Joe mempercepat langkahnya saat dia mengetahui dari salah satu anak buahnya kalau Erick sedang berada di ruang latihan. Dia tidak ingin sesuatu hal yang buruk terjadi pada bos sekaligus sahabatnya itu. Tanpa aba-aba, dia langsung mendorong pintu yang terbuat dari kaca itu dan kemudian masuk untuk mencari keberadaan Erick. "Erick. Apa yang kau lakukan?" Serunya saat melihat Erick masih melatih fisiknya dengan Pulldown Machine, padahal tubuhnya sudah terlihat sangat lelah dan lemah. Memang di manson Erick terdapat ruang khusus untuk berolah raga di dalamnya dilengkapi dengan beberapa alat gym untuk mempermudah mereka dan para anak buahnya melatih otot-ototnya di manson. "Berhenti menyakiti dirimu sendiri Er. Kalau Naira tahu, pasti dia akan sangat sedih jika melihatmu begini." Ucapnya lagi. Namun Erick tidak menanggapi, dia terus saja menarik gagang besi panjang itu ke arah dadanya seolah dia tidak merasakan sakit atau lelah sedikitpun.
Namun beberapa menit kemudian perlahan, gerakan tangan Erick mulai melemah dan brukk. Tubuh Erick ambruk dengan kepala menghantam lantai. "Eriick!" Seketika Joe dilanda rasa panik saat melihat Erick terjatuh dan tak sadarkan diri. "Kalian, masuklah." Teriak Joe pada para anak buahnya yang berjaga di luar ruangan. "Bantu aku membawanya ke kamar." Titahnya pada keempat anak buahnya. Perlahan Joe mengangkat tubuh Erick dengan bantuan para anak buahnya menuju kamar Erick. Joe segera membaringkan tubuh lemah Erick di atas ranjang setelah mereka sampai di kamar. Dia merasa sangat cemas melihat Erick yang saat ini terlihat sangat lemah. Lalu tangan kanannya merogoh ponsel di saku celanyanya dan menekan tombol panggilan di layar ponselnya hendak menghubungi seseorang. "Sam, ke sini sekarang juga." Ucapnya saat panggilan telepon sudah terhubung, sebelum kemudian memutus panggilan secara sepihak.
"Cih, apa-apaan ini. Seenaknya saja mereka memanggil seorang dokter yang sedang bertugas." Cibik Samuel. Samuel Bancroft adalah dokter pribadi sekaligus salah satu anak buah kepercayaan Erick di Drak Blood. Pekerjaannya yang seorang dokter, bisa menutupi jati dirinya yang notabennya adalah seorang gangster. Meski dia sering sekali dibuat kesal oleh bosnya lantaran selalu mendapat perintah mendadak saat dia sedang menangani pasien di rumah sakit, namun dia tetap menjalankan perintah sang bos. Tidak akan ada seorangpun yang berani melarang Samuel untuk pergi di tengah-tengah dia sedang bertugas, karena hal itu sama saja dengan mereka menentang perintah Erick. Apalagi Erick merupakan donatur terbesar di rumah sakit yang ia tempati.
Brak, Keil membuka kasar pintu kamar Erick. "Apa yang terjadi bos?" Tanya Keil yang terlihat cemas. Saat dia baru saja selesai meeting dengan salah satu perusaan yang bekerja sama dengan E.G Group. Dia diberitahu oleh salah satu anak buahnya kalau Bos Joe sedang terlihat sangat cemas dan terburu-buru kembali ke manson. Hal itu karena terjadi sesuatu kepada bos besarnya, hingga membuat bosnya itu menunda rapat yang tengah berlangsung di kantor.
Keil mengerutkan keningnya saat melihat Erick terbujur lemah di atas ranjang. Pasalnya, baru kali ini dia melihat bos besarnya dengan kondisi selemah ini. "Apa bos besar sakit?" Tanyanya kembali.
"Sepertinya dia teriangat Naira." Tutur Joe tanpa mengalihkan pandangannya. Dia menatap iba pada Erick yang kini hanya bisa terbaring lemah.
Keil menautkan kedua alisnya. "Naira?" Serunya.
"Hmm, dia adalah satu-satunya wanita yang bisa membuatnya seperti ini dan dia jugalah satu-satunya orang yang bisa menyembuhkannya." Imbuh Joe lagi.
"Dimana dia bos? Bisakah aku menjemputnya dan membawanya ke sini menemui bos besar?" Tanya Keil dengan polosnya.
"Hahaha. Kalau kami tahu dia di mana, pasti saat ini dia sudah membawanya kemari Keil." Joe tertawa geli dan menggelengkan kepalanya mendengar penuturan salah satu anak buahnya. Meski sebenarnya dia tahu, kalau maksud Keil itu adalah baik.
"Maksud bos. Orang yang selama ini bos besar cari, itu adalah dia?" Tanyanya dengan antusias. Dan Joe mengangguk sebagai jawaban. Sebenarnya, selama ini dia tidaklah mengerti siapa orang yang selama ini bos besarnya itu cari. Dia pikir orang itu adalah salah satu keluarganya yang menghilang, mengingat tidak ada satupun keluarga Erick yang tinggal di mansion sebesar ini.
***
Ditempat berbeda terlihat mobil mewah membelah jalanan kota Paris yang nampak sangat padat karena bertepatan dengan jam makan siang kantor. Lalu lalang mobil saling mendahului seakan tidak ingin tertinggal oleh waktu. "Sial! Aku bahkan melewatkan jam makan siangku saat ini. " Sam terlihat beberapa kali memukul stir mobilnya dan mengumpat kesal. Kalau saja bukan kerena bosnya, pasti dia enggan untuk pergi dan melewatkan waktunya untuk mengisi energi. Lima belas menit berlalu, kini akhirnya dia sampai disebuah mansion mewah dengan pagar tembok yang menjulang tinggi. Mobil mewahnya terlihat memasuki halaman saat pintu gerbang itu terbuka. Setelah tiga menit mobil itu menelusuri halaman mansion yang luas, kini mobil mewah itu sampai di depan pintu masuk mansion. "Apa terjadi sesuatu dengan bos?" Tanya Sam pada anak buah yang bertugas di depan pintu masuk mansion.
Keempat anak buahnya mengangguk serempak. "Sepertinya, bos besar mengingat nona bos lagi." Ucap salah satu pengawal dengan posisi badan masih membungkuk memberi hormat kepada salah satu bosnya itu.
"kapan dia akan berhenti menyakiti diri sendiri seperti ini." Gumamnya seraya beranjak memasuki mansion. Sam yang sudah mengetahui letak kamar bos besarnya itu langsung melangkahkan kaki menaiki setiap anak tangga. Sesampainya di depan kamar Erick, Sam langsung membuka pintu kamar tanpa mengetuknya terlebih dahulu.
"Astaga Sam. Bisa tidak kau mengetuk pintu dulu." Ucap Keil sambil memegangi dadanya yang terenyut karena terkejut.
"Ck, kau saja yang begitu penakut." Cibir Samuel mengejek Keil.
"Hah. Siapa yang kau sebut penakut?" Keil meninggikan suaranya, ia tak terima jika dirinya disebut penakut. Meskipun pada kenyataannya, dia memang seseorang yang sangat penakut disaat lampu tengah padam.
"Terus saja mengelak, karena itu memang sudah menjadi kebiasaanmu lari dari kenyataan." Seloroh Samuel menimpali Keil.
"Kauu!!"
"Berhenti berdebat, atau kalian mau aku gantung berdua di sini." Sarkas Joe dengan nada mengancam menatap keduanya. Baik Keil maupun Sam kini terdiam seketika melihat aura mencekam dari diri Joe. "Cepat lakukan tugasmu Sam." Timpalnya lagi.
Sam menganguki dan kemudian mengeluarkan peralatannya untuk memeriksa keadaan Erick. "Seperti biasa. Dia kelelahan dan kekurangan cairan. Aku akan memasang infus dan setelah itu biarkan dia beristirahat." Serunya. Sam segera memasang infus di lengan kiri Erick, setelah itu mereka meninggalkan Erick sendiri untuk beristirahat.
"Bos, bos, bos." David berlarian di dalam manson dengan suara besarnya, dia terlihat seperti seorang anak kecil yang berlarian mencari sosok ayahnya.
"Astaga Dav! Berhenti berteriak atau akan ku sumpal mulutmu itu." Geram Joe pada David, dia selalu saja kesal akan ulah David yang selalu menghebohkan seisi manson karena teriakannya.
David menghentikan langkahnya segera saat mendengar petuah dari bosnya, Joe. "Hehehe, maaf bos aku lupa kalau dibsini bukan hutan." Kekehnya dengan tangan menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. David sebenarnya tidak lupa larangan Joe untuk tidak berteriak di dalam mansion, namun entah kenapa dia menjadi sangat senang dengan apa yang didapatkannya hingga melupakan larangan Joe itu.
Joe menutar malas bola matanya, selalu saja menggunakan alasan yang sama, pikirnya.
"Apa bos besar ada di mansion?" Tanya David begitu bersemangat. Dia memang tidak pernah keluar kamar, sekalipun keluar kamar tujuannya pasti hanya ke dapur untuk mengisi amunisi perutnya. Setiap hari dia akan menghabiskan semua waktunya untuk berkutat dengan sang sweety-nya, jadi tidak heran jika dia tidak menyadari sama sekali kehebohan para anak buah yang sedang cemas karena kondisi Erick.
"Jangan gangu dia Dav, biarkan dia istirahat." Sarkas Joe menatap tajam David.
"Tapi bos, pini sangat penting. Mungkin saja Bos akan sangat senang dengan apa yang aku dapatkan." ucapnya dengan penuh keyakinan.
"Memang, apa yang kau temukan?" Selidik Joe dengan memicingkan kedua matanya.
"Nona bos. Aku melihat nona bos." Ucapnya dengan penuh semangat.
"Dimana kau melihatnya Dav?" Suara bariton seseorang mengundang perhatian mereka. Semua orang terkejut dan menoleh ke arah sumber suara yang sangat tidak asing di telinga mereka. Bahkan keterkejutan meraka bertambah saat melihat Erick sudah berdiri di atas anak tangga, apalagi dengan kondisinya yang seperti mayat hidup, wajah pucat dan tubuh lemah seolah dipaksa untuk bergerak.
"Apa bos sakit?" Tanya David menghampiri Erick.
"Cepat katakan di mana kau melihat Naira? Apa kau yakin dengan apa yang kau lihat?" Tukas Erick dengan sorot mata tajamnya menatap ke arah David.
Aish bos ini, sakit atau tidak sakitpun selalu saja suka mengintimidasi orang, keluhnya dalam hati. "Aku melihatnya di Bandara Internasional Paris Charles de Gaulle bos, sekitar satu jam yang lalu." Ucap David dengan tangan sudah memapah Erick menuju sofa. "Bos tunggu di sini, aku akan mengambil laptop dan akan ku perlihatkan padamu bos." Seru David lagi, sebelum akhirnya dia berlarian memasuki ruang kerja sekaligus kamar pribadinya itu.
"Bos, kenapa dengan bocah itu? Apa dia begitu karena dia selalu mengurung diri di kamar?" Bisik Keil pada Joe. Ya bocah, karena David adalah yang termuda di antara mereka dan mereka selalu saja memanggilnya bocah karena tingkah David yang seperti anak kecil. Apalagi jika berhadapan dengan Joe.
Joe tidak menghiraukan ucapan Keil, dia lebih memilih memperhatikan raut wajah Erick yang kini berubah menjadi lebih bersemangat. Semoga kau bisa cepat bertemu dengannya Er, batinnya.
"Apa kau tidak tahu, dia memang begitu sejak dulu. Berbeda jika saat dia melihat daging, pasti dia akan berubah menjadi sangat buas." Sahut Sam terkekeh dengan mendekatkan bibirnya kearah telinga Keil untuk berbisik.
Satu menit kemudian David bergegas berjalan keluar kamar dengan membawa laptop yang masih menyala di tangannya. "Lihatlah bos, aku yakin dengan apa yang aku lihat." Ucapnya dengan tangan menyodorkan laptop ke hadapan Erick.
Joe menjadi sangat yakin dengan apa yang David lihat, saat melihat secuil senyum yang tersemat di sudut bibir Erick. "Sepertinya apa yang Dav katakan memang benar." Gumamnya yang tentu saja bisa didengar oleh Keil dan juga Sam, karena jarak mereka sangat dekat.
"Benarkah bos?" Tanya Keil penasaran. "Bolehkah aku juga melihatnya bos?" Tanyanya lagi.
"Ck, coba saja jika kau berani." Sarkas Joe dengan enteng.
"Tentu saja aku tidak berani bos, aku lebih sayang nyawaku dari pada rasa penasaranku." Kini nyali Keil seakan menyurut untuk memenuhi rasa penasarannya, lebih baik aku mengubur rasa penasaranku dari pada kepalaku dipenggal oleh bos besar, batinnya.
"Sial. Siapa dia Dav?" Umpat Erick dengan tangan menunjuk ke arah laptop.