Di dalam ruang kerja Erick yang bernuansa abu-abu dan putih, terlihat beberapa orang yang sedang membungkukkan tubuhnya memberi hormat kepada Erick. "Kalian keluarlah." Titahnya pada para anah buahnya tersebut yang dijawab anggukan oleh mereka.
"Er, sepertinya pria ini ingin menjelaskan sesuatu padamu." ucap Joe mengawali pembicaraan setelah para anak buahnya pergi.
"Apa yang ingin kau jelaskan?" Tanya Erick datar, lalu dia mendudukkan bokongnya di kursi kebesarannya. "Duduklah." Titahnya kemudian.
Dengan ragu-ragu, Rega juga mendudukan bokongnya di sofa yang berhadapan dengan Joe, Sam dan juga Keil. Dia bingung bagaimana cara menjelaskan hubungannya dengan Putri yang tak lain adalah Naira. Dia takut jika dia salah bicara dan malah tambah memperkeruh suasana nantinya. Salah-salah, nyawanya lah yang akan jadi taruhannya. "S-sepertinya, kalian sudah salah paham tentang hu-hubunganku dengan putri." Ucapnya terbata bata.
Braakk..
Erick menggebrak meja dengan keras. "Tidak cukup dengan hanya melupakanku, bahkan dia merubah namanya demi pria bodoh sepertimu?" Sarkasnya, kedua matanya menatap tajam ke arah Rega dan tentu hal itu membuat Rega menjadi sangat ketakutan.
"B-bukan begitu. Dia tidak bermaksud untuk melupakanmu tapi.."
"Wah, benar-benar cari mati." Batin Keil.
"Tapi apa? Dia sudah mengingkari janjinya yang akan menungguku." Timpal Erick, tangannya mengepal menahan amarah. "Bahkan dia pura-pura tidak mengenalku di depanmu, ck sangat licik." salah satu bibirnya terangkat, menertawakan dirinya.
"Tidak! Hal itu tidak benar. A-aku kebsini sebenarnya ditugaskan ayahku Seno Nugraha, untuk mengantarkan Naira kepadamu." Rega memberanikan untuk memberikan sebuah flashdisk berukuran kecil.
"Apa maksudmu? Dan apa itu?" Erick melirik flashdisk yang Rega letakkan di atas mejanya.
"Lihatlah, kau akan menemukan jawaban tentang semua pertanyaanmu tentang Putri, ah maksudku Naira." Ucap Rega, karena terbiasa, dia jadi bingung akan memanggil Putri atau Naira.
"Sam, Obati lukanya." Titah Erick kepada Samuel dan tangannya merogoh flashdisk kecil itu.
Aku kira dia tidak akan pernah mengobatiku, batin Rega tersenyum lega saat melihat Sam mulai mengobati luka kepalanya. Ternyata pria ini tidak seburuk dugaanku, pikirnya.
Erick terkejut saat melihat isi dari flashdisk itu, rekaman di mana Seno Nugraha yang tak lain adalah mantan gurunya saat di bangku sekolah menengah atas dulu, tengah menjelaskan kondisi Naira sejak pertama kali dia menemukan Naira di jalanan hingga akhirnya dia menugaskan Rega putranya untuk menjaga dan mengantarkan Naira padanya. Seketika perasaan bersalah menghantui hati Erick, bagaimana bisa dia tidak percaya dengan wanitanya padahal selama ini, meski wanitanya tidak mengingatnya tapi dia tidak pernah mengkhianatinya sedikitpun. Kalau saja aku tidak mengutamakan egoku, mungkin saja dari awal aku tidak perlu bersusah payah untuk menjauhi Naira dan berfikir bahwa Naira telah mengkhianatiku, batinnya.
"Jadi kau benar-benar putra Pak Seno?" Tanya Erick memandang Rega. Pantas saja aku merasa tidak asing setelah dia mengatakan nama Nugraha, batinya. Dan yang lebih mengejutkan lagi saat dia tahu, siapa yang menyuruh Seno untuk menyembunyikan Naira. "Jadi, dalang semua ini adalah ulah Papaku sendiri?" Sarkasnya dingin, Erick mengeratkan giginya, kenapa orang tuaku sendiri tega melakukan ini semua padaku? batinnya.
"Tidak, justru Tuan Hendri lah yang menolong kami. Saat itu Tuan Hendri mengatakan kalau nyawa Naira sedang dalam bahaya, jadi beliau menugaskan kami untuk menyembunyikan Naira dan menjaganya sampai kau datang sendiri untuk menjemputnya, bukan orang lain." Jelas Rega, dia tidak ingin jika Erick kembali salah paham apalagi dengan orang tuanya. "Namun beberapa bulan ini kami tidak bisa menghubungi beliau lagi, maka dari itu ayah menugaskanku untuk mengantarkan Naira padamu. Ya, meski kami tidak tahu kau tinggal di mana. Tapi, ayah mengatakan kalau cinta kalianlah yang akan menuntun Naira untuk bertemu denganmu dan hal itu benar-benar terjadi." Timpalnya lagi. "Dan i-tu, masalah nama. M-maaf, aku mengubah nama panggilannya karena untuk menutupi jati dirinya. Kau bahkan tidak tahu apa yang kami alami di sana. Kami selalu saja berhadapan dengan bahaya dan di sinipun juga sama." Keluhnya lagi.
Erick terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Rega. Dia namapak berfikir apa yang sebenarnya disembunyikan oleh papanya? Dan kenapa papanya menyembunyikan hal ini darinya? batin Erick. Joe dan Keil nampaknya juga sedang berfikir apa yang sebenarnya terjadi kepada nona bos mereka.
***
"Eunngg." Naira melenguh pelan memegangi kepalanya yang terasa sangat berat. "Ini di mana?" Gumamnya. Naira mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan. Terakhir yang dia ingat,dia sedang dalam perjalanan ke kampusnya untuk melakukan daftar ulang. Lalu di tengah perjalanan, ada sebuah mobil hitam yang menghadang taxi yang sedang ia tumpangi. Ia turun dan hendak menanyakan alasan mobil hitam itu menghadangnya, namun baru satu langkah ia turun dari taxinya, tiba-tiba saja ada seseorang yang membekap mulutnya hingga beberapa saat kemudian pandangannya menjadi kabur dan menjadi gelap. "Kenapa aku tidak ingat apapun, apa aku sedang diculik.." Gumamnya. Naira mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Namun semakin dia berusaha untuk mengingatnya, kepalanya malah terasa semakin berat. Aku harus keluar dari sini, tapi kalau aku keluar lewat pintu itu, pasti akan ketahuan batinnya. Naira nampak berfikir bagaimana cara dia untuk keluar dari ruangan ini tanpa ada seseorang yang tahu. "Hanya ada satu cara." Serunya, perlahan dia memejamkan matanya untuk berkonsentrasi penuh. "Arrgh, tempat apa yang harus aku pikirnya." Naira frustasi dengan mengacak-acak rambutnya sendiri. Naira yang terbilang sangat baru di negara ini tidak tahu tempat mana yang harus dia tuju. "Tidak, aku harus mencobanya." Serunya lagi seraya memejamkan kedua matanya lagi. Dia mencoba berkonsentrasi penuh untuk memikirkan tempat yang bisa ia hangkau, namun beberapa detik sebelum Naira menghilang tangannya tidak sengaja menyenggol gelas yang terdapat di atas nakas hingga terjatuh dan pecah.
Pyaarr, Para anak buah Erick yang bertugas menjaga kamar Naira terkejut dan salah satu dari mereka bergegas untuk mengecek nona bosnya. "Nona, nona." Salah satu anak buah Erick memeriksa ke seluruh ruangan, namun tetap tidak mendapati Naira di sisi manapun. "Gawat, nona bos menghilang!" Sarkas salah satu anak buah Eruck pada temannya yang lain, lalu dia bergegas menuju ruang kerja Erick.
Brak,
Pintu ruang kerja Erick terbuka dengan kasar. "Apa kau lupa cara mengetuk pintu Carlos?" Sarkas Joe, terkejut. Carlos adalah anak buah kepercayaan Joe yang dia tugaskan untuk mengintai Naira selama ini dan kini dia juga ditugaskan untuk menjaga Naira yang belum sadar.
"M-maaf bos. A-ada hal penting yang ingin aku sampaikan pada bos besar." Ucapnya di tengah-tengah nafasnya yang naik turun.
"katakan." Seru Erick dingin tanpa memandang salah satu anak buahnya itu. Pandangannya terus lurus tertuju pada laptop yang dia pegang.
"N-nona bos menghilang."
"Sial!!" Umpatnya, dengan cepat Erick beranjak dari duduknya lalu berlari menuju kamarnya.