"Maafkan aku, tapi tak ada piyama yang ada di koperku dan aku juga tak tahu siapa yang melakukan semua ini," ucap Naura.
Rifki mengerutkan keningnya dia sudah bisa menebaknya dan pelakunya bukan orang lain, Mamanya Rini dialah pelaku utamanya yang memang sengaja melakukan itu pada Naura.
"Sudahlah tak perlu diperdebatkan lagi kemarilah," ucap Rifki seraya menepuk ranjang di sebelahnya menyuruh Naura berada didekatnya.
Naura merasa gugup dengan perintah Rifki apakah ini akan menjadi malam pertama baginya. Naura beranjak naik ke atas ranjangnya berada tepat di sebelah Rifki, hujan di luar pun seakan mendukung suasana.
Naura menarik selimutnya hingga sebatas dada ada rasa canggung dalam diri Naura.
"Kenapa ditutupi?" tanya Rifki.
"Aku malu mas," balas Naura.
"Kenapa mesti malu pada suami sendiri, bukankah kita pasangan yang sah jadi tidak masalah bukan jika kita berdekatan seperti ini?" ucap Rifki.
"Tap--tapi aku merasa belum siap," ucap Naura memejamkan kedua matanya.
"Tatap aku Naura," perintah Rifki pada Naura mau tidak mau Naura menatap manik mata suaminya.
"Apa aku terlalu menakutkan untukmu?" sela Rifki.
Naura hanya menggeleng pasrah, sudah tak ada jarak antara Rifki dan dirinya tanpa menunggu lama Rifki memagut bibir tipis Naura.
"Hhmmpt..." Rifki terus melumat dan mengigit bibir bawah Naura sehingga Naura membuka bibirnya dan kesempatan ini tak dilewatkan oleh Rifki untuk mengeksplor bibir tipis Naura.
Naura yang terengah-engah mendorong dada bidang Rifki serentak membuat Rifki reflek terhenti sejenak.
"Kenapa Naura?" suara serak Rifki terdengar begitu sexy menggoda di pendengaran Naura.
"Aku--maaf ini pertama kalinya untukku dan aku tidak begitu tahu hal semacam ini," sela Naura gugup dan juga malu.
Mendengar pengakuan Naura tentu saja membuat Rifki tersenyum ternyata Naura benar-benar sangat polos.
"Aku akan mengajarimu Naura," bisik Rifki perlahan kembali melumat bibir Naura membuatnya meremang dan hanyut dalam perlakuan Rifki hingga pada saatnya Naura memekik karena merasakan sakit pada inti tubuhnya.
"Auwh..." pekik Naura.
"Sakit sekali mas, tolong hentikan itu."
Rifki melihat Naura yang kesakitan karenanya. "Rileks Naura aku akan melakukannya dengan pelan percayalah rasa sakitnya ini hanya sebentar saja," ucap Rifki meyakinkan Naura, namun Naura menitikkan air matanya.
Perlahan Rifki memulainya kembali secara pelan hingga benar-benar masuk ke dalam intinya.
Rifki mulai menggerakkan tubuhnya perlahan hingga beberapa kali klimaks dan hampir menjelang subuh baru selesai seakan Naura menjadi candu untuknya.
Begitu bangun di waktu subuh Naura merasakan sakit di bagian intinya danĀ rasa nyeri ketika hendak ke kamar mandi.
"Maafkan aku, apa itu sakit sekali?" tanya Rifki yang tidak tega melihat istri kecilnya berjalan meringis menahan sakit.
Naura tak memperdulikan perkataan Rifki dia terlanjur malu dengan apa yang dia lakukan semalam dengan Rifki. Rifki tersenyum kecil melihat tingkah Naura bagaimana hampir semalam penuh tanpa jeda dalam kungkungan dirinya.
Selesai sarapan Naura kembali ke kamarnya dia teramat malas keluar hanya untuk sekedar jalan-jalan tenaganya serasa habis karena kegiatannya dengan Rifki semalam. Naura naik ke ranjang yang telah diganti sprei dan menarik selimutnya hingga ke atas dadanya.
Rifki yang melihat hal itupun tercengang, "Apa kau akan kembali tidur?" tanya Rifki menghampiri Naura.
"Maafkan aku tapi aku merasa sangat lelah sekali," ucap Naura pelan kedua matanya terpejam seolah enggan untuk membukanya.
"Baiklah aku akan menemanimu di sini," ucap Rifki.
Naura dengan malas membuka kedua matanya. "Aku hanya ingin istirahat sebentar saja, aku sudah gak kuat menahannya lagi," ucap Naura dan benar adanya baru juga beberapa saat Naura sudah terbang ke alam mimpi.
Lagi, Rifki tersenyum puas melihat Naura seperti itu, ini adalah hal terindah yang belum pernah dia lakukan bahkan dengan almarhum istrinya dulu. Naura berbeda itulah kesan yang dia dapatkan dari istri kecilnya itu.
Rifki beranjak dari ranjangnya menuju balkon melihat pantai dengan hamparan pasirnya yang putih Rifki terdiam memperhatikan sekitarnya dilihatnya di bawah sana Rahma adik iparnya sedang berada di bawah bersama Dony suaminya.
Malas melihat pemandangan tersebut Rifki memilih kembali ke dalam dan bergabung dengan Naura.
***
"Oma, kenapa mama sama papa belum juga kasih kabar sama Zahra ya, apa mereka lupa Zahra menunggu di sini?" ucap Zahra dengan polosnya.
"Tidak sayang mama sama papa gak mungkin lupa hanya saja mereka sedang sibuk jadi jangan ganggu dulu ya, nanti jika sudah gak sibuk pasti telpon Zahra kok," balas Rini menjelaskan pada Zahra.
"Berarti Zahra gak boleh telpon ya Oma, padahal Zahra kangen sekali ingin segera ketemu mama," ujar Zahra.
"Ya, nanti Oma telpon kan buat Zahra ya. Sekarang Zahra main dulu sana sama bik Narti," pinta Rini.
"Ogah Oma Zahra lagi males main, biar di sini ajalah nemenin Oma istirahat," ucap Zahra menatap Rini yang sedang membaca buku tutorial membuat bunga stocking yang dipinjamnya dari Fitri.
"Kenapa nak?" tanya Zahra.
"Om Kevin juga kenapa kok dari kemarin gak mau main sama Zahra ya Oma? Apa Om Kevin marah karena mama Naura diambil sama Zahra."
Deg.
"Dek, kamu kok bicaranya seperti itu siapa yang ngajarin coba?" tanya Rini.
" Zahra tahu aja kalau Om Kevin juga suka sama mama Naura tapi mama naura lebih memilih Papa Rifki, masa Oma gak tahu," ucap Zahra bibirnya manyun bak ikan koi.
Rini terdiam mendengarkan penjelasan dari Zahra cucunya, kenapa dia sampai tidak peka dengan yang ada dihadapannya ini. Sejenak Rini menghela nafas berat rasanya di sudah tidak adil kepada Kevin kenapa tidak memperhatikan anak bungsunya itu padahal Kevin sudah berusaha menjadi laki-laki yang baik lebih tepatnya semenjak mengenal Naura tentunya.
Rini mengambil ponselnya dan berniat menanyakan keberadaan Kevin.
"Hallo, Assalamualaikum ma, ada apa? Apa Zahra merepotkan?"
"Waalaikumussalam, kamu di mana nak?"
"Kevin lagi main ma dan gak pulang mungkin 3 hati ke depan. Ada apa ma?"
"Tak ada mama hanya sedikit khawatir saja sama kamu, gak biasanya kamu pergi jauh. Kamu beneran kan gak apa-apa?"
"Iya masa Kevin bohong sama mama."
"Baiklah kalau begitu, jaga diri baik-baik ya, mama tutup telponnya. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Klik.
Rini melihat wajah Zahra lekat-lekat, tak mungkin cucunya itu berbohong tapi memang terlihat jika cucunya Zahra berkata jujur apa adanya.
Hati Rini mendadak merasa sangat bersalah pada Kevin kenapa dia tidak bisa melihat Kevin sebentar saja, dia selalu mengutamakan Rifki daripada Kevin.
"Maafkan mama nak, mama belum bisa bersikap adil padamu."
***
"Vin, lebih baik kamu pulang saja. Sorry bukannya aku ngusir kamu tapi aku kasihan juga sama mama kamu, dia pasti khawatir dengan keadaanmu terlebih kamu pergi seolah ingin menghindari sesuatu," ujar Rizal mengingatkan Kevin.
Kevin terdiam memikirkan perkataan sahabatnya itu.
"Ya, kau tahu itu Zal. Besok sajalah aku balik aku masih males aja di rumah," ucap Kevin seraya merebahkan tubuhnya di ranjang.
"Harus ya, besok akan aku kenalkan kamu pada seseorang yang pasti kamu akan tertarik padanya."
"Oh iya, siapa dia?"
"Ada deh kamu lihat besok pagi," ucap Rizal mengerlingkan sebelah matanya membuat Kevin semakin penasaran.