Seina mendatangi Elan dengan raut wajah penuh emosi. Ada beberapa hal yang ingin Seina pertanyakan pada Elan. Kali ini bukan pertanyaan mudah untuk Elan, pertanyaan yang membuat mereka merasa cangung.
"Lan.... Kamu ngomong apa sih sama ibun? Aku kan....."
Elan menatap Seina tanpa berkedip.
"Maksudku.... Aku... "
Elan memotong pertanyaan Seina, "Apa? Tentang kalung itu lagi?"
Seina mengangguk, Elan menghembuskan nafasnya pelan dan tersenyum pada Seina.
"Iya benar aku ngasih kalung itu untuk cewekku."
Deg..... Rasanya dunia berhenti berputar, rasanya dihempaskan kencang dan terkurai tak tersisa.
'Apa aku bagai debu yang tak begitu penting buatmu?' pekik Seina dalam hati tanpa mendengar cerita Elan lagi. Elan bercerita tentang bangganya memiliki cewek itu, ia bercerita panjang dan menurutnya wanita itu sangat menarik baginya, Elan dengan mudahnya tersenyum bahkan saat dia hanya bercerita saja.
Bibir Seina tak bisa diam untuk berkomentar, ia dengan polosnya langsung mengatakan, "Sebegitu bahagianya kah kamu?" ucapnya pelan.
"Iya."
Mendengar ucapannya membuat Seina iri dengan gadis itu, gadis yang belum pernah ia lihat namun sudah membuat Seina merasakan cukup sakit yang begitu dalam. Seina mendengus wajah Elan.
"Kenapa? Ada apa?" pekik Elan dengan kebingungan dan berlagak salah tingkah.
"Beberapa hari ini kamu bau. Bau seperti orang bodoh" pekiknya.
Elan tampak lebih heran mendengar pengakuan Seina yang tidak seperti biasanya.
"Kenapa bisa?" jawabnya penuh nada datar dan wajah polos.
"Emang kamu tau kalau dia juga menyukaimu melebihi rasa sukamu terhadapnya?" Seina memancing seberapa besar rasa cinta cewek itu pada Elan, dan yang lebih aneh lagi Elan berfikir dan lama untuk menjawab pertanyaan Seina yang begitu jelas. Walau pertanyaan ringan tetap saja menjadi beban bagi Elan.
Elan hampir saja terpancing dengan kata-kata konyol seina, tetapi dengan tega elan langsung menjawabnya "Kalau belum tahu, tidak mungkin kan aku sampai pacaran sama dia?"
Meskipun perkataannya tegas tetapi banyak keraguan dimatanya.
Seina menerpa-nerpa dengan melihat mata Elan, Seina sendiri tahu jika Elan meragukan sesuatu. Pandangan Elan akan beralih tanpa memandang tatapan mata lawan bicaranya.
'Sangat mudah bukan menebak gerak-gerikmu?' ucap Seina dalam benaknya.
"Lan... Aku tanya serius kali ini. Kalau suatu saat kamu tidak bisa jalan lagi dengan wanitamu. Kamu akan beralih pada siapa? Mencari cewek baru atau berpacaran dengan temanmu yang jelas sudah mengenalmu lebih dulu."
"Eumb... Maksud kamu? Temanku siapa?" jawabnya dengan heran, Elan melipat kedua tangannya hingga ke perutnya, Seina tetap menjawab pertanyaan Elan seakan Seina akan menjebak Elan dengan berbagai kata yang sudah ia rangkai.
"Temen kamu kan banyak?" ucap Seina seolah memastikan dengan keadaan, Seina tahu banyak wanita yang ingin mendekati Elan. Maka itu dijadikan alasan bahwa Elan memiliki banyak teman wanita.
"Hei kamu kan tahu sendiri teman yang mana? Temanku ya... Cuma kamu."
"Banyak cewek yang ngejar kamu."
"Itu bukan teman, ingat ya Sey. Mereka ngejar aku tapi aku tidak sama sekali terpengaruh oleh hal itu" pekiknya dengan nada yang sedikit kencang.
Seina mulai tak bisa berkata lagi, ia tahu akan kalah jika ia berdebat dengan Elan, "Kamu.... Kamu bakalan sampai kapan dengan cewek itu?"
Elan mengacak-acak poni Seina, rambut Seina yang tak begitu panjang menjadi pilihan syle-nya karena Elan pernah mengaku menyukai wanita berambut sepanjang bahu. Dengan berat hati Seina tiba-tiba memotong rambut panjangnya menjadi sebahu, namun sekarang sudah lebih sedikit panjang . dulu Seina merasa sayang rambut yang sudah terlalu panjang ia potong demi mendapatkan perhatian dari Elan, bukannya kebahagiaan yang ia dapat, setelah potong rambut. Ternyata Elan memberitahukan bahwa dirinya baru jadian dengan wanita lain.
Dengan belai lembut Elan yang sedari tadi mengacak-acak rambut Seina, kini beralih mengelus sampai ke ujung rambut Seina.
"Rambutmu sudah panjang lagi, kenapa dulu kamu potong? Jangan dipotong lagi ya? kamu cocoknya berambut panjang" pekiknya mencium rambutnya.
"Wangi" ucapnya.
Seina bak mematung, ia sadar Elan lebih jahat dari cowok kebanyakan. Elan hanya menganggapnya sahabat tetapi sikapnya seperti pacar, Seina selalu bertekuk lutut dihadapannya, hatinya luluh dan mencair.
"Bukannya dulu kamu lebih suka cewek berambut pendek?" ucap Seina menyindir Elan.
"Tergantung bentuk wajah" pekiknya.
"Pasti bagus cewek berambut pendek memakai kalung pemberianmu" Seina kembali memanas-manasin Elan. Dengan begitu Elan akan merasa sadar bahwa Seina juga sangat butuh perhatiannya, setidaknya cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, atau lebih mencari penjelasan kepastian hubungan mereka.
Seina terus menggerutu dalam hati, 'Kenapa kamu butuh penjelasan sih Sey? Jelas-jelas kamu tidak dianggap sebagai wanitanya dan dia sudah memiliki pacar! Ayolah Seina sadar!'
"Mau kuberikan kalung juga untukmu?"
Seolah Seina salah dengar dengan apa yang diucapkannya. Seina seperti berada di dalam labirin yang kedap suara dan tak mendengar penawaran Elan yang begitu menggiurkan.
"Apa?" pekik Seina memasang kuping mendekati lelaki itu.
"Kamu juga mau kalung yang sama persis dengan wanitaku?" tanyanya.
"Kalau niat mau ngasih sih, gak perlu sampe nawarin juga Lan" pekik Seina menolak tawaran Elan. Padahal dalam hati Seina ia sangat mendambagakan kepekaan Elan dan tentunya dengan sadar diri Elan langsung bertinak tanpa perlu berucap.
Elan meliirik Seina dengan tatapan sinis, "Ya sudah kalau tidak mau."
Seina mengerutkan kedua alisnya, "Bukannya tidak mau Elan. Aku kan cuman bilang kalau kamu memang niat mau ngasih ya langsung saja tanpa perlu menawarkan!" sentak Seina, tangannya berada di pinggang layaknya ibu-ibu yang memarahi anak kecil yang susah diajari.
Elan tertawa kencang, Seina tak habis pikir cowok yang ada didepannya membuatnya cukup kesal.
"Jangan tertawa! Aku sedang marah nih! Bikin kesal saja!"
Seina geram meliht Elan yang semakin tertawa kencang tak ada habisnya, "Aku bilang jangan tertawa!"
Saking kesalnya Seina hampir menutup mulut Elan dengan sedikit mendongakkan kepalanya keatas, tetapi Elan menepisnya secara gesit. Kini wajah Seina berdekatan dengan wajah Elan. Lebih dekat dari biasanya. Dan mata mereka bertemu, Elan tak lagi menertawakan Seina. Seina terdiam memandangi wajah Elan.
"Kamu...." ucap Elan pelan.
Mata Seina terbelalak, ia menunggu kalimat selanjutnya yang akan diucapkan oleh Elan.
"Kamu..."
Kalimatnya terus berulang tanpa ada kelanjutan, Seina menunggu dan menunggu dengan tak sabar.
"Kamu pendek!" sentak Elan dengan tertawa keras.
Seina begitu marah dan tak mau melihat wajah Elan, Seina membelakangi Elan dan jelas tak mau berbicara apapun.
Elan kembali bercanda, "Wanita memang suka ngambek, gampang marah, gampang emosi, tapi lucu."
Seina tak bergeming.
"Ayolah...."ucap Elan seola tak ingin Seina menambah marah.
"Wanita yang mana dulu!" pekik Seina dengan nada judes.
Tanpa diminta Elan memeluk Seina dari belakang, detak jantung Seina semakin kencang seolah sedang lari maraton, Seina terdiam dan berkeringat dingin.
Elan membisiki telinga Seina, "Wanita..... Wanita itu ya.... Kamu."
**
Halo.... Salam kenal, jangan lupa klik coll dan review.
Terimakasih.