"Apaan nih? Tiba-tiba banget. Kaget gue." Helena pura-pura cuek, padahal dia mulai bersikap defensif pada pertanyaan apa pun tentang Galaksi.
"Lo berdua udah jadian?" tanya Gibran.
"Ya ampun, Helen. Sori chat gue yang kemarin nggak ada maksud apa-apa. Gue beneran nggak tahu kalau lo sama Galaksi beneran udah sedekat itu." Gista memasang tampang memelas.
"Apaan sih, Ta! Nggak apa-apa!" Tangan Helena mengibas, bersikap santai, berusaha membuat Gista percaya kalau di antara dia dan Galaksi tidak pernah ada hal khusus yang harus dikhawatirkan. "Gue sama Galaksi ya, cuma gitu-gitu aja, kok."
"Nggak. Nggak. Gitu-gitu aja tuh maksudnya gimana?" Fadhil tidak menerima jawaban gamang itu. "Udah jadian?"
"Jangan sampai ada Kai-Jessy kedua ya, pusing pala gua," tambah Gibran. "Nggak usah sok-sokan backstreet deg. Ujung-ujungnya ketahuan juga, kok."
Helena masih mencoba menyusun kata-kata untuk menjelaskan hubungannya dengan Galaksi.
"GIni." Namun akhirnya Jessy bersuara lebih dulu. "Helen sama Galaksi itu belum jadian."
"Belum?" Helena menggumam dengan kening mengernyit. Berarti ada kemungkinan mereka akan jadian begitu? "Jessy,"
"HUbungan Helen sama Galaksi sapai saat ini cuma sebatas partner ... aja," Jelas Jessy lagi. "Gitu, kan?" Kali ini dia menatap Helena.
"Partner?" Gibran mengernyit. "Partner apaan, nih?"
"Helen balik nulis. Dan Galaksi bantuin dia buat riset tulisan. Yah, intinya gitu," Jelas Jessy ogah-ogahan. "Duh, kesannya gue ini juru bicaranya Helen banget gitu. Habisnya Helen tuh kalau ditanya tentang Galaksi kebanyakan prolognya."
"Jadi cuma partner aja, ya?" gumam Gista. "Bukan semacam partner with benefit gitu kan, Helen?"
Jessy menjentikkan jari. "Nah, itu dia. Udah jambak-jambakan lagi mainnya." Jessy masih saja membahas pesan Galaksi di grup chat hari itu.
"Apaan?" hardik Helena. "Jangan pada kejauhan deh, pada tahu Galaksi kayak gimana, kan?"
"Nggak, tapi ... gini. Sepenglihatan gue nih ya, sekarang tuh keadaannya antara Galaksi memang udah baper beneran sama lo, atau dia lagi berusaha bikin lo baper. Iya nggak, sih?" Fadhil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan mata yang emnatap teman-temannya bergantian.
"Iya. Gue juga nangkepnya gitu, Galaksi tuh kesannya kayak udah memiliki lo banget gitu. Lo ngerasa nggak, sih?" Gibran masih dengan kernyitan di kening yang semakin dalam.
"Sekali lagi, lo semua kan tahu Galaksi tuh orangnya kayak gimana." Helena mulai kembali menggigit pinggiran jagung bakarnya. "Dia tuh ... emang begitu, kan? Nggak akan gonta-ganti boncengan dong kalau dia nggak baperan?"
"Iya juga, sih," sahut Gibran akhirnya.
"Jadi menurut lo, yang baper Galaksi doang? Lo nggak?" Pertanyaan Jessy malah membuat Helena merasa tersudut, lalu tertuduh. Padahak jelas-jelas Jessy tidak sedang menyudutkan dan menuduhnya.
Helena berhenti menggigit jagungnya, lalu menatap mata temannya itu.
"Tapi ya, gue kan pernah ngenalin Galaksi sama Mira, teman kampus gue, respons Galaksi tuh lempeng aja, malah Mira yang ngebet minta gue bantuin dia untuk deketin Galaksi," ujar Gista.
"Mira bukan tipe ceweknya Galaksi kali," terka Gibran.
Gista menggeleng. "Ada Lucy juga kok, dan ya gitu. Setelah beberapa hari jalan, kayaknya Galaksi cuek aja habis itu."
"Lo kayaknya banyak banget ya ngenalin cewek ke Galaksi?" tanya Fadhil.
Gista mengangkat bahu. "Tapi kayak nggak ada yang nyangkut, sih. Kayak ya, ya udah, lewat aja gitu." Gista menatap Helena."Sori ya, Helen."
"Apaan sih, minta maaf segala." Helena tertawa.
"Ya, selama ini kan gue beneran nggak nyangka kalau kalian bakal dekat." Gista meringis. "Lagian Galaksi baik banget sih selama ini, nggak pernah perhitungan masalah apa-apa. Jadi balas budi yang bisa gue lakukan hanya dengan mengenalkan dia ke cewek-cewek."
"Emang Galaksi tuh isi pikirannya cewek doang, ya?" tanya GIbran."Kenapa seolah-olah omongan lo mengartikan demikian, sih?"
"Lah, memangnya selama ini?" Gista menagngkat bahu, menatap semua mata temannya. "Yang dipikirin Galaksi kan cuma cewek."
"Selama ini, bahkan kita nggak pernah tahu ceweknya Galaksi siapa," lanjut Gibran. "Kita nge-judge dia 'tukang mainin cewek' cuma gara-gara sering lihat dia jalan sama banyak cewek dan suka ganti-ganti."
"Jalan," ulang Fadhil. "Kita tuh nggak tahu jalan sama cewek versi Galaksi tuh kayak gimana dan sejauh apa."
Gibran menunjuk Fadhil. "Nah, makanya itu. Nggak pernah tahu, tapi kita udah nge-judge aja dia player, tukang mainin cewek, dan-"
"Ya kalau masalah itu kan kita tinggal tanya salah satu cewek yang pernah jalan sama Galaksi." jessy menatap Helena yang tengah menggigit-gigit kecil jagungnya sedari tadi. "Jadi ... jalan sama Galaksi tuh kayak gimana, Helen?"
Helena menatap Jessy, lalu menyapukan tatapan ke mata-mata lain yang kini terasa menyudutkannya. "Sejauh ini sih ya normal-normal aja." Helana mendapatkan tatapan ragu dan tidak percaya, jadi dia kemali menjelaskan. "Lagian gue kan bukan salah satu cewek yang lagi diajak jalan sama Galaksi. MAsalah dia baper atau lagi bikin gue baper, ya nggak ngerti gue. Tapi sejauh ini dia nggak ngelakuin hal-hal aneh."
"Selain mengangkat gue ke meja bar dan hampir mau cium gue, tapi dengan bodohnya gue diam aja." Helena melanjutkan kalimatnya dalam hati.
"Itu kan masih awal," ujar Jessy.
"Bener, lagi membangun image agar dipercaya dulu," tambah Gista.
"Lo semua kenapa, sih? Kayaknya bakal senang banget kalau gue diapa-apain sama Galaksi, ya?" tanya Helena heran.
****
Tim Sukses Depan Pager
Kaivan Ravindra : Sayang, kamu lagi ngapain?
Nggak kangen?
Kaivan Ravindra deleted this message.
Kaivan Ravindra deleted this message.
Lha ... salah kirim.
Arjuna Advaya : Sayang, kok kamu harus nanya di sini? Kamu kan tahu aku lagi pipis di toilet.
Julian Keano : Arjuna pipis aja mesti ditemenin Kai. Sumpah.
Galaksi Bimantara : Lagi manja banget.
Jessy Shahiya : HAHAHA. SAYANG, AKU KANGEN BANGEEETTT.
Fadhil Dzil : Cuah.
Gibran Sungkara : Yang dulu pegangan tangan aja ngumpet-ngumpet di bawah meja. Sekarang sembarangan aja panggil sayang-sayang di sini.
Jessy Shahiya : Sayang. Sayang. Sayang. Sayang. Sayang. Sayang. Sayang.
Kaivan Ravindra : Iya. Iya. Iya.
Gista Renjani : Disahutin pula anjir.
Aruna Advaya : Jessy, malam ini Kainya gue pinjem dulu buat jadi teman tidur yaaa.
Jessy Shahiya : Asal jangan diapa-apain, ya. Gue nggak punya lagi.
Arjuna Advaya : Yah telat :(
Kaivan Ravindra : PC aja ya, Jes.
Jessy Shahiya : Nggak mau. Di sini aja.
Gista Renjani : Iya, di sini aja chatan-nya. Biar kita gumoh padaan.
Kaivan Ravindra : Jadi barbeque-an?
Jessy Shahiya : Jadi dooong.
Kaivan Ravindra : Di mana?
Jessy Shahiya : Di rumah Helen. Soalnya kebetulan di rumahnya lagi nggak ada siapa-siapa.
Galaksi Bimantara : Wah. Sampai kapan tuh?
Jessy Shahiya : Apanya?
Galaksi Bimantara : Nggak ada siapa-siapanya.
Jessy Shahiya : -_-
Kaivan Ravindra : Kirain nggak jadi.
Jessy Shahiya : Jadi laaaah. Nggak ada kalian kita juga jalan. Jangan remehkan. (Jessy send a picture)
Arjuna Advaya : Buset. The real bakar-bakar. Dibakar beneran.
Galaksi Bimantara : Sampe ngebul gitu ya.
Julian Keano : Pasti renyah bet rasanya.
Kaivan Ravindra : Sayang, itu jangan kelamaan entar jadi keripik.
Jessy hanya mengirimkan emoticon wajah marah memerah.
Kaivan Ravindra : Eh, tapi hasil fotonya bagus. Kamu yang foto?"
Jessy Shahiya : Iyaaa. Aku belajar foto pakai kamera kamu dari sore. Mau lihat nggak hasil fotonya?
Kaivan Ravindra : Boleh.
Jessy Shahiya : Aku fotoin Fadhil. (sent a photos)
Fadhil Dzil : Ganteng banget gua. Heran.
Jessy Shahiya : Aku juga fotoin Helen. (Sent a photos)
Galaksi Bimantara : Wah, Bahaya. Jadi pengen cepat-cepat pulang.
Helena Cellistine : Jessy. Nggak foto gue jugaaa lo kirim di sini!!!!
Jessy masih mengirimkan beberapa photo Helena. (Jessy Shahiya sent a photos)
Galaksi Bimantara : Ada yang lihat kunci mobil gue nggak?
Julian Keano : Mau ke mana lo?
Galaksi Bimantara : Balik bentar. Helen, di rumah masih nggak ada siapa-siapa, kan?
****