Al yang telah selesai mandi dan berganti baju memutuskan untuk menemui sang Mamah, duduk tepat di samping Arum yang tengah fokus menonton acara televisi.
"Mah!" panggil Al.
"Paan?" saut Arum tanpa mengalihkan pandangannya.
"Al pengen bulan madus ama Cecil," kata Al yang sukses membuat Arum menatapnya terkejut.
"Lo ngomong apa tadi?" tanya Arum, seolah-olah ia tak mendengar apa yang barusan di katakan oleh Al.
"Al pengen bulan madu sama Cecil," ulang Al.
Dengan gemas Arum menoyor kepala Al hingga ke belakang.
"Eh anak curut! Lo berdua belom nikah, udah minta bulan madu aja!" ujar Arum dengan penuh ketidak percayaan.
"Lagian Al minta nikah malah gak boleh sama Mamah!" gerutu Al layaknya seorang bocah yang tengah merajuk.
"Yah jangan seCecilng juga anoa! Lo berdua masih bocah yang kudu sekolah! Lo berdua masih bocah yang belum tau gimana dunia sehabis menikah!"
"Al tau!" kata Al dengan percaya diri.
"Tau apa lo?" tanya Arum.
"Al tau lah, abis nikah itu bikin anak!" ucap Al dengan percaya dirinya.
Bugh.
Dengan kesalnya Arum melempar bantal tepat pada wajah Al. Arum benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran anaknya ini.
"Otak lo bener-bener mesum woy!" ucap Arum.
Al mengerutu sebal saat wajahnya kembali menjadi sasaran.
"Mah!" panggil Al yang kembali ke topik awal.
"Lo belum nikah! Ngapain bulan mau?" tanya Arum yang berusaha sabar, meski dirinya yakin jika sebentar lagi ia akan mengeluarkan jurus andalannya.
"Yah bikin anak lah!"
"Anak setan! Berani bikin Cecil tek dung sebelum lo berdua nikah, lo bakal gue kawinin sama anak monyet!" suara Arum benar-benar penuh kekesalan, sorot matanya terlihat penuh aura horor.
Sedangkan Al cepat-cepat menghindar dari sang Mamah yang sebentar lagi akan membuatnya tak berbentuk.
"Nyesal gue punya anak modAl dia," gumam Arum yang masih merasa kesal.
****
Entah ada apa dengan Al dan Cecil, keduanya terlihat biasa saja tanpa adanya perdebatan. Duduk tenang dengan kesibukan masing-masing.
Cecil sibuk dengan drama korea yang tengah ia tonton, dan Al sibuk dengan ponselnya, entah nonton bokep atau membahas harga cilok yang naik bersama Gara dan Ken.
Masih dalam posisi tenang tanpa ada gangguen, hingga tak lama Al merubah duduknya menjadi di hadap Cecil. Memperhatikam Cecil yang tengah serius menatap layar laptop.
"Beb!" panggil Al.
"Apa?" tanya Cecil, masih dalam mode tenang, tidak merasa terganggu dan masih serius dengan tontonanya.
"Kalo misalkan gue tiba-tiba mati, lo gimana?" tanya Al yang benar-benar konyol, otak Al memang berada di dengkul. Hingga pertanyaan semacam itu saja harus ia tanyakan.
"Yah... gue baca yasin lah," jawab Cecil dengan entengnya.
Al yang mendengar itu memutar bola matanya sebal. Bukan jawaban itu yang Al inginkan.
"Lo gak akan sedih gitu?" tanya Al.
"Sedih?" Cecil menoleh pada Al setelah menghentikan drama yang tengah ia tonton.
"Buat apa gue sedih? Lo siapa gue?" tanya Cecil yang terdengar menyebalkan di telingga Al.
"Cecil!" panggil Al, nadanya terdengar kesal namun tertahan.
"Apa Al?"
"Lo mah gitu! Jahat ke gue. Sedangkan gue rela lohh kesamber petir dua puluh kali demi lo, asalkan gak kena haha."
Kali ini candaan Al sama sekali tak terdengar lucu atau menyebalkan, Cecil sama sekali tak beraksi apa-apa. Ia hanya menata Al tanpa ekpresi.
"Garinh tau gak! Mending mandi deh sono, bau badan lo nyet!" usir Cecil sambil mendorong tubuh Al.
"Gak mau! gue gak mau mandi, gue lagi marahan sama aernya! Salah siapa di ajak ngobrol malah diem aja, padahal gue gak punya salah apa-apa ke dia, tapi sikapnya dia dingin banget kalo ke gue," kata Al yang kini terlihat menyebalkan di mata Cecil.
Cecil benar-benar sabar karna harus menghabiskan waktu bersama pria seperti Al. Yang mesum, idiot dan menyebalkan.
"Al! Mandi atau gue siran lagi kaya siang?!" ancam Cecil saat Al malah membaringkan tubuhnya.
"Gak mau Cecil! Tadi siang gue udah mandi, masa mandi lagi!" tolak Al.
"Al Rajendra!"
"Gak mau Cecil Sayang! gue mau tidur aja! Tapi gue takut nanti pas merem malah gelap, gimana dong?"
"Mati aja lo sono! Ikhlas gue!" kesal Cecil sambil beranjak dari kasur, berniat untuk pergi namun malah di tarik oleh Al hingga membuat tubuhnya kembali terjatuh ke kasur.
"Yakin ikhlas?" tanya Al. Dan sialnya tepat di telinga Cecil, hingga membuat Cecil menahan nafasnya.
"Y-ya ikhlas lah!"
Sial! Mengala Cecil berubah menjadi gugup seperti ini?.
Al tersenyum miring, mendekatkan tubuhnya pada Cecil dengan ke dua tangan melingkar pada tubuh Cecil.
"Al!" panggil Cecil.
"Kenapa?" tanya Al.
"Lepas atau gue bunuh?!"
"Silahkan bunuh gue, tapi dalam posisi kaya gini. Tubuh lo untuk gue peluk beserta pelukan lo udah jadi rumah ternyaman gue untuk pulang setelah merasa lelah."
Deg.
Lagi dan lagi tubuh Cecil membeku, jantungnya kembali berhenti berdetak, ada rasa aneh yang semakin nyata yang di rasakan oleh Cecil.
Nyata, namun meragukan.
"Percaya atau engga, sejak awal Kamu adalah orang yang Aku semogakan untuk bisa Kumiliki," lirih Al yang kembali menyadarkan Cecil.
Cecil memejamkan matanya erat-erat, kemudian membukanya kembali. Melepas paksa tangan Al yang masih memeluknya erat, kemudian beranjak dari kasur. Meninggalkan Al tanpa mengucapkan sepatah katapun atau menoleh pada Al.
Lagi dan Lagi Cecil menghindar.
"Lo terlalu takut dengan apa yang belum tentu akan terjadi, Sayang," ucap Al yang juga ikut beranjak dari kasur, bedanys is memilih untuk menghabiskan waktu sorenya di balkon kamarnya.
***
Al berjalan dengan langkah cepat, mengejar Cecil yang berjalan duluan di hadapanya. Cecil kembali mendiaminya, dan ia tau alasan di balikan Kata mendiaminya.
Masalah kemarin sore. Dan dengan Cecil yang mendiaminya seperti ini hanya ada dua kemungkinan, Cecil tengah membutuhkan waktu untuk menerimanya atau Cecil tengah menghindarinya.
Bahkan sedari tadi pagi Cecil tak mau berbicara padanya, Cecil hanya menjawab apa yang memang perlu untuk di jawab. Selebihnya kembali diam.
"Cecil hati-hati, nanti lo jatuh!" Al memperingati Cecil yang semakin mempercepat langkahnya.
"CaramAl!"
Bruk.
Bukan Cecil yang terjatuh, melainkan gadis lain yang tak sengaja Al tabrak.
"S-sorry," ucap Al sambil membantu gadis yang ia tabrak untuk berdiri.
"Apa sakit?" tanya Al saat tak mendapatkan jawaban.
"Gue tanya, apa sakit?" ulang Al saat gadis di hadapannya tetap diam dengan kepala menunduk.
"Tadaaa..." Gadis di hadapan Al mendongkak, menatap Al dengan raut wajah berbinar sambil merentangkan ke dua tangannya.
Sedangkan Al yang seketika mengenali gadis yang ia tabrak itu merasa terkejut sekaligus senang.
"Hei, Rajendra!" Gadis itu melambaikan tangan mungilnya di hadapan wajah Al.
Al tersentak, tersadar dari keterkejutannya.
"Lavina!" panggil Al saat nyawanya sudah kembali terkumpul.
***