"Bos, awas!" Suara Keil mengelegar meneriaki Joe, saat dia melihat seseorang di lantai dua tengah mengarahkan senjatanya ke arah Joe.
Dor.
Joe yang mendengar teriakan Keil menoleh, namun sayang gerakannya kalah cepat dengan lontaran peluru yang dimuntahkan oleh senjata jenis revolver tersebut. Senjata Revolver yang merupakan jenis senjata api yang pelurunya dimasukkan ke dalam tabung berputar yang berisi sekitar lima sampai tujuh peluru. "Aargh." Joe mengerang dan memegangi lengan kirinya yang berdarah.
Dor.
Dengan gerakan yang super cepat, Keil merogoh pistol yang berada di balik jaketnya dan memuntahkan pelurunya yang dengan tepat mengenai kepala pria yang menyerang Joe tadi. Brukk, pria itu terjatuh dari lantai dua dan mati seketika dengan kepala yang sudah berlumuran darah karena tertembak. "Kau tidak apa-apa bos?" Keil menghampiri Joe yang terluka.
"Aku baik-baik saja. Bereskan mereka tanpa ada yang terlewat." Titahnya dengan tangan yang masih memegangi lengan kirinya yang terluka.
"Baik bos. Sial, si tikus itu kabur!" Keil segera berlari mengejar Zion yang ternyata sudah berlari ke arah pintu belakang.
"Bawa dia hidup-hidup Keil!" Perintah Joe sebelum keil benar-benar menjauh dari pandangannya. Joe memperhatikan para anak buahnya yang masih baku hantam dengan para anak buah Zion yang masih tersisa. Meski mereka kalah jumlah namun kekuatan mereka tidak bisa ditandingi oleh para anak buah Zion. Bugh, bugh, bugh, Pukulan demi pukulan terus anak buahnya berikan kepada para anak buah Zion tanpa memberi celah bagi mereka untuk membalas. Sam dan Dav juga terlihat sedang sibuk menghajar para anak buah Zion. Satu persatu anak buah Zion mulai tumbang dan kini hanya menyisakan Zion seorang yang entah kemana dia sedang bersembunyi.
"Kemana si brengsek itu." Umpat Keil dengan mengendarkan pandangannya menyusuri halaman belakang rumah itu. Pandangannya menjadi sedikit terganggu karena tumbuhan ilalang yang tumbuh meninggi menutupi seluruh tubuhnya. Sesaat dia menangkap suara pergerakan gesekan rerumputan yang menyelinap di indra pendengarannya. Tubuh Kei terdiam dan pandangannya mulai menyapu keseluruh hamparan ilalang, dari kejauhan matanya menangkap pergerakan daun ilalang yang sudah pasti terdapat seseorang di sana. Perlahan kakinya melangkah membelah para ilalang yang berdiri beriringan satu sama lain, tangan serta senjatanya ia ulurkan untuk bersiap menembak siapa saja yang akan keluar dari sana. Dan di sepersekian detik, dor. Keil dengan cepat memuntahkan timah panasnya ke arah bawah dan tepat mengenai pergelangan kaki kanan Zion.
"Aarrgh." Zion terjatuh saat kedua kakinya tidak mampu menahan beban tubuhnya karena terluka.
Kail dengan lincah melompat dan berlari menerobos para ilalang yang menjuntai, kali ini dia tidak mau kehilangan targetnya lagi, apa lagi dia sudah berani bermain curang dan melukai bos keduanya. Bugh, bugh, dua pukulan sangat keras dari Keil mendarat tepat di kedua rahang Zion, entah karena tulangnya yang retak atau bibirnya yang sobek, mulut Zion kini mengeluarkan cukup banyak darah segar. "Kau salah, berani bermain-main dengan kami tuan." Keil mencengkram krah baju Zion dengan kuat lalu menghempaskannya dengan kuat, hingga tubuh Zion terguncang ke belakang. "Bawa dia ke markas." Titahnya, sesaat setelah para anak buahnya mendekat. Kerena Joe sudah memerintahkannya untuk membawa si tikus ini hidup-hidup, jadi dia tidak ingin amarahnya tidak terkontrol dan malah membunuh si tikus itu di tempat .
"Bos, kau tidak apa-apa?" Keil bergegas menghampiri Joe yang terluka, dia khawatir saat melihat darah mengalir di lengan kiri Joe.
"Ck. Apa kau tidak mengkhawatirkan kami?" Sanggah Sam yang berjalan beriringan dengan Dav. Tangan kanannya mengibas-ngibas kemeja putihnya yang kotor karena adegan adu otot tadi.
"Benar, padahal kita juga sedang baku hantam tadi." Imbuh Dav yang sengaja memanaskan suasana.
"Dengan melihat saja aku sudah tahu kalau kalian tidak terluka, jadi untuk apa aku khawatir dengan kalian." Sarkas Keil yang melirik dengan ekor matanya.
"Tapi aku kan juga ingin kau khawatirkan." Ucap Dav yang dibuat mendayu dan tangannya sudah bergelayut manja di lengan Kei.
"Cih, menjijikkan!" Keil menghempas kasar tangan Dav dari lengannya dan pergi menjauh. Sesekali Keil menggosokkan lengannya yang disentuh oleh Dav tadi ke batang pohon. "Apa-apaan dia, memangnya aku tidak normal." Gerutunya.
Joe, Sam, dan Dav tergelak saat melihat rekasi berlebihan dari Keil, mereka selalu memiliki kesenangan tersendiri saat menggoda dan membuat Keil kesal seperti ini.
"Kau tidak apa-apa bos?" Tanya Dav yang baru menyadari aliran darah di lengan kiri bosnya itu.
"Tidak apa-apa, hanya tergores saja."
Sam bergegas mengeluarkan sapu tangan putih dari saku celanya, lalu dia melipatnya memanjang menyerupai sebuah ferban kemudian dia melilitkan dan mengikat sapu tangan itu di lengan kiri Joe untuk menghentikan aliran darahnya. "Ini cukup untuk menghentikan perdarahannya sementara, sampai kita tiba di mansion." Serunya yang kemudian diangguki oleh Joe.
"Hei, cepatlah. Kalau tidak kalian akan aku tinggal."
Teriakan Keil menghentikan percakapan ketiganya yang kemudian mengalihkan perhatian mereka kepada Keil yang sudah berada di dalam mobil. "Coba saja kalau kau beranai Keil. Mereka para hantu, akan menumpang di tempat duduk kosongmu itu." Teriak Sam kemudian.
Bulu kuduk Keil berdiri seketika, entah kenapa setiap dia mendengar kata hantu dia menjadi merinding dan otot-ototnya melemah seketika. Dengan cepat dia mengedarkan pandangannya ke sisi bangku yang kosong di sebelahnya, lalu kemudian di bangku kosong di bagian belakang. Wuuush, Angin berhembus seketika di tengkuk Keil saat dia kembali melihat bangku di sebelah sisinya lagi. Seketika tubuhnya mematung, tangan serta kakinya gemetar, lalu keringat dingin mulai bercucuran.
Daaarrr,
"Mommy.." Keil berteriak dengan kedua tangan menutup wajahnya memanggil sang mommy, saat Dav mengagetkannya tepat di sebelah telinganya.
"Hahahahaha"
Joe, Sam dan Dav terbahak saat melihat reksi ketakutan Keil.
"Brengsekk!!" Umpat Keil saat menyadari kalau mereka sedang menggodanya.
Mereka masuk ke dalam mobil dengan gelak tawa yang masih belum menyurut. Keil memutuskan untuk mengemudikan mobil itu karena tangan Joe sedang terluka.
"Kau tubuh saja yang besar keil, tapi jiwa masih anak Mommy." Sam tak tahan jika tidak menggoda Keil di saat seperti ini. Sangat menyenangkan bagi Sam saat membandingkan tubuh kekar Keil dengan jiwa penakutnya.
Pluk,
Tawa Sam menyurut saat sebuah kotak tissu mendarat tepat di wajahnya. "Sialan." Umpatnya dengan melempar kotak tissu itu kembali ke arah Keil.
Keil lebih memilih untuk mengabaikan dan melajukan mobilnya meninggalkan tempat terlaknat ini menurutnya. Satu-persatu mobil mereka beriringan meninggalkan desa hantu itu.
Dalam perjalanan menuju arah mansion, tentu saja pasti ada hal yang membuat tawa mereka pecah. Tidak ada kata sepi jika di antara Keil, Sam dan juga Dav sudah berkumpul dalam satu ruangan. Kali ini Dav yang menjadi bahan tertawaan mereka. "Siapa bilang aku tidak laku! Kalian saja yang tidak pernah melihatku saat para wanita itu mengantri untuk mendekatiku." Sarkas Dav mengerucutkan bibirnya.
"Benarkah? Jangan katakan kalau para wanita yang kau maksud itu benda mati yang kau panggil dengan sweety atau sayang itu." Sanggah Sam dengan tawanya.
"Ck, aku masih lebih baik dari pada kau, malah para lansia yang mengantri untuk mendekatimu." Ucap Dav tak mau kalah.
"Hahahaha." Keil sudah tak bisa menahan tawanya lagi saat mendengar penuturan Dav.
"Diam kau brengsek!" Sarkas Sam dan Dav bersamaan.
"Kenapa kalian jadi kompak saat mengumpatku."
"Karena kau pantas mendapatkannya!" Seru Sam dan Dav kembali kompak.
"Lagi pula kami masih lebih baik dari pada kau Keil yang di antri oleh para waria." Imbuh Sam. Dia mengingat waktu dimana saat Keil dengan bangganya memperkenalkan wanita cantik yang ia kenal di sebuah club malam padanya, kulit putih bersih, tubuh langsing berisi dan dua gundukan berukuran besar yang tentu saja sangat menggoda iman. Namun di balik penampilan sempurnanya itu ternyata dia adalah seorang waria.
"Sialan!" Keil kembali melayangkan kotak tissunya kebelakang, ke arah Sam dan Dav.
"Hahahahaha." Mereka tertawa bersamaan.
Joe menggelengkan kepala saat melihat tingkah ketiga anak buahnya yang selalu berdebat tentang hal yang tidak penting, namun bisa dengan cepat berdamai.