"Assalamu'alaikum."
"Waalaikumussalam, Rahma? Silakan masuk," Naura mengajak tamunya masuk ke dalam rumah.
"Silakan duduk biar aku panggilkan Mas Rifki dulu ya," lanjut Naura segera pergi ke dalam memberitahukan Rifki namun ternyata di luar dugaannya Rahma mengikutinya masuk dan langsung menuju ke arah Rifki.
"Mas," teriak Rahma membuat Rifki mau tidak mau mengangkat kepalanya untuk memastikan suara tersebut, Rifki merasa kurang senang dengan kedatangan Rahma ke rumahnya.
"Ada apa kamu sepagi ini sudah sampai di rumahku?" tanya Rifki acuh dengan kehadirannya.
"Aku ke sini mau nengok keponakan kecilku masa gak boleh?" sela Rahma.
"Telat, dia sudah pergi ke sekolahnya barusan."
"Apa? Dia sekolah anak sekecil itu sekolah lantas buat apa kau cari istri jika dia tak mau merawatnya?" ucap Rahma sarkas Naura hanya dapat memejamkan matanya mendengar perkataannya.
"Cukup! Jika kau datang ke sini hanya untuk mengkritik orang lain lebih baik kau pulang saja," tukas Rifki kesal dengan sikap adik iparnya tersebut.
Naura memilih pergi dari sana sebelum dia mendengar lebih dalam lagi kata-kata yang menyesakkan hatinya.
Ceklek.
"Ma, kau sudah bangun?" tanya Naura pada Rini yang sudah bersandar di tempat tidurnya mengurai senyum padanya. "Siapa di luar kenapa ribut sekali?" sela Rini.
"Eem, dia Rahma Ma, entah apa tujuannya kemari tiba-tiba saja teriak seperti itu. Sudahlah Ma lebih baik Mama fokus pada kesehatan Mama saja tak perlu mikirin orang lain."
"Kau ini nak mana mungkin Mama gak bahagia punya mantu kayak kamu," ucap Rini.
Tok...tok...tok...
"Masuk."
"Ma, Dokter Ibra sudah datang," ucap Rifki masuk bersama Ibra sahabatnya.
"Assalamu'alaikum tante," sapa Ibra anak dari dokter langganan keluarga Rifki.
"Waalaikumussalam, gimana kabarnya Papamu nak? Sekarang kamu yang akan menggantikan posisi Dokter Suryo," tanya Rini.
"Benar Papa sudah bilang capek dan ingin segera rehat maka dari itu mau tidak mau saya yang harus gantiin dia," sela Ibra.
"Biar Ibra periksa dulu ya Tante," lanjutnya. Naura bergeser dan memberikan ruang untuk sang dokter memeriksa mertuanya.
"Apa Rahma sudah pulang Mas?" ucap Naura pelan hampir tak terdengar.
"Sudah, aku mengusirnya tadi," balas Rifki tersenyum sinis mengingat kejadian bagaimana tadi dia mengusir adik iparnya sendiri, salah siapa ikut campur urusan keluarganya.
"Jangan banyak pikiran Tante tekanan darahnya tinggi ini," ucap Ibra membenahi alat-alat medisnya.
"Kamu bro pasti gak bisa jagain Tante, sampai darah tingginya kambuh lagi." ujar Ibra melirik pada Rifki yang masih santai di jam kerjanya.
"Aku gak ngapa-ngapain Mamaku kok, bener kan Ma?" tanya Rifki, Rini hanya bisa tersenyum mendengar jawaban dari Rifki.
"Ini resepnya," ucap Ibra mengulurkan kertas resep obat pada Naura. "Makasih Dok," sela Naura.
"Tak usah sungkan dengan saya, karena saya masih saudara dengan keluarga di sini," seloroh Ibra, senyum iya Naura hanya tersenyum mendengar penuturan Ibra karena sebenarnya Rifki telah banyak cerita tentang keluarganya.
"Aku permisi dulu ya Rif, jaga mamamu dengan baik jangan sampai lebih parah dari ini," ucap Ibra.
"Kalau begitu aku pamit dulu ya masih ada pasien lain yang harus aku urus. Assalamualaikum," pamit Ibra.
"Waalaikumussalam, aku antar Ibra dulu ya Ma, Naura tolong temani mama sebentar ya," ucap Ibra.
Ibra dan Rifki melangkah keluar. "Istrimu cantik Rif, menurutku kau menang banyak yang ini daripada yang dulu," seloroh Ibra tentu saja membuat Rifki terkekeh seketika.
"Bisa saja kamu ini," ujar Rifki menepuk bahu Ibra.
"Kapan kami nikah?" tanya Rifki.
"Nanti jika gajah sudah mau bertelur," tukas Ibra disambut kekehan kecil oleh Rifki. "Bisa aja kamu ini," balas Rifki santai.
"Aku pulang, bye."
***
"Rifkiiii..." teriak Dania memekik begitu masuk ke dalam ruangan Rifki. Beberapa hari tak melihatnya kerinduannya terhadap bosnya kian memuncak, dengan sengaja duduk di pangkuan Rifki bergelanyut mesra seakan tak mau berpisah lagi.
"Ada apa?" tanya Rifki masih fokus memeriksa berkas di atas mejanya.
"Kau tak merindukanku lagi?" tanya Dania membuat Rifki menghentikan kegiatannya itu. "Kau sedang bertanya mengintrogasi diriku?" tanya Rifki.
Dania menatap Rifki penuh minat di lumatnya bibir Rifki yang beberapa hari ini tak dia rasakan menyalurkan kerinduan yang terpendam. Untuk beberapa saat Rifki membiarkan Dania untuk melakukannya.
"Arghh!!!" pekik Dania.
"Ayolah, apa kau tak berminat?" tanya Dania.
"Aku sedang pusing dan banyak pikiran Dania apa bisa kau keluar sekarang dari ruangan ku. Aku akan memanggilmu jika membutuhkanmu nanti."
Dania bergegas turun dari pangkuan Rifki dan beranjak keluar dengan perasaan kesal. Apa dia sudah berhasil menaklukkan hati istrinya sehingga sekarang dia berani menolak pesona seorang Dania.
'Aku harus melakukan sesuatu,' pikirnya.
"Hallo sayang kau sedang di mana?"
"Aku lagi di perpus kampus mas, ada apa meneleponku?"
"Apa kau masih lama?"
"Aku belum tahu pasti ini juga baru masuk. Apa ada hal penting yang harus aku lakukan?"
"Zahra belum ada yang jemput. Aku sendiri ada rapat nanti tepat setelah selesai makan siang."
"Baiklah biar aku yang jemput dia sekarang,'' tukas Naura segera bergegas keluar dan mencari motor Scoopy miliknya.
"Ra... Naura," panggil Kevin berlari mengejar Naura.
"Eh, Vin kebetulan aku ketemu kamu sekarang. Mama sakit sebaiknya kau pulang dulu, tolong jangan egois apa kamu gak mikirin juga perasaannya."
"Kamu mau ke mana bukankah sebentar lagi kita ada kelas?" tanya Kevin.
"Aku harus pergi jemput Zahra karena Mas Rifki gak bisa jemput ada rapat sedangkan sopir di rumah lagi libur mang Dadan kan lagi sakit," ucap Naura.
"Sini kontaknya?" Kevin merebut kontak motor Scoopy milik Naura.
"Naik!" pinta Kevin.
"Loh kan nanti kamu ada jam kuliah gimana kalau kamu dihukum?" ujar Naura khawatir.
"Tidak akan, ayo kamu naik nanti terlambat?" ucap Kevin membuat Naura serba salah bagaimana nantinya jika Rifki tahu.
Sesampainya di sekolah suasana sudah sepi, Naura memberanikan diri masuk dan bertanya pada Kepala sekolahnya. Namun begitu sampai ruangan kepsek itu kosong dan hati Naura kembali gelisah.
"Zahra gak ada Vin, gimana ini?" ucap Naura mulai panik.
"kok bisa?"
"Aku juga gak tahu di telpon suruh jemput gitu aja, gimana ini Vin?" tanya Naura cemas.
" Tenang dulu Ra, agar pikiran kita bisa fokus berpikir dengan jernih." ucap Kevin berusaha menenangkan Naura.
"Kita tanya dengan penjaga sekolahnya dulu, oke."
Kevin pergi masuk ke dalam sekolahan dan menanyakan perihal Zahra keponakannya namun penjaga sendiri tidak mengetahui sama sekali perihal Zahra yang dia menghilang dari sekolahnya.
Kevin berlari keluar dan mendapati Naura terduduk di bangku sedang menelpon.
"Naura tutup telponnya ya Ma, Assalamualaikum."
Naura menutup teleponnya dan melihat wajah Kevin sudah ada di hadapannya.
"Apa boleh aku menelpon Mas Rifki sekarang meminta bantuannya?" tanya Naura meminta persetujuan dari Kevin bagaimanapun Rifki adalah Papanya.
"Hallo Mas, aku mau memberitahukan padamu jika,---" dengan cepat Kevin mengambil ponsel milik Naura.
"Mas ini aku Kevin, Zahra menghilang di sekolahan kita di sini sedang mencarinya dan belum ketemu."
"Apa?"