Galaksi duduk di stool, meraih kertas kuesioner milik Helena yang ternyata ditaruh di saa bersama satu buah bolpoin. "Tadi mau gue isi, tapi keburu ngantuk." Dia melirik Helena sekilas. "Gue isi sekarang," ujarnya cepat ketika melihat Helena menatapnya gerah.
Helena duduk di sebuah stool yang berada di sisinya. Menyangga sebelah pipi dan menyaksikan Galaksi yang kini tengah mengernyit terus sembari membaca daftar pertanyaan yang tertulis di kertas. "Perlu bantuan?" tanya Helena.
Galaksi menggeleng pelan. Lalu menggumamkan pertanyaan pertama. "Siapa cinta pertama lo?" Dia menatap Helena sekilas sebelum menuliskan jawabannya. "Helena."
Helena hampir saja menampar lengannya. "Jangan bercanda."
Peringatan pertama Helena diabaikan begitu saja. Lalu dia beralih ke pertanyaan selanjutnya. "Ciuman pertama?" Dia kembali menatap Helena. "Bukannya ini udah pernah gue jawab, ya?" gumamnya. "Lo. Helena Cellistine."
"Gal?" Lama-lama Helena muak juga mendengar kalimat bualannya.
"Tempat kencan favorit?" Gumamannya terdengar mendengung lama. "Lo suka tempat yang kayak gimana?"
"Pertanyaan itu buat lo, Galaksi. Kenapa tanya gue?"
"Ng ... oke. Karena lo ada di sini, jawabannya, apartemen gue sendiri," putusnya.
Helena benar-benar memutar bola matanya dengan muak sekarang.
"Pernah blind date?" Galaksi benar-benar mengucapkan setiap pertanyaan yang harus dijawabnya. "Nggak pernah."
"Serius?" gumaman Helena diabaikan begitu saja.
"Alasan terakhir putus?" Galaksi mengernyit. "Gue nggak merasa pernah punya hubungan sama cewek, Helen."
Helena mengangguk-angguk, mengingat ucapan Devi tadi sore, dia percaya akan hal itu. "Lanjut ke pertanyaan selanjutnya kalau gitu."
"Suka perempuan kayak gimana?" gumamnya lagi. "Kalau gue tulis 'kayak lo' lo bakal percaya nggak?"
"Nggaaaak."
"Oke. Gue suka perempuan yang nggak percayaan."
"Seberapa sering flirting ke perempuan?" Galaksi mengernyit, lalu kembali menatap Helena. "Kalau deket lo sih, setiap saat kali, ya?"
Terserah, Galaksi. Terseraaaah! Helena sudah mulai putus asa.
"Apa arti komitmen dalam sebuah hubungan?" Galaksi menunduk, menuliskan jawabannya dengan serius. Kali ini dia tidak mencoba mendiskusikan jawabannya dengan Helena. "Kriteria selingkuh tuh kayak gimana?" Dia mengucapkan pertanyaan selanjutnya. "Menurut lo?" Dia malah balik bertanya. "Selingkuh tuh kayak gimana?"
"Ketika ... lo ngelakuin sesuatu, dan lo takut pasangan lo tahu." Tanpa sadar helena menjawabnya.
Galaksi mengangguk. "Oke. Gue setuju." Lalu menuliskan jawabannya.
Helena ikut mengangguk.
"Hal yang paling parah yang pernah lo lakuin sama cewek." Galaksi menggeleng. "MAksudnya? Mengarah ke hal berbau seksual?"
Helena mengangguk.
"Ini tuh ... privasi nggak, sih?"
"Galaksi, ingat poin satu di perjanjian kita yang udah lo tandatangani."
"Dan itu artinya gue akan mendapatkan poin lima di perjanjian yang udah lo tandatangani, sesegera mungkin?"
Helena mengibaskan tangan, mencoba mencari aman. "Oke, skip. Kalau ada pertanyaan yang bikin lo nggak nyaman skip aja."
Galaksi malah tertawa kecil seraya kembali menekuri pertanyaan-pertanyaan lain. Selama beberapa saat, dia berhenti mengoceh, berhenti menggoda Helena.
Hening. Galaksi terlihat tidak lagi membutuhkan bantuannya. Jadi, Helena membuka laptopnya untuk membunuh waktu karena mendapatkan pesan dari Lexi yang katanya mengirimkan sebuah e-mail berisi revisi baru.
Dan benar saja, ada satu e-mail baru dari Lexi.
From : Helena Cellistine
Dear, Helena.
Tolong adegannya Rey cium Saira dibikin lebih real ya. Aku tahu pasti kaku banget buat kamu nulis adegan kayak gini, karena ini pertama kalinya. Tapi, bukan kayak gini adegan ciuman yang aku mau. Aku mau yang ... detail, nggak cuma deskripsi tentang posisi mereka, tapi juga tentang apa yang mereka rasakan saat itu. Aku menemukan posisi yang salah di paragraf akhir. "Tangan kanan Rey memegang pipi kanan Saira." Coba, coba. Kamu praktekan sendiri. Gimana bisa tangan kanan Rey megang pipi kanan Saira? Thank you.
Lexi.
Helena masih mengernyit, menatap serius ke arah layar laptopnya saat Galaksi menggeser kertas yang suah terisi ke arahnya. Mereka beradu tatap beberapa saat. "Udah selesai? Kok, cepet?"
"BUkan ujian, nggak ada nilainya juga," sahut Galaksi santai.
Helena membaca jawaban-jawaban Galaksi, lalu bedecak kesal. "Lo jujur nggak sih waktu jawab ini?"
"Jujur."
"Kok, jawabannya nggak mencerminkan kalau lo tuh playboy baget sih, Gal? Tolong yang berguna dikit dong. Ini juga, lo serius belum pernah blind date? terus ONS? Nggak percaya gue."
Helena juga melihat bagaimana Galaksi melewati beberapa poin pertanyaan. Seperti poin dua puluh tujuh yang berisi pertanyaan, "Gaya ciuman kayak gimana yang lo suka?" Dia benar-benar menghindari pertanyaan yang menurutnya bersifat terllau privasi.
"Helen, lo kayaknya nggak terima banget kalau sebenarnya gue ini cowok baik-baik."
Helena mendelik, menatap Galaksi sinis. "Nggak usah sok usaha bikin image baik depan gue deh, gue juga tahu lo kayak gimana."
"Helena dan segala prasangka buruknya," gumam Galaksi.
Dan Helena mengabaikannya.
Galaksi beranjak dari stool untuk berjalan ke arah lemari es dan mengambil sebuah minuman kaleng. Dia menarik cuping pembuka sampai kalengnya terbuka dan membebaskan buih soda ke udara.
Galaksi menenggak minuman kalengnya selama beberapa saat sebelum kembali duduk di stool, di samping Helena. "Ada lagi yang mesti gue kerjain?" tanyanya. Lalu kembali menenggak minuman di tangannya.
Helena memperhatikan siluet wajah Galaksi dari samping, melihat bagaimana laki-laki itu kembali menenggak minuman kalengan yang membuat jakunnya bergerak naik turun. Siluet terbaik dari sosok Galaksi sepertinya Galaksi didapat dari tempat tempat duduknya sekarang, karena dia mendapatkan sisi di mana tahi lalat di bawah sudut mata itu terlihat.
Siapa pun pasti setuju, bahwa tahi lalat itu membuat Galaksi terlihat lebih manusiawi, terlihat lebih bisa digapai, lebih jinak?
"Kayaknya acara di rumah Kai bakal batal lagi minggu ini. Soalnya BEM ada acara sama UKM KSR, ada santua anak yatim gitu di salah satu panti asuhan di daerah Serang," jelasnya. "Kai, Arjuna, gue dan kabarnya Julian juga mau ikut."
Helena memperhatikan bagaimana Galakis saat bicara. Dan itu terlihat lebih menarik.
Galaksi menaruh minuman kaleng yang terlihat sudah kosong ke meja, lalu menoleh, membuat Helena kehilangan momen menatal siluet wajahnya. Dia menatap Helena heran karena sejak tadi tidak mendapatkan tanggapan, lalu menggumam, "kenapa?"
Helena menggeleng.
"Eh, Gista belum pesan jagung lagi, kan?" tanyanya sambil terkekeh. "Jagung sampai kejadian kedua kali, bisa-bisa tuh anak-"
"Gal?" Helena kembali mengingat bagaimana semalam mencoba menuliskan adegan ciuman di antara tokoh utamanya, dan yang terlintas di dalam isi kepalanya adalah Nathan. Bagaimana saat detik-detik wajah rey mendekat dan telapak tangannya yang menangkup tengkuknya lalu ...
Dan sekarang dia justru kembali mengingatnya. Sial.
Selama satu tahun, banyak hal yang dilewatinya bersama Nathan, tapi menuliskan kembali adegan seintim itu sambil mengingat Nathan sama saja membuat usaha menulisnya sia-sia. Karena tujuan utamanya ketiak meulis adalah untuk bersenang-senang dan melupakan Nathan.
Dan Galaksi, seharusnya bisa mnejadi jalan keluar bukan?
Saat Galaksi masih menatapnya, Helena kembali bicara. "Ciuman, yuk?"
*
*
*