Seketika Helena menelan ludah. Galaksi tahu apa yang Helena pikirkan dari tadi.
"Gimana?" tanya Galaksi. "Masih butuh bantuan gue, kan?"
Helena menatap Galaksi penuh selidik. Galaksi adalah musuhnya selama tiga tahun belakangan, jadi dia tidak akan mudah percaya jika Galaksi tiba-tiba berbaik hati. Terlebih lagi setelah mengetahui Helena selama ini hanya memanfaatkannya. Jadi, dia harus waspada, bisa jadi Galaksi punya maksud lain di balik penawaran menarik yang diajukannya.
"Kita butuh perjanjian hitam di atas putih," usul Helena.
"Hah?" Galaksi mengernyit.
Helena mengangguk. "Gue nggak mau ke depannya lo tiba-tiba nggak kooperatif, tiba-tiba merasa nggak nyaman dan menghindar saat gue jadikan objek riset gue sampai akhir, lo tiba-tiba menuntut ini-itu dari gue karena merasa udah sangat berjasa."
Galaksi terkekeh sumbang. Namun dia mengulurkan tangannya. "Oke, silahkan."
Helena menatap Galaksi sesaat sebelum menarik keluar pulpen dari notes-nya. Lalu menuliskan sesuatu di sana, yaitu kontrak perjanjian. Helena sadar selama menulis, Galaksi degan saksama memperhatikannya. Beberapa saat dia berpikir untuk menuliskan poin-poin yang dikira hanya menguntungkan untuknya. Sampai akhirnya Helena mendongak dan menyerahkan notes-nya.
"Silahkan lo baca," ujar Helena.
KONTRAK PERJANJIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Galaksi Bimantara yang selanjutnya disebut sebagai Objek Riset dan Helena Cellistine dalam hal ini bertindak sebagai pihak yang melakukan riset, sepakat dan setuju mengadakan sebuah perjanjian dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:
1. Galaksi Bimantara bersedia bersikap kooperatif dan terbuka ketika Helena Cellistine membutuhkan informasi tentang apa pun.
2. Galaksi Bimantara bersedia untuk tidak berkencan dengan perempuan mana pun selama menjadi Objek Riset.
3. Galaksi Bimantara tidak akan menuntut apa pun dari Helena atas segala hal yang dilakukannya selama menjadi objek riset.
Demikian perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak setelah keduanya benar-benar menyetujui poin-poin dalam perjanjian.
Helena Cellistine
Galaksi Bimantara
Galaksi mendongak setelah selesai membaca isi kontrak itu. "Keuntungan buat gue apa?"
"Maksudnya?"
"Helen, kontrak perjanjian itu harus menguntungkan kedua belah pihak. Di sini, cuma ada kewajiban gue. Hak gue mana?" protes Galaksi seraya menunjuk kontrak perjanjian yang memang, sangat konyol sekali.
Helena menyerahkan bolpoin miliknya. "Lo tulis sendiri."
Galaksi meraih bolpoin begitu saja. Lalu menunduk untuk menuliskan poin berikutnya dan menunjukkannya pada Helena.
4. Helena Cellistine bersedia untuk tidak berkencan dengan laki-laki mana pun selama menjalani riset.
Helena mengangguk, menyetujui poin itu. "Oke."
"Satu lagi," ujar Galaksi seraya menarik kembali notes merah itu, menunduk dan kembali menulis. Setelah selesai, dia membaca kembali apa yang ditulisnya. "Oke, ini cukup," gumamnya. Lalu, tangannya menggeser notes agar Helena bisa kembali membaca poin yang ditulisnya.
Dengan santai, Galaksi menanti respons Helena seraya menenggak botol air mineral yang berada di atas meja bar.
5. Helena Cellistine bersedia melakukan poin 6 dan 8 dalam to do list yang ditulis di dalam notes dengan waktu tentatif.
****
Galaksi masih menatap Helena, menunggu jawaban tanpa menuntut karena sejak tadi dia terlihat sabar. Namun, setelah beberapa detik berlalu tanpa kunjung ada jawaban, telunjuknya mengetuk-ngetuk sisi botol air mineral, terdengar konsisten, seperti detik stopwatch yang bergerak mundur dan menunggu waktu habis.
"Mau minum dulu?" Tawaran yang terkesan mencibir karena Galaksi mencibir karena Galaksi melihat Helena masih bergeming. Dia memang tidak terang-terangan terlihat bahagia atas kebingungan Helena, tapi jelas dia terlihat menang.
Suatu kecerobohan yang tidak pernah Helena prediksi, berurusan dengan Galaksi tidak semudah yang dibayangkan sebelumnya. Helena bisa saja mengambil keputusan untuk mundur, tapi justru itu akan membuat Galaksi tertawa terpingkal-pingkal di belakangnya.
Namun, jika dia maju ...
Helena terkesiap, getar ponsel membuatnya berhenti berdebat dengan diri sendiri. Nama 'Papa' muncul di layar ponsel, Helena turun dari stool lalu menatap Galaksi yang kini mengulurkan tangan dengan santai, mempersilahkannya untuk menjauh ketika menerima telepon.
Helena bergerak ke arah pintu kaca, membukanya dan melangkah menuju balkon. "Halo, Pa?"
"Halo, lagi apa sayang?"
"Aku," Helena melirik ke belakang, melihat Galaksi masih duduk di stool seraya menenggak botol air mineral. "Aku masih ada di rumah teman. Kenapa, Pa?"
"Belum pulang?"
"Iya, belum. Tapi sebentar lagi aku pulang kok, lagi beresin ... ini dikit lagi aku pulang kok."
"Ya udah, hati-hati pulangnya. Papa nggak bisa jemput soalnya, malam ini mendadak harus pergi ke Bandung. Sama Om Argan." Papa memang cerita bahwa Blackbeand di Bandung sedang bermasalah karena manajernya tiba-tiba keluar tanpa one month notice. Namun, ini hal biasa. Walaupun ayahnya itu tdak pergi ke luar kota, beliau memang sering tidak pulang ke rumah dan menghabiskan waktu kerja semalaman di Blackbeans.
Helena menggumam pelan.
"Soalnya Papa belum bisa memastikan akan berapa hari di Bandung."
"Oke. Take care ya, Pa."
"Thank you. papa akan segera kabari kalau udah tahu kapan akan pulang. Bye."
"Bye."
Sambungan telepon terputus, seharusnya Helena tidak punya alasan untuk tetap berdiri di balkon. Namun, alih-alih bergegas kembali menemui Galaksi, dia malah mematung lama di luar. Tubuhnya berputar. Dari balik pintu kaca itu, dia bisa melihat Galaksi keluar dari pantri dan berjalan ke arah sofa. Laki-laki itu memainkan ponsel dan duduk di sana.
Ketika masih termenung sendirian, tiba-tiba Helena mendengar sebuah bisikan dari dalam dirinya sendiri. Mungkin tidak apa-apa, merelakan sedikit waktu untuk bermain-main dengan Galaksi. Dia tampan, populer di kampus, dan punya segalanya yang tidak pernah membuatnya terlihat kesulitan.
Jadi, kenapa tdak?
Lalu, Helena menggeleng kencang saat sebuah suara terdengar mengucapkan makna berlawanan. Gue pernah berurusan dengan Galaksi, dan tidak pernah menghasilkan sesuatu yang menyenangkan. Lalu, kenapa gue nggak pernah belajar dari hal itu?
Saat Galaksi menoleh ke arah balkon, tatapan merela bertemu, membuat Helena segera membuang napas kasar dan melangkahkan kaki untuk kembali masuk. Kehadirannya membuat Galaksi menoleh, gerakannya saat duduk di sisi Galaksi membuat laki-laki itu membenarkan posisi duduk untuk menghadap ke arahnya.
"Lo nggak harus jawab sekarang. Perjanjian itu." Galaksi menunjuk notes Helena yang masih terbuka di atas meja bar. "Lo bisa pikirkan dulu. Nggak harus sekarang."
Mungkin Galaksi mampu menangkap kebimbangan dalam raut wajah helena. Walaupun Helena benci terlihat demikian, tapi sejauh ini dia tidak punya ide untuk bersikap tenang dan yakin seperti biasanya.
"Kenapa lo senang banget membuat gue kesulitan?" tanya Helena.
"Siapa?"
Helena hanya menatap Galaksi ketika mendengarnya balik bertanya.
"Helen, kalau lo nggak mau, lo tinggal tolak dan batalkan perjanjian. Nggak harus terus-terusan menyalahkan gue." Lihat bagaimana caranya berbicara, dia adalah salah satu manusia yang sepertinya tidak punya banyak beban pikiran yang pernah Helena temui selama ini.
*
*
*