Chereads / Madu Ke-3 / Chapter 24 - Bab 24. Rasa Iri

Chapter 24 - Bab 24. Rasa Iri

"Ratih, hari ini ikutlah bersamaku keluar ya," pinta Arumi.

"Kemana, Nyonya?" tanya Ratih. Gadis itu saat ini tengah menyisir rambut Arumi yang tergerai indah.

"Belanja," timpal Arumi dengan wajah yang berseri.

Gerakan tangan Ratih seketika terhenti. Dahinya berkerut tampak bingung dengan kata-kata Arumi. "Maksudnya, Nyonya apa ya?" tanyanya bingung.

"Aku hari ini akan belanja banyak. Jadi, bisakah kau menemaniku berbelanja? Jarang-jarang lo, kita punya kesempatan untuk belanja bersama. Nanti aku traktir juga!" Arumi tersenyum lebar. Menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi.

"Tapi, selama saya berada di sini tak pernah keluar dari mansion tanpa izin dari Tuan, Nyonya. Bagaimana nanti, jika saya dihukum?" Ratih ragu untuk mengiyakan kata-kata dari Arumi.

Arumi menghela napas berat. Wanita itu lalu memutar tubuhnya menatap Ratih dengan tajam. Ratih terlihat kebingungan. Padahal, Arumi sudah meminta izin dari Benedict untuk keluar mengajak Ratih. Tidak mungkin, Arumi berbelanja dengan membawa hasil belanjaanya sendiri. Jelas sekali, oleh-oleh untuk keluarganya pasti akan berjumlah banyak.

"Ratih, dengarkan aku. Aku sudah meminta izin kepada tuan untuk membawamu. Jadi, kau hari ini akan menemaniku keluar dari mansion ini tanpa beban apapun. Tuan sudah mengizinkannya. Nanti akan ada 2 bodyguard yang menemani kita. Bagaimana? Kau sudah merasa aman sekarang?" Arumi terkekeh mendapati ekspresi dari Ratih.

"Jadi, Nyonya mau mengajak saya keluar dari mansion! Ah, ini seperti mimpi! Seumur-umur, aku belum pernah diajak belanja ke mall! Kalau begitu, nanti aku boleh ganti pakaian biasa tidak, Nyonya?" tanya Ratih. Wajahnya terlihat berseri-seri.

"Tentu! Aku sudah selesai kan ini? Pergilah, aku akan menunggumu sebentar," ucap Arumi seraya memainkan ponselnya.

"Baik, Nyonya! Tunggu Ratih sebentar!" Ratih segera berlari menembus angin. Bahkan tanpa sengaja ia menutup pintu dengan keras.

"Ratih, kau terlalu polos. Tapi, ini memang benar. Kita berdua seakan keluar dari penjara yang selama ini mengekang kita. Rasa tak percaya akan sikap si brengsek yang mendadak berubah itu. Eh, ini semua kan aku dapatkan, karena aku menjadi wanita murahan untuknya." Arumi membatin resah.

"Nyonya, ayo!" teriak Ratih.

Arumi menoleh. Ratih telah siap dengan pakaian yang berbeda. Baju Ratih terlihat biasa. Arumi bangkit dan segera menutup pintu. Ia juga menguncinya. Takut-takut, jika ada orang yang masuk. Kesalahan yang lalu, di mana ia pernah dijebak, seolah menjadi pelajaran berharga untuk Arumi.

"Eits! Mau kemana kalian? Heh pelayan! Kenapa kau memakai pakaian itu? Mana baju kerjamu?" bentak Sela.

Di belakang Sela, ada dua pelayan yang menatap sinis ke arah Ratih. Tatapan yang tak biasa dan remeh. Saat Sela hendak meraih tangan Ratih, segera Arumi menarik tubuhnya Ratih mundur di belakangnya.

"Mau apa? Dia ini pelayanku, Sela. Jangan bertingkah seenaknya," sindir Arumi.

"Oh, kau mulai berani hah? Dengar ya! Sekalipun kau itu kesayangannya, Tuan, tapi pelayanmu tidak berhak untuk keluar dari mansion ini! Pakai kembali seragam pelayanmu!" Sela mulai histeris tatkala Arumi berani melawan.

"Ratih sudah mendapatkan izin dari tuan, Sela. Kau tidak berhak mengaturnya! Jaga sikapmu, atau kau akan menggali kuburanmu sendiri!" tegas Arumi.

"Dasar kampungan! Di sini, peraturan jelas melarang para pelayan untuk keluar dari mansion ini! Sejak kapan, tuan memberikan izin untuk pelayanmu keluar dari mansion? Jangan mimpi!" sentak Sela.

"Kenyataannya, memang seperti itu. Nyonya Sela, tolong jangan membuat masalah. Tuan memang sudah memberikan izin kepada kami untuk pergi!" Ratih yang tidak terima, kini ikut berbicara.

"Eh, pembantu! Kau itu hanya manusia rendahan! Beraninya meninggikan suaramu padaku? Aku ini juga nyonyamu. Jangan macam-macam, atau aku akan mengadukan ini pada tuan!" ancam Sela.

Ratih dan Arumi saling berpandangan. Setelahnya, keduanya tersenyum menahan tawa. Jelas-jelas tuan mereka memberikan izin untuk keluar dari mansion. Sela justru ingin mengadukan kepada tuan? Bagaimana bisa Ratih dan Arumi tidak menahan tawa? Sela, sepertinya tidak menerima perlakuan tuan yang lebih condong kepada Arumi.

"Maaf, Sela! Ini sudah kelewatan! Sekalipun Ratih hanya pembantu, tapi dia memiliki derajat yang sama dengan kita. Jangan seenaknya, Sela! Lagipula, dia pelayanku. Kau tidak berhak memarahinya!" Arumi memasang badan jika sewaktu-waktu Sela akan beringas.

"Brengsek kau wanita kampung! Jangan samakan aku denganmu! Kau hanya wanita kampungan yang tidak sengaja menjadi pemuas nafsu tuan saja! Jangan mentang-mentang tuan begitu memperhatikanmu kau menjadi lupa diri darimana asalmu!" Kedua mata Sela berkilat penuh amarah.

"Aku tidak pernah lupa darimana asalku. Kau saja yang terlalu sibuk mengurusi kami. Aku tahu, kau pasti iri kan pada kami? Karena kami bisa keluar masuk dari mansion ini sesuka hati. Tidak sepertimu yang terkurung di sini tanpa bisa bergerak bebas. Benar kan?" ejek Arumi.

"Sela! Aku tidak akan mengalah lagi padamu. Mungkin saja, yang menjebakku adalah kamu. Sehingga aku kemarin mendapatkan hukuman yang keji dari si brengsek itu. Sudah cukup, aku tidak akan mengalah lagi. Jika aku tidak tegas, maka Sela akan terus membuatku sengsara dengan rencana-rencana busuknya." Arumi membatin.

"Kau mengejekku? Dengar, kau hanya barang baru. Tentu saja, tuan akan memilihmu. Lihat saja, ketika tuan telah bosan padamu. Kau pasti akan dibuang layaknya kami! Ingat itu wanita kampungan!" jerit Sela.

Arumi mengurut dada perlahan. Ia juga menghembuskan napas pelan-pelan. Sela benar-benar marah. Karena semua kata-kata dari Arumi adalah kenyataan. Semua hinaan dari Sela telah dikembalikan dengan elegan oleh Arumi. Melihat majikannya masih mematung dan menatap kepergian Sela, Ratih menggenggam tangan Arumi yang dingin. Ratih tahu, jika Arumi sebenarnya takut jika harus menghadapi sosok Sela. Terlebih, kata-kata Sela yang sangat tajam itu.

"Sudahlah, Nyonya. Wanita itu hanya iri kepada Nyonya. Karena sekarang, tuan begitu perhatian kepada Anda. Karena dari keempat istri tuan, hanya Anda yang mendapat keistimewaan dari tuan. Ayo, lebih baik kita berangkat," kata Ratih.

"Oke." Arumi memilih beranjak dari posisinya semula. Keduanya berjalan menuju teras rumah di mana ada sebuah mobil yang telah  menunggu.

"Nyonya Arumi? Kami berdua ditugaskan untuk menjaga Anda. Mari," ucap salah satu bodyguard. Arumi melihat name tag yang tertera. Pria itu bernama Fauzi. Sedangkan rekannya, bernama Rasya.

"Ayo, Nyonya," ajak Ratih.

Kini Ratih dan Arumi masuk ke dalam mobil. Setelah Arumi dan Ratih masuk, diikuti dua bodyguard yang juga masuk ke dalam mobil. Setelahnya, mobil mulai melaju. 

Arumi melirik ke sebelahnya. Tampak sekali jika Ratih begitu bahagia bisa pergi kali ini. Tanpa sadar, Arumi juga mengukir senyuman manisnya. Rasanya, ia bersyukur. Sedikit bisa membalas budi kepada Ratih.

"Nyonya, sepertinya si Sela itu tidak akan membiarkan Nyonya hidup tenang. Karena semakin lama, saya merasa jika Sela semakin berani dan terang-terangan menyerang Anda. Saya harap, Anda mulai sekarang lebih waspada," tutur Ratih.

Deg.

Arumi mendadak membeku di tempatnya. Apa yang dikatakan Ratih semua benar. Karena rasa iri, Sela bisa saja semakin gencar memperlihatkan kebenciannya.