"Berhenti mengikutiku atau akan aku patahkan kedua kakimu.." Joe melirik tajam dengan ekor matanya kearah David.
"Hei, ayolah bos aku sangat ingin membantumu. Bisakah kau memberiku sedikit pekerjaan, aku sangat bosan di sini." Rengek David yang menghentakkan kedua kakinya ke lantai layaknya seorang anak kecil yang sedang merajuk.
Joe melirik tajam kearah David, baru satu hari David tinggal di sini dan dia sudah membuatnya kesal. Pasalnya sejak pagi David terus merengek ingin membantunya, namun bukannya membantu David malah mengacaukan semua pekerjaan Joe.
"Kau hanya perlu diam dan itu sudah cukup membantuku."
"Tapi aku ingin sekali kau memberiku pekerjaan bos, aku tidak mungkin hanya berdiam diri di rumah sebesar ini tanpa melakukuan apapun." Ucap David memelas.
"Tapi jika kau melakukan sesuatu, itu pasti akan sangat mengganguku." Kedua mata Joe membola penuh, seolah akan menerkamnya sekarang juga.
"Baiklah, aku akan diam dan tidak akan mengganggumu." David menundukkan kepala karena kecewa dan melempar malas bokongnya ke atas sofa.
"Hahahaha, kau tau Joe dia mengingatkanku pada seseorang." Gelak tawa Erick yang coba ia tahan sedari tadi, kini pecah ketika melihat kekesalan di wajah Joe. Sangat menyenangkan baginya melihat mereka berdua berdebat seperti ini.
Joe mengalihkan pendangan kesalnya kearah Erick yang sedang menuruni tangga, dia tahu betul siapa orang yang dimaksud Erick. Kini dia paham bagaimana kesalnya Erick saat dulu dia terus mengikutinya kemana pun Erick pergi. "Lebih baik aku pergi dari sini." Seru Joe mendengus kesal.
"Dav. Apa kau ingin melakukan sesuatu?" Erick lebih memilih mengacuhkan Joe yang sedang kesal dengannya. "Kemarilah, aku akan memberikanmu mainan baru." Erick menjentikan jarinya memanggil David untuk mengikutinya ke suatu ruangan.
"Benarkah bos." David melompat dari duduknya, dia jadi bersemangat saat Erick mengatakan akan memberikannya mainan baru. Dia berlari mengikuti langkah Erick yang tertuju pada ruangan di lantai dua.
"Waaah, apa aku boleh meminjamnya bos?" Kedua mata David terbelalak, dia berdecak kagung atas apa yang disuguhkan di hadapannya saat ini bahkan mulutnya menganga melihat pemandangan menakjubkan itu. Sebuah ruangan bernuansa putih abu yang dilengkapi berbagai macam alat komputer dan alat-alat canggih lainnya sungguh menarik perhatiannya.
"Kau boleh memakainya kapanpun kau mau." Erick kini duduk di kursi empuk dengan meja besar di depannya. Dia mengamati David yang masih mematung mengagumi alat-alat yang bertengger rapi di hadapannya. "Tapi dengan syarat..kau harus menemukan wanitaku."
"Apa nona bos menghilang?" David menghampiri Erick dan mendudukan bokongnya di kursi yang berhadapan dengan Erick. "Apa dia menghkianatimu bos?" tanyanya lagi.
"Sakali lagi kau bicara seperti itu, akan ku hancurkan mulutmu itu." Erick melayangkan tatapan tajamnya ke arah David.
Deg, David terdiam saat melihat ekspresi menakutkan dari bosnya itu. Sepertinya aku salah bicara, pikirnya. Bodoh, kenapa kau tidak bisa menjaga mulutmu ini. Kau bisa saja mati karena tidak mengontrol mulutmu, Rutuknya dalam hati. "M-maaf bos, aku hanya asal bicara. Boleh aku tahu Nona bos kemana?" Tanyanya dengan sangat hati-hati. Salah-salah kepalanya bisa dipenggal oleh bosnya ini.
"Kalau aku tahu dia di mana, untuk apa aku menyuruhmu untuk mencarinya Dav! Pasti saat ini aku akan langsung datang dan membawanya ke sisiku." Erick mendengus kesal, bisa-bisanya dia menerima orang kurang akal seperti David batinnya.
"Hehehe, benar juga." David terkekeh menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
"Satu bulan yang lalu dia mengalami kecelakaan. Namun, di tempat kejadian hanya ditemukan bangkai motornya saja yang sudah rusak parah dan terbakar di dasar jurang. Tidak ada yang tahu kemana dia menghilang." kini mata Erick mulai sayu tatkala mengingat kenangan-kenangan yang dia lalui bersama Naira, senyuman yang selalu hadir di wajah kekasihnya memenuhi otaknya.
"Bos, bisa aku tahu identitas nona boss?" Meskipun David tidak yakin bisa menemukan nona bosnya, setidaknya dia akan berusaha sebaik mungkin untuk mencarinya. David tidak yakin jika nona bos bisa selamat dari kecelakaan saat itu, mengingat kondisi motornya yang telah rusak parah.
Erick memberikan berkas yang berisi semua identitas Naira ke hadapan David. "Cantik." Gumamnya saat matanya tanpa sengaja menatap foto Naira, dan tentu saja Erick yang memiliki pendengaran yang sangat tajam bisa mendengarnya dengan sangat jelas.
"Sekali lagi kau memandangi wanitaku, aku akan pastikan besok kau tidak akan pernah bisa menggunakan mata itu lagi." Hrdik Erick melirik tajam kearah David.
"Hehehe, maaf bos. Bibirku memang kadang tidak bisa terkontrol." David menepuk pelan bibirnya seakan dia merutuki mulutnya yang tak pernah bisa menyaring semua kata yang keluar darinya.
Erick mendengus kesal dan beranjak meninggalkan David di ruangan itu sendiri.
"Fiuuh, hampir saja aku celaka karena mulut laknat ini." David bernafas lega selepas kepergian Erick dari ruangan itu.
Ceklek, daun pintu yang tiba-tiba terbuka membuat David terkejut dan terbangun dari lamunannya. "Aku sudah memerikasa semua cctv di sekitar tempat kejadian namun hasilnya nihil. " Blam, Erick kembali menutup kasar pintunya tanpa mendengar jawaban apa pun dari David.
"Astaga. Kenapa bos besar seperti hantu saja. Lama-lama aku bisa mati jantungan di sini." serunya dengan tangan mengelus dada.
"Aku mendengarmu Dav!" Teriak Erick dari luar ruangan.
David tertegun saat kembali mendengar suara Erick. "M-maaf bos, aku hanya bercanda." Seru David yang sudah berkeringat dingin, mungkin seluruh tubuhnya pun sudah basah karena keringat. "Lebih baik aku bekerja saja." Gumamnya. "Baiklah sayang mari bekerja sama denganku untuk menemukan nona bos." Tangan David mulai mengelus-ulus komputer canggih dengan layar yang hampir memenuhi sebagian dinding ruangan, dia berbicara seolah sedang merayu seorang wanita. "Kau harus memuaskanku Sweety." Kini bibirnyapun sudah mengecup mesra keybord yang terpampang di hadapannya.
"Cih, dasar gila!" Umpat Joe, saat dia membuka pintu ruangan yang bertepatan saat David bercumbu dengan benda putih persegi yang di lengkapi dengan berbagai macam tombol itu.
Braakk, Joe menutup kasar pintunya kerena merasa jijik dengan apa yang di lakukan David. Sementara David sendiri melongo karena terkejut melihat Bosnya yang tiba-tiba saja membuka pintu. "Tidak bos besar, tidak dia, sama-sama suka membuat orang jantungan." Dengus David. Kemudian dia menarik kursi untuk duduk berhadapan dengan keyboard itu. Kini jari-jari jenjangnya mengetikkan sesuatu pada keyboard di hadapannya, deretan angka-angka dan sandi-sandi kini mulai bermunculan di layar super besar itu. Matanya terus menatap tajam sesuatu yang berada dihadapannya tanpa berkedip. Tep tep tep tep, hanya terdengar bunyi keyboard yang ditekan memenuhi seluruh ruangan tersebut. Satu jam berlalu namun jari-jarinya masih tidak berhenti mengetikan sesuatu sebelum apa yang diinginkannya itu tercapai. "Yess." serunya saat menemukan sesuatu yang ia inginkan, lalu jarinya menekan tombol enter dan secara otomatis file itu terdownload. Setelah itu David bergegas keluar unyuk menemui Erick. "Bos, apa kau meliahat bos besar?" Tanyanya saat dia berpapasan dengan Joe di depan sebuah ruangan yang tidak ia ketahui.
Joe tak menjawab, tangannya meraih handle pintu yang terletak di belakangnya lalu membuka handle pintu ruangan itu. Perlahan, daun pintu itu terbuka dan menampakan suatu ruangan bernuansa light grey dan putih, tembok dan gorden yang berwarna abu-abu yang di padu padankan dengan beberapa funiture berwarna putih terlihat lebih soft bila dipandang mata.
"Apa kau menemukan sesuatu?" Erick beranjak dari kursi kerjanya dan mendudukan bokongnya di sofa yang tak jauh dari kursinya tadi.
"Maaf bos. Untuk sekarang, hanya ini yang bisa aku temukan." David menyerahkan file yang tadi ia temukan saat meretas sistem suatu organisasi, file yang sudah sejak lama terhapus namun di tangan David, semua menjadi sangat mudah untuk mngembalikan file tersebut.
"What, apa ini?" Suara Erick menggelegar memebuhi ruangan kerjanya.