Siang bolong dengan terik matahari bagai diatas kepala, terasa panas dan gersang. Seina berteduh di gazebo, menunggu jam istirahat selesai.
Banyak siswa berlalu lalang datang dan pergi ke ruang guru, mengurus administrasi yang belum terselesaikan. Seina melamun dan melihat gerak-gerik orang-orang sekitar. Sepotong cup ice cream dingin menempel dipipinya. Seketika Seina kaget dan langsung mendongak ke arah cup ice cream itu berasal. Sudah terlihat sosok wanita cantik berkulit putih yang begitu terang dibawah cahaya matahari.
"Hei!"
Dia menghampiri Seina dengan nada lembut seperti biasa.
"Ko diem? Gak kangen ya sama aku?"
Wajahnya terlihat memelas.
"Kamu kemana aja! kamu lama tidak menghubungiku, ketemu di sekolah sebentar dan saat aku menghampirimu, kamu malah pergi! Kamu kenap...." Seina tak bisa melanjutkan perkataannya, Elina menempelkan ice cream ke bibir Seina sehingga mulut Seina terdiam kaku.
"Mau tidak?" ucap Elina tersenyum menawarkan ice cream yang terlihat sangat menggiurkan.
Ice cream sangat cocok diminum di cuaca yang sangat panas dan tentunya bisa melegakan tenggorokan yang seidikit kering.
Seina merebut ice cream dari tangan Elina, Elina hanya tersenyum.
"Dasar kalau urusan makanan paling cepet!" pekik Elina menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kerakusan Seina.
Elina ikut duduk disamping Seina sembari menjilat ice cream yang hampir meleleh, "Gimana kelanjutan cintamu dengan Elan?"
"Apanya?"
"Dari jawabanmu, pasti tidak berjalan baik."
Bibir Seina belepotan memakan ice cream yang tengah ia makan, "Tentu saja aku masih hidup!"
Elina mengambil tisu dan mengelap bibir Seina dengan keras, "Makan nih tisu. Bibirmu belepotan tuh!"
Seina mengerang kesakitan hingga raut wajahnya menjadi cemberut, "Ihhh.... Sakit tau! Pelan napa!"
"Na.... Kamu pernah gak ngerasain kasmaran?" ucap Seina menghembuskan nafasnya, kini Seina merasa bahwa ia sudah cukup lelah mengejar cinta Elan yang tidak berkembang sama sekali.
"Pernah" jawab Elina dengan singkat.
"Sama mantanmu?"
"Dengan Elan" pekikknya tanpa rasa berdosa pada Seina.
Jelas-jelas Seina menyukai Elan dan Elina tahu hal itu, namun Elina hanya memperkeruh persahabatan mereka. Elina sadar dengan ucapannya tetapi ia mengabaikan Seina begitu saja.
Seina terkejut dan menatap Elina dengan serius, mulutnya melongo serta bungkam untuk mengatakan apapun. Seolah Seina telah mati rasa, ia sangat kaget dengan entengnya Elina mengucap nama Elan.
Elian sadar dengan ekpresi Seina, "Apa?"ucap Elina dengan nada datar.
"Kamu.... Kamu gak serius kan?" pekik Seina terbata-bata.
"Gak lah! Kalaupun iya juga namanya kasmaran tidak bisa di cegah Sey" ucap Elina.
Seina masih mencerna perkataan Elina, belum masuk sampai ke otaknya perkataan Elina yang secara tiba-tiba dan sangat membuatnya terdiam hingga beberapa saat. Bahkan ice cream yang berada di tangan Seina sudah terlanjur mencair dan belepotan sampai mengenai tangannya.
"Ya ampun Sey, lihat ice creammu. Cepat makan" seru Elina mengangkat tangan Seina yang telah bertumpahkan ice cream, Elina menyodorkan ice cream ke mulut Seina, Seina bak patung yang menurutinya tanpa berontak.
"Kamu bercanda kan Na?" pekik Seina.
"Iya. Sekarang makan ice cream kamu. Lihat tuh tanganmu."
Seina merasa lega dan baru tersadar kalau ice creamnya sudah mencair ditangannya dan lengket.
Alhasil ice cream yang baru sedikit ia nikmati, hanya sisa cup dan akhirnya ia buang.
"Sayang sekali ice creamnya" pekik Seina menatap ice cream yang telah ia buang pada tong sampah yang letaknya tidak jauh dari gazebo tempat mereka berteduh.
"Makanya jangan kebanyakan ngelamun!"
"Kan kaget Na?"
Bel masuk telah berbunyi, Elina bergegas lari kecil menuju kelasnya, "Cepetan Na... Bentar lagi mapelnya bu Lela."
Seina mengikuti Elina dengan gerakan lari kecilnya.
"Elina... Tangan aku kotor lengket, belum dicuci."
Elina mempercepat gerakan larinya dan berteriak apda Seina, "Udah gampang nanti aja di kelas pake tisu basah."
"Tungguin!" sentak Seina berteriak pada Elina.
**
"Sey..... Sey..."
Terdengar suara sayup-sayup, suara halus dari cowok yang paling disayanginya.
"Elan!"
Seina terkejut, Elan ada di dalam kamarnya, "Kamu sedang apa disini? Kamu kenapa bisa masuk?"
"Sey.... Aku kangen. Sey.... Sey..... Kamu denger kan? Wajah kamu kenapa merah gitu?"
"Hah!" tak percaya apa yang Elan katakan membuat Seina bingung dan lambat merespon.
Elan mengucapkan hal yang sama, "Aku kangen."
Elan bersandar dengan meletakkan kepalanya di bahu Seina, tanpa di beri instruksi jantung Seina berdetak begitu kencang. Bahkan lebih kenang dibandingkan lari maraton.
"Lan jangan gini dong!" pekik Seina merasa risih, ada rasa senang namun ada rasa takut sehingga ia merasa risih dengan perilaku Elan yang tiba-tiba menempel.
"Kenapa? kamu gak suka?" pekik Elan menatap Seina dengan wajah kesalnya.
"Bukan gitu....."
"Terus?"
"Aku... Duuuuuhh... Bikin gerah aja!" Seina mendorong bahu Elan supaya Elan kembali duduk.
"Seinaku kenapa sih, akhir-akhir ini kamu jadi kurang perhatian sama aku."
Terlintas cemberut di wajah Elan.
"Aku kan suka sama kamu?"
Seina terkejut dan tak menyangka dengan apa yang diucapkan Elan, "Apa?! Kamu gak pernah nembak aku."
Elan mencari alasan dan dengan cepatnya menjawab, "Kemarin kan kita sudah jadian? Aku sudah bilang suka sama kamu. Tapi kamu gak ngejawab. Tapi tetap saja bagiku itu berarti yes."
Seina menggeleng-geleng kepalanya tak mengerti lagi apa yang Elan ucapkan, Elan begitu nafsu melihat Seina dan memegang bibir Seina.
Kemudian Elan mengecup bibir Seina tanpa seizin Seina. Seina terdiam, kerongkongannya kering sehingga membuat Seina menelan ludah.
"Manis" ucap Elan dengan tersenyum.
"Elan... Kamu milikku kan? Bukan milik wanita lain?" ucap Seina lirih.
Elan hanya mengangguk.
Tiba-tiba dalam kemesraan itu, pandangan Seina menjadi kabur. Elan semakin sulit untuk dilihat dan semakin tak jelas. Entah apa yang terjadi membuat Seina sangat cemas.
"Lan.... Lan...." ucap Seina berulang kali.
Elina menggoyang-goyangkan kursi Seina dari belakang, tempat duduk yang setiap hari rolling membuat Seina dan Elina sulit untuk terus duduk berdampingan.
Meskipun Elina sudah menggoyang-goyangkan kursi Seina, tetap saja Seina tak begeming. Seina hanya mengucapkan nama Elan berulang dengan lirih.
"Sey... Bangun! Sey!" bisik Elina.
Seina tak bergeming, kini bu Lela yang terkenal killer mulai bereaksi.
"Seina!"
"Seina!!!" bentaknya.
Berulang-ulang bu Leli memanggil namanya , kini suara bu Lela tak main-main memanggil kembali nama Seina dengan keras hingga membuat semua siswa di kelas itu kaget.
"Seina Pujiyanti!!!"
Seina tersentak dan bangun dari tidurnya.
"Kamu enak ya tidur di jamnya saya! Mulut saya ngejelasin sampe berbusa mau malah sibuk bermimpi! Cepat kelauar!!!" bu Lela menunjuk pintu keluar yang tandanya tak ada ampun untuk Seina tetap berada di dalam kelas.
"Maaf bu" Seina merasa bersalah.
"Cepat keluar! Sebelum tanduk dan ekor saya Keluar!"
Pasti akan sangat menyeramkan, pikirnya. Seina bergeas keluar dari kelas dengan memasang wajah heran masih tak percaya Elan masuk ke dalam mimpinya.
'Untung saja aku dan Elan gak sekelas. Ini semua gara-gara Elan yang udah berani masuk ke dalam mimpiku!' ucapnya lirih.
**Bersambung...
Mohon dukungannya dengan cara coll dan review.
Terimakasih.