menatap kesal pada Elan.
"Denger baik- baik Sey, aku tidak akan pernah bisa bersatu dengna Elina."
Seina sempat ragu dengan kata-kata Elan, namun cowok itu pandai memberi kenyamanan pada Seina, digenggamnya tangan Seina erat.
"Tangan kamu dingin" ucap Elan memegang tangan Seina.
Seina dengan cepatnya menyembunyikan tangannya yang sedari tadi dipegang oleh Elan, Elan nyengir bak menang dalam permainan yang ia adu.
"Udah jangan cemberut gitu" pekik Elan mencubit bibir Seina yang hampir memanjang setengah meter.
Elan mengangkat dagu Seina dan menatapnya tajam, "Besok aku ajarin matematikanya deh" ucapnya sembari berbisik.
Padahal Seina sudah membayangkan kebaperan apa yang akan Elan katakan. Namun bukan perkataan yang ingin ia dengar, "Lagi lagi tentang pelajaran" bisik Seina.
Elan termasuk cowok yang pintar dalam mata pelajaran apapun, tak heran ia banyak digandrungi cewek. Meskipun Elan tipe cowok yang cuek dan terkenal judes, tak membuat para cewek-cewek lain berpaling darinya. Seina saja sempat heran kenapa masih banyak cewek yang kagum padanya.
tentu saja karena ketampanannya, dan bagi Seina memiliki cowok yang cuek itu menantang baginya sehingga membuatnya bergejolak untuk bisa mendapatkan cowok itu, mesipun caranya tak mudah dan membutuhkan waktu yang sangat lama, tak menjadi pengahalang baginya.
"Sey..." Elan membuyarkan lamunan Seina dengan telapak tangannya yang seolah memberi aba-aba apakah wanita itu masih terhanyut dalam angan-anagna atau memang sudah tersadar kembali dengan kenyataan bahawa hati Elan tidak memiliki ruang untuknya.
Elan kembali berbicara, "Kamu tidak lupa kan? PR matematika saat kamu tidak berangkat?"
Seina hanya mengangguk.
"Nanti aku ajari" ucap Elan.
Elan mudah untuk membantu Seina dalam hal pelajaran, namun jika terus-menerus sikap Elan seperti itu pada Seina, membuatnya ingin menaruh hatinya untuk Elan lebih dan lebih dalam lagi.
Seina tersenyum dan berucap, "Aku tahu kamu cowok terbaik yang pernah ku kenal."
"Sama-sama" jawabnya singkat dan memberikan lirikan yang sangat mempesona.
Seina terbuai oleh senyuman manis Elan.
**
Rita terkenal ibu yang sangat baik, Seina sudah dekat dengan Rita yang merupakan sang ibu dari Elan semenjak Elan memperkenalkan Seina pada waktu mereka bertemu. Memang aneh, cewek mana yang mau bertamu kerumah cowok yang baru dikenalnya. Dulu Seina berfikir bergitu, namun kenyaataan lain. Setelah Seina mengenal Rita, ia menjadi dekat dengan ibunda Elan.
Seina sudah menganggap Rita bagai ibunya sendiri, karena Seina sudah tak memiliki ibu sudah sejak ia masuk di bangku menengah pertama. Saat bertemu dengan Rita, respon Rita yang tahu tentang Seina membuatnya merasa kasihan dan ingin lebih akrab dengan Seina sehingga ia bisa menganggap Seina seperti anaknya sendiri.
"Sudah makan Sey" ucap Rita membuat bronis coklat. Harum yang menusuk hidung membuat cacing dalam perut Seina bergerumuh meminta makan.
"Eh... Belum dijawab udah kelaperan ya? sini bantu ibun angkat bronisnya."
Dengan senang hati Seina membantu Rita menyiapkna bronis untuk ia makan dan menunggu Elan yang sedang berganti pakaian.
Seina dan Rita memakan bronis dengan penuh canda dan tawa, tiba-tiba Rita menanyakan sesuatu yang Seina sendiri bingung untuk menjawabnya.
"Jadi... Suka tidak sama kalungnya?"
Seina berhenti memasukan bronis coklat ke dalam mulutnya, "Kalung?" ucapnya pelan.
Rita menanyakan hal yang sebelumnya tak pernah Seina tahu. Apa arti dari perkataan ibunya Elan.
"Iya... Suka?" ucapnya lagi melihat wajah wanita itu yang tampak bingung.
"Kalung....." belum sempat Seina mempertanyakan ulang pada Rita, Elan datang dari belakang Seina dan menjawab pertanyaan dari ibunya itu.
"Suka bun. Seina suka ko" ucapnya cepat.
"Syukurlah kalau begitu" ucap ibunya Elan dan sembari membersihkan bekas cucian kotor yang telah ia gunakan untuk membuat bronis itu.
Seina menatap Elan dengan sinis, "Kalung apa!" sentaknya tak mengerti apa yang mereka tahu.
Elan berbisik pada Seina, "Maaf Sey, kalung itu buat cewek aku. Tapi aku belum mengenalin cewek aku sama ibun jadi aku alesannya kalau kalaung itu buat kamu."
Mata Seina terbelalak, "Hah? Kenapa belum dikenalin sama ibun? Bukannya ibun juga bakalan nerima cewek kamu?"
Seina masih tak mengerti apa yang ada di benak Elan, dengan mudahnya ia memperkenalkan Seina terhadap ibunya, sedangkan wanita yang telah menjadi pilihan hatinya tak diberi keakraban sedikitpun dengan ibunya.
"Ibun tidak bakal menyetujui hubungan kami" gerutunya pelan.
Saat Rita melihat tingkah kita yang tampak aneh, ia berhenti mencuci peralaan yang kotor, "Kalian bicara apa?"
"Kita hanya bicara..."
Seolah tak mau ada kebohongan antara dirinya dengan Rita, ia menepis perkataan Elan, "Ibun, Seina mau pualang" pekiknya tegas dan kencang.