Andra segera keluar dari Kantornya saat mendengar Fania tidak bisa ditemukan, Farhan mengaku telah mencari Fania sejak tadi, sudah juga menghubungi orang rumah Fania, tapi tetap tidak bisa menemukan Fania.
Farhan sempat berfikir kalau Fania pulang duluan ke rumahnya, tapi ternyata tidak ada.
Farhan menghentikan laju mobilnya, di tempat itu Farhan dan Andra janji bertemu, mereka akan mencari Fania bersama.
"Mana lagi Andra lama sekali, di jemput gak mau tapi sekang lama seperti ini"
Farhan terus berusaha menghubungi Fania tapi tak juga mendapat jawaban, padahal ponsel Fania aktif hanya saja Fania enggan menjawabnya.
Farhan khawatir kalau Fania kenapa-kenapa sehingga tidak bisa menjawab teleponnya, dimana wanita itu kenapa menghilang begitu saja.
Bukankah Fania sudah bisa menerima keadaannya, tapi kenapa harus seperti ini sekarang.
Harusnya Fania mengerti kalau kesempatan itu akan tetap ada, mungkin saja Fania salah aatu dari orang yang bisa mendapatkan keajaiban Tuhan.
Mereka tengah berusaha untuk kesembuhan Fania, sudah seharusnya Fania juga yakin untuk kesembuhannya kali ini.
Farhan menoleh ketika Andra mengetuk kaca mobilnya, datang juga, itu cukup membuat Farhan bisa bernafas lega.
"Bagaimana ?"
"Tidak ada"
"Kemana dia, gue telepon sejak tadi gak diangkat juga"
"Sama, Fania mungkin memang gak mau jawab"
Andra diam, berfikir kemungkinan dimana Fania berada sekarang.
"Kerjaan udah selesai ?"
"Udah, ayo jalan cepat keburu makin jauh nanti Fania"
Farhan mengangguk dan melajukan mobilnya, mereka mengedarkan pandangannya kesetiap titik di jalan itu.
Tapi mereka tak mampu melihat Fania disana, pejalan kaki juga cukup ramai, sepertinya memang akan sedikit sulit untuk bisa melihat Fania diantara mereka semua.
"Pelan-pelan saja, kan jalan di pinggir juga"
"Iya ini juga pelan-pelan"
Sampai saat ini Farhan masih mencoba menghubungi Fania, bagaimana cara Farhan menjelaskan nanti pada orang tua Fania.
Mereka pasti akan marah karena menganggap Farha tak bisa menjaga Fania, dan bagaimana dengan Gina nanti, bukankah wanita itu juga masih dalam keadaan kurang sehat.
Farhan pasti akan membuatnya kembali drop jika sampai membawa kabar kehilangan Fania, tak akan ada yang bisa terima hal ini.
"Kemana kamu Fan ?"
Ucap Andra, menyesal sekali Andra tak mengantarnya ke rumah sakit tadi.
Kalau saja Andra disana, mungkin keadaan bisa berubah tidak akan sampai seperti ini.
"Kira-kira kemana Fania biasa pergi kalau lagi kesal, Dra ?"
Andra menoleh sekilas, kemana Andra juga tidak tahu.
Terlalu banyak yang Fania kerap datangi kalau memang lagi kesak, kadang juga Fania hanya mengurung diri di kamarnya tanpa siapa pun tahu.
Andra mengernyit, benar juga, mungkin saja Fania ada di kamarnya.
Mungkin saja Fania masuk tanpa ada yang melihatnya, itu adalah salah satu kebiasaan Fania bersembunyi dari semua yang mungkin akan mencarinya.
"Kita ke rumah Fania saja"
"Untuk apa, kita harus cari Fania, nanti orang tuanya bisa marah kalau Fania gak ikut pulang"
"Udah ke rumah saja dulu, lo gak perlu ikut masuk, biar gue saja yang masuk, nanti gue keluar lagi kalau udah selesai"
"Baiklah"
Farhan setuju saja dengan permintaan Andra, Farhan memutar balik laju mobilnya, apa pun yang akan dilakukan Andra semoga memang bisa menemukan Fania.
Dan semoga saja tidak akan ada keributan apa pun nantinya, Farhan tidak tahu harus mengatakan apa jika sampai orang tua Fania marah padanya.
Andra meyakinkan dirinya sendiri kalau Fania pasti ada di kamarnya sekarang, Fania pasti disana karena Fania pasti sadar kalau dirinya masih sangat lemah dan harus beristirahat.
Farhan melirik Andra beberapa saat, kenapa dengan lelaki itu, apa yang sedang difikirkannya sekarang ini.
Apa Andra akan memberi tahu orang tua Fania, mungkin Andra ingin mereka untuk bisa membantu memcari Fania sekarang.
Baiklah kalau memang seperti itu, mungkin Farhan harus siap-siap saja untuk mendengar kemarahan mereka saat bertemu nanti.
Tidak masalah, bukankah ini memang kesalahan Farha, Farhan tak bisa menjaga Fania dengan benar hingga wanita itu hilang sekarang.
Farhan menghentikan laju mobilnya diluar halaman rumah Fania, itu juga atas saran Andra dan Farhan hanya menurutinya saja.
"Den Andra"
"Bibi, om sama tante ada ?"
"Nyonya di kamar sedang istirahat, kalau tuan sedang ke Kantor"
Andra mengangguk, mungkin memang benar tak ada yang melihat Fania pulang sejak tadi.
"Ada apa den ?"
"Fania dimana bi ?"
"Non Fania sedang pergi kontrol, tapi pergi di jemput sama den Farhan dan belum pulang sampai sekarang"
Andra mengangguk, semoga saja apa yang ada dalam fikirannya saat ini adalah benar.
"Bi, aku ada barang yang harus diambil, bibi bisa temani aku ke kamar Fania ?"
"Oh, boleh silahkan"
Andra tersenyum dan melangkah lebih dulu, Fania harus bisa dilihatnya di kamar nanti.
Fania tidak boleh pergi kemana-mana sendirian, meski itu hanya untuk sebentar saja.
"Aku masuk ya bi"
"Iya den"
Andra membuka pintunya perlahan, memang tidak di kunci.
Andra lantas masuk dan mencari disetiap tempatnya, dimana Fania wanita itu belum juga bisa dilihatnya.
Andra membuka pintu menuju balkon, dan selesai sudah.
"Fania"
Fania menoleh dan seketika itu bangkit memeluk Andra, mata Andra terpejam, lega sekali rasanya.
"Lo kenapa pergi dari Farhan, lo buat gue khawatir tahu gak"
Tak ada jawaban, Fania hanya emngeratkan pelukannya saja, Andra tersenyum dan membalas pelukan itu.
Wanita ini memang teramat berarti bagi Andra, dari wanita ini Andra merasa kembali hidup bersama Adiknya.
"Tenanglah, lo kenapa lagi, Farhan berbuat apa lagi sama lo sekarang ?"
Fania menggeleng, tidak ada apa pun, Fania hanya menyesali hidupnya sendiri.
Fania tidak ingin hidup dalam keadaan seperti ini, semua terlalu buruk bagi Fania.
"Bagaimana hasil pemeriksaannya ?"
"Gue bakal tetap mati"
Andra mengernyit, bodoh sekali jawabannya.
Bagaimana bisa Fania berkata seperti itu, tidak bisakah Fania lebih hati-hati lagi ketika berbicara.
Mereka selalu berusaha positif berfikir tentang keadaan Fania, tapi ternyata Fania sendiri malah berfikir seburuk itu.
"Lo jangan sedih kalau nanti gue pergi"
"Diamlah, tutup mulut lo, menjengkelkan sekali, kalau tidak bisa bicara benar, diam saja"
Fania diam, apa pun yang meteka katakan, semua semangat yang kerap diberikan, nyatanya tidak mampu merubah apa pun juga.
Hidup Fania tetap saja akan berakhir dalam waktu singkat yang diberikan Tuhan, apa lagi yang harus dilakukan sekarang.
Kalau memang Fania hanya tinggal menunggu hari itu datang, Fania akan sibuk menghitung mundur jumlah hari dimana Fania bisa bertahan.
Dan Fania harus siap ketika hari terakhirnya datang, tak boleh ada lagi impian dalam hidupnya atau Fania akan semakin hancur oleh harapannya sendiri.