"Belum juga gue mikir, udah dikasih peringatan aja!" Helena balas melotot. "Apa aja deh, lagian ...,"
Jessy mengangkat dua alisnya, menunggu Helena kembali bicara.
"Lagian, gue mau ketemu nyokap di malam ulang tahun gue. Jadi ya, hadiahnya kapan-kapan aja."
"Tapi malamnya lo balik, kan? Maksudnya nggak akan nginep di rumah nyokap lo?"
Helena mengangkat bahu. "Ng ... Nggak akan sih." Mengingat secanggung apa hubungannya dengan Mama, nahkan Helena sudah menduga pertemuanya dengan Mama tidak akan berlangsung lama. Karena, tidak banyak yang bisa mereka bicarakan sama-sama. Helena hanya akan bercerita tentang dirinya, dan Mama hanya menyimak. Lalu sebaliknya. Setelah itu, selesai.
Dan menginap di rumah Mama sama sekali tidak pernah masuk ke dalam daftar hal yang ingin dilakukan olehnya.
Helena keluar dari ruangan HIMA da berjalan menyisir sisi gedung fakultas. Hari ini, dia memang sudah ada janji dengan Galaksi. Tentang kuesioner yang semalam mereka bicarakan, Helena sudah menysunnya, dan Galaksi harus mengisinya. Namun, terakhir kali menghubungi laki-laki itu, dia bilag sedang ada kelas.
Jadi, Helena menepi ke dinding gedung fakultas untuk membuka layar ponselnya dan kembali mengirimkan pesan pada Galaksi.
Helena Cellistine :
Gaaal.
Galaksi Bimantara :
Iya, Sayang."
Helena Cellistine : Di mana?
Galaksi Bimantara :
Ruang BEM.
Helena Cellistine: Lho, ngapain?
Galaksi BImantara: Yang jelas nggak lagi godain cewek. Tenang aja.
Helena Cellistine: Ish!
Galaksi Bimantara: Kuesioner, ya? Ya udah ke sini aja, lagi diskusi biasa doang kok.
Helena Cellistine: Banyakan?
Galaksi Bimantara: Nggak. Divisi gue doang.
Helena Cellistine: Serius?
Galaksi Bimantara: Lho, mau langsung diseriusin aja nih?
Helena Cellistine: Halah, basi!
Galaksi Bimantara: Hahaha. Gue tunggu di sini.
Helena Cellistine: Okay, on the way. Thank you.
Galaksi Bimantara: My pleasure.
Helena menyebrang jalan, mencapai sisi kiri dan ikut berjalan bersama rombongan mahasiswa yang baru saja keluar dari gedung fakultas. Dia tahu letak ruang BEM saat mengantar Jessy untuk bertemu Kaivan. Iya, Kai juga anggota BEM, hanya berbeda divisi dengan Galaksi.
Helena sudah sampai di dekat selasar ruang BEM yang selalu menjadi spot favorit para mahasiswa. Lantai parket, posisi strategi, juga memiliki jaringan internet yang terkenal paling kencang, menjadi alasan tempat itu selalu ramai dikunjungi.
Seperti sekarang.
Helena melewati bagian sisi selasar di mana tempat itu tengah dijadikan tempat untuk diskusi terbuka. Jika sedang menganggur, dalam artian tidak ada event apa-apa, biasanya anggota UKM seni akan menggelar konser dadakan di sana. Dimulai sore, selepas semua jadwal mata kuliah reguler berakhir, sampai larut malam.
Jadi, jika ditanya, sudut mana yang keadaannya tidak pernah terlihat mati di sekitaran kampus? Jawabannya adalah selasar BEM.
Helena tidak pernah sengaja berdiam diri di sana. Karena, selain tidak punya alasan untuk mnedengarkan diskusi apa pun, dia juga tidak punya cukup banyak teman unutk mengenal orang-orang yang sering nongkrong di selasar.
Helena berhasil melewati selasar sampai depan pintu ruang BEM. Dan dia terlalu percaya diri saat mendorong pintu yang sudah setengah terbuka itu, bergerak masuk tanpa memeriksa dulu keadaan di dalamnya.
Oke. Helena tertegun di ambang pintu ketika semua kepala kini serempak menoleh padanya. Selain disambut oleh tatapan-tatapan dari semua orang di dalam ruangan, dia juga disambut oleh aroma cat baru yang menguar dari ruangan itu. Suasananya jadi terasa semakin canggung.
Definisi 'nggak banyak' anggota yang berada di ruangan itu, yang Helena tangkap dari pesan Galaksi tadi, adalah sekitar tiga sampai lima orang, tapi apa ini? Ada sekitar dua belas atau lima belas orang mungkin di sana, Helena tidak tahu pasti karena tidak menghitungnya.
Ini sih bukang 'nggak banyak' namanya! Gimana sih, Galaksi!
Dan kehadirannya saat ini, berhasil memaku tatapan-tatapan itu, yang salah satunya adalah Galaksi, yang kini tampil dengan pakaian serba hitam; sweater hitam, celana jeans hitam, dan sneakers hitam.
Galaksi yang tadi tengah berbicara di depan semua rekannya itu sempat terdiam. Melihat Helena diam saja di ambang pintu, dia beranjak dari kursinya. Sambil berjalan mendekat ke arah Helena, dia melanjutkan ucapannya yang tadi sempat terhenti.
"Jadi, menurut gue acaranya nggak usah terlalu resmi. Adain selasar, undang anak seni, selesai. Karena kan anggarannya juga nggak ada." Galaksi meraih tangan Helena, menuntunnya, agar bergerak masuk mengikuti langkahnya. Dia terlihat tidak terlalu peduli oada belasan pasang mata yang kini menatap ke arahnya. "Bukan kita nggak mau cari sponsor ya, kan? Tapi waktunya udah mepet banget dan ini juga bukan proker utama. Jadi, ya udah lah. Santai aja."
Helena masih bersembunyi di belakang punggung Galaksi, dengan tangan mereka masih saling bertaut saat Galaksi menarik kursi yang tadi didudukinya.
"Duduk di sini, ya bentar lagi selesai kok," ujar Galaksi seraya menarik Helena lebih dekat ke kursi. "Udah makan?" tanyanya dengan suara lebih pelan.
Namun, seisi ruangan pasti bisa mendengar pertanyaan itu karena suasana sedang hening.
Helena sempat menggigit kecil bibirnya sebelum menatap Galaksi dan mengangguk pelan. Dia ingi berkata agar Galaksi tetap fokus saja pada diskusinya dan anggap Helena tidak ada. Karena, Helena tahu bahwa sejak tadi keberadaannya sudah menarik banyak perhatian anggota diskusi di ruangan itu. Terutama anggota perempuan.
Ada tatapan yang tersirat iri, ada juga tatapan kagum pada Galaksi yang terlihat memperlakukan Helena dengan begitu baik walaupun di depan rekan-rekan BEM-nya. Padahal, ya memang tidak ada hubungan apa-apa di antara keduanya yang mengharuskan Galaksi bersikap canggung, kan?
Helena mulai bisa menerka, mungkin ini salah satu alasan kenapa banyak mahasiswi yang tergila-gila pada Galaksi dan mengantre untuk jadi pacarnya. Agar bisa di-treat seistimewa ini dan dilihat banyak orang. Seperti ... ada kebanggaan yang bias, tapi menyenangkan.
Ah, Helena harus mengingat hal itu dan menuliskan dalam notes-nya.
Galaksi terus bicara sambil berdiri di belakang kursi yang Helena duduki, dengan dua tangan yang memegangi sandaran kursi. "gitu aja ya, terus ...," Dia menggumam agak lama. "HIMA Teknik Industri kemarin minta bantuan buat acaranya mereka juga, tapi gue belum tahu detailnya, sih. Mungkin nanti gue tanyain dulu."
Saat mendengar nama Teknik Industri, Helena tiba-tiba teringat Nathan.
Galaksi membungkuk untuk meraih bolpoin di atas meja, membuat dadanya menyentuh punak kepala Helena dan dia tidak terlihat risi dengan tatapan-tatapan angota yang kini tertarik pada tingkahnya, juga pada Helena.
Saat Galaksi tengah sibuk dengan seorang reka di belakangnya, demi menghindari tatapan mahasiswi di sana yang kini seolah-olah tengah mengulitinya, Helena menyapu pandangannya ke sekeliling ruangan.
Dia memperhatikan ruangan yang terlihat putih, bersih, yang tampak baru saja selesai dicat. Dan saat melihat ember cat yang berada di sudut ruangan, Helena seperti tersugesti. Tiba-tiba aroma cat terasa pekat, membuat hidungnya gatal. Ruangan itu sudah berubah bising dengan diskusi yang kini terpecah karena Galaksi baru saja menyerahkan beberapa berkas pada rekan-rekannya.
*
*
*