Chereads / 361 Hari Nafas Fania / Chapter 2 - Bercerai

Chapter 2 - Bercerai

Ucapan Fania kembali membuatnya mendapat jitakan dari Yuda, bisa saja Fania mencari alasan.

Setelah beberapa perbincangan, Fania menutup sambungannya dan kembali berbincang dengan sahabatnya.

"Jadi, mau pulang ?"

"Tentu saja, komandan sudah menelpon"

"Ayolah, gue juga cape pengen pulang"

Andra mendapat sorakan kompak dari yang lain saat mendengar ucapannya, Andra memang selalu memberikan perhatian lebih pada Fania, bukan karena hal lain tapi Andra merasa jika Fania adalah adiknya yang telah berpulang kepada sang pencipta beberapa tahun yang lalu.

"Ayolah"

"Ok, sampai ketemu besok"

"Hati-hati dijalan, jagain adik kesayangannya"

Andra tersenyum dengan ledekan Wulan, setelah berpamitan Fania dan Andra pulang lebih dulu.

Andra mengikuti mobil Fania dengan motor sportnya beruntung hujan sudah reda jadi Andra bisa tenang menjalankan motornya.

Pagi-pagi Fania sudah duduk di kursi kerjanya, Fania selalu melakukan kegiatannya dengan senyuman dan semangat penuh.

"Fania, berkas yang saya minta sudah siap ?"

"Siap pak, nanti saya antar ke ruangan"

"Tidak perlu, berikan sekarang, saya akan membawanya sendiri"

Fania mengangguk dan memberikan berkas yang dimintanya, setelah kepergian atasannya Fania kembali melanjutkan kegiatannya.

Selama hari kerja dan jam kerja Fania akan menghabiskan waktunya di kantor, sekali pun di jam istirahat Fania lebih senang jika menikmati makan siang dimeja kerjanya.

"Fan, gak keluar kan ?"

"Memangnya kapan aku keluar sebelum jam pulang ?"

"Iya sih, aku temani ya, aku juga gak keluar"

"Kenapa tumben ?"

"Mobil di bengkel, terus di luar hujan jadi gak ke keluar"

"Baiklah, disini saja biar aku ada temannya"

Fania tersenyum mengingat musim hujan yang masih belum berlalu, andai Fania ada di rumah tentu Fania akan menikmati angin dinginnya sambil menikmati secangkir teh hangat.

"Fan, dua hari lagi aku cuti"

"Mau kemana, diperhatiin sering banget cuti"

"Mau urus pernikahan"

"Diiih seriusan ?"

"Iyalah masa bohong apa gunanya"

Fania terkikik mengingat Cindy yang sama seperti dirinya cuek terhadap yang namanya hubungan pasangan tapi tahu-tahu Cindy sudah akan menikah.

"Jangan gitu Fan, memangnya salah ?"

"Gak salah, aku gak menyangka saja tiba-tiba kamu mau nikah, kapan pacarannya ?"

"Sutt ih kamu ini, nanti fikir orang ada apa-apa, aku nikah dadakan"

Fania kembali terkiki dengan ucapan Cindy, Fania mengangguk dan mengucapkan selamat pada Cindy atas rencana pernikahannya.

----

Jam 19.00.

Fania berada di balkon rumahnya, rumah Fania bertingkat dua terbilang mewah, Fania menyediakan kasur santai disana.

Dengan ditemani segelas teh hangat dan beberapa cemilan Fania merebahkan tubuh lelahnya, hujan masih deras mengguyur membuat udara terasa begitu dingin.

Fania tersenyum melihat sekitar, dalam hatinya Fania sangat bersyukur bisa mendapat kesempatan untuk hidup dan menikmati segala warna-warni keindahan dunia.

Fania mengernyit saat batu kerikil membentur pintu kamarnya, dengan cepat Fania bangkit dan melihat ke bawah, digerbang sana tampak Andra yang berdiri ditengah hujan tanpa payung atau apa pun yang bisa menghindarkannya dari air hujan.

"Andra, ya Tuhan lo ngapain ?"

Dengan langkah cepat Fania membawa payung dan meninggalkan kamarnya untuk menemui Andra.

Fania memayungi Andra yang tampak kacau ditengah guyuran hujan dan membawanya memasuki rumahnya.

"Lo kenapa .... mana motor .... kenapa seperti ini ?"

Fania menggeleng kemudian berlalu meninggalkan Andra yang terdiam mematung, sesaat kemudian Fania kembali dengan membawa minuman hangat dan handuk yang cukup tebal.

Fania membalut tubuh Andra dengan handuk yang dibawanya dan menggenggamkan gelas hangat ketangannya.

"Lo kenapa Dra, kenapa tiba-tiba seperti ini ?"

"Gue gak ngerti Fan"

Fania mengernyit mendengar ucapan Andra, ucapan Andra bukan jawaban untuk pertanyaannya.

Fania mengambil gelas dan meminumkan pada Andra, saat Fania meletakan gelas di meja tanpa permisi Andra menarik Fania kedalam pelukannya membuat Fania tersentak.

"Gue sendiri Fan, gak ada mereka sekarang"

"Apa maksudnya ?"

"Orang tua gue, mereka akhirnya benar-benar berpisah"

Kedua mata Fania membulat seketika setelah apa yang didengarnya, saat kematian anak bungsunya kedua orang tua Andra saling menyalahkan satu sama lain, dan setelah beberapa waktu keduanya memutuskan untuk berpisah tapi masih bisa ditahan oleh Andra tapi sekarang semua benar-benar terjadi.

Andra memang sosok laki-laki, tapi diantara semua sahabatnya Andra adalah yang paling lembut, Andra selalu menggunakan hati dalam hal apa pun apa lagi keluarga, Fania tak bisa membayangkan perasaan Andra saat ini, sama sekali tak bisa.

"Sabar Dra, lo tenang, gue yakin ada hal baik dibalik semua hal buruk ini"

"Apa mereka gak memeperdulikan gue sebagai anaknya ?"

"Gue .... "

"Kenapa mereka egois .... apa yang mereka fikirkan hingga memutuskan itu ?"

Fania tak dapat berkata apa pun, Fania tak mengerti harus bagaimana, kejadiannya sangat tidak disangka Fania tidak bisa berfikir saat ini.

Keduanya terdiam dalam keheningan, Andra tak lagi berkata karena memang tak ada jawaban dari Fania.

Fania mengusap lembut dada Andra yang tampak enggan melepaskan pelukannya pada tubuh Fania.

**

untuk pertama kalinya hujan menghilangkan kenyamanannya, kebahagiaan yang selalu didatangkan pada Fania sang penikmat hujan kini tiada terasa.

Disaat ada luka yang tergores diselanya maka hujan terasa begitu menyedihkan bahkan menakutkan.

Segeralah hentikan hujan agar luka yang tergores tidak semakin terasa perihnya.

**

"Mah, Pah Fania berangkat ya"

"Gimana sama Andra ?"

"Andra masih tidur, tadi Fania sempat ke kamar dan Andra masih terlelap mungkin semalaman Andra terjaga"

"Kalau nanti dia bangun gimana ?"

"Fania sudah siapkan teh sama sarapannya, biar saja nanti Andra memutuskan apa, dan kalau Andra masih ingin disini biarkan saja ya, mungkin Andra masih ingin bicara sama Fania"

"Papah ingatkan kamu jangan terlalu jauh ikut campur"

"Fania hanya mendengarkan curahan hati Andra bukan untuk ikut capur"

Hendra mengangguk mendengar jawaban putrinya, Gina dan Hendra tahu bagaimana hubungan putrinya dan para sahabatnya termasuk Andra dan karena itu mereka mengizinkan Andra untuk menginap di rumah mereka.

Setelah menghabiskan sarapannya Fania pamit untuk ke kantor sedangkan Hendra dan Gina masih melanjutkan sarapannya.

"Kasihan sekali Andra Pah"

"Namanya juga rumah tangga, mungkin orang tuanya memang tidak berjodoh"

"Mungkin itu benar, tapi kasihan Andra"

"Andra itu laki-laki dia gak akan berlarut-larut dalam kesedihan, jangan khawatir Andra akan baik-baik saja"

Gina mengangguk mempercayai ucapan suaminya, Gina tak pernah membayangkan jika sampai hal itu dialami putrinya pasti Fania akan hancur.

Gina menggeleng dan kembali menikmati sarapannya bersama suaminya.

"Papah berangkat"

"Hati-hati, jangan telat pulang"

"Iya, hati-hati juga di rumah"

Gina mencium punggung tangan Hendra dan mendapat balasan kecupan dikeningnya.

Gina dan Hendra selalu kompak menjaga keharmonisan rumah tangganya demi putri tersayangnya dan demi menghindari hal-hal buruk yang akan mengganggu kebaikan anggota keluarganya.