"Assalamu'alaikum," ucap Kevin.
"Eh, kamu masuk sini," Rizal mengajak Kevin masuk dalam rumahnya.
"Apa yang aku khawatirkan terjadi juga," ujar Kevin, Rizal menatap sahabatnya dengan tatapan nelangsa.
"Kamu bertengkar dengan kakakmu lagi?" tanya Rizal tanpa mendengar jawabannya Rizal tahu jika Kevin sedang dalam masalah dengan keluarganya.
"Sudahlah lebih baik kamu di sini saja bareng aku toh nyokap dan bokap ku gak pernah di rumah. Dan mereka juga sudah kenal sama kamu jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi."
"Apa tak merepotkan mu nantinya?" tanya Kevin.
"MasyaAllah kayak sama siapa saja kau ini, tenang semua sudah aku atur. Tinggal saja di sini oke," perintah Rizal pada Kevin dia merasa harus membantunya karena hanya dia yang Kevin percaya.
"Kamu besok mulai ke kampus kan?"
"Iya, kan mau nyerahin tugas dari dosen killer itu," sahut Kevin menatap keluar balkon kamar yang dihuninya.
"Apa kau sudah siap bertemu dengan Naura di sana, dia pasti berbeda dengan Naura yang dulu kau kejar Vin. Apa perasaanmu masih sama untuknya meskipun sekarang dia menjadi milik kakakmu?"
Pertanyaan bodoh macam apa itu, kenapa Rizal menanyakannya pada Kevin yang sudah jelas jawabannya.
"Besok aku pasti menemuinya Zal, aku pengen ngomong 4 mata sama dia."
"Oke aku pasti bantu kamu kok," ucap Rizal.
***
"Kira-kira Kevin kemana ya Ra? Bantu mama bicara padanya Ra, bujuk dia agar mau pulang ke rumah."
Naura menatap kasihan pada mama mertuanya jika saja suami dan adiknya Kevin tidak egois mungkin saat ini mereka masih sama-sama nonton tv atau renang bersama seperti yang terlihat pada pertemuan pertamanya dengan Rifki dulu.
"Nanti pasti Naura bantu kok Ma," ucap Naura.
"Besok jika bertemu di kampus Naura akan coba bicara padanya," sela Naura mencoba menenangkan hati Rini.
"Dek kok belum tidur?" tanya Naura pada Zahra yang masih asyik menonton tv.
"Bentar lagi Ma, ini masih seru," balas Zahra, Naura maju ke meja dan mengambil remote tv segera mematikannya. "Waktunya istirahat, besok bisa nonton lagi lagian ini bukan tontonan anak kecil. Ayo Mama anter ke kamar, dek Zahra harus bobo!" ucap Naura menggendong tubuh gadis kecil tersebut masuk ke dalam kamarnya.
"Ma,"
"Ada apa nak?"
"Apa Om Kevin bakal pulang?" tanya Zahra meminta penjelasan.
"Kenapa dek Zahra bertanya seperti itu? Om Kevin pasti pulang kok tenang saja," balas Naura menutupi tubuh sikecil hingga batas dada.
"Soalnya dulu Om Kevin juga pernah pergi dan lama gak kembali gara-gara berantem sama Papa," mendengar perkataan Zahra, Naura mengerutkan keningnya.
"Papa dan Om Kevin dulu juga sering berantem?"
"Benarkah?" tanya Naura menyipitkan kedua matanya.
"Iya Ma dan Papa suka marah-marah sama Om Kevin," sanggah Zahra.
"Sudah yuk Zahra bobo besok kan harus sekolah, Papa juga harus kerja, dan Mama pergi ke kampus. Jadi sekarang istirahat ya nak, jangan lupa berdoa dulu sebelum bobo," ucap Naura mencium kening Zahra menunggu beberapa saat sampai Zahra benar-benar terlelap baru Naura mematikan lampu dan pergi ke kamarnya.
"Apa Zahra sudah tidur?" tanya Rifki meletakkan bukunya di nakas dan juga melepaskan kacamatanya.
"Kemarilah!" ucap Rifki menyuruh Naura duduk di sampingnya bersandar pada bahu ranjang.
"Apa kamu percaya dengan semua ucapannya Zahra?" tanya Rifki menatap Naura intens.
"ucapan yang mana ya Mas?" Naura balik bertanya. "Karena tadi Zahra bercerita banyak hal," sela Naura.
"Ya semuanya tentunya," balas Rifki.
"Aku percaya dengan perkataan anak kecil Mas karena itu naluri anak pasti dia gak akan berani berbohong kecuali jika orang tuanya sudah mengajarinya untuk berbohong."
"Apa maksudnya?" tanya Rifki.
"Zahra tak mungkin berbohong, kenapa mas Rifki terlihat begitu membenci Kevin? Apa dia melakukan kesalahan di masa lalu?" tanya Naura.
"Sudahlah lebih baik kita istirahat saja bukankah besok kau akan ke kampus?" ujar Rifki mengalihkan pembicaraannya.
"Mas, Kevin itu adikmu jangan pernah menyakiti apalagi saudara sendiri, Mas Rifki tahu gimana rasanya gak memiliki saudara sepertiku," ucap Naura.
Rifki menarik tubuh Naura lebih dekat dengannya. "Apa kau sedang mengajariku Nona Naura?"
Naura mendelik mendengar Rifki memanggil dengan sebutan sepeti itu. "Kasihan Mama jika Kevin tak segera kembali, besok aku akan bicara padanya aku minta ijin darimu," ucap Naura mendengar penuturan Naura Rifki mengangkat sebelah alisnya.
"Tidak buruk tapi ada imbalannya dong!" ujar Rifki.
"Apa itu?"
"Aku menginginkanmu malam ini Naura," bisik manja Rifki terdengar begitu pelan.
Naura menenggelamkan diri dalam selimut menahan malu.
***
"Pagi Papa," sapa Zahra yang sudah rapi dengan seragam paud-nya duduk manis menanti sarapannya.
"Pagi sayang, di mana Mama Naura kok belum ada di sini?" tanya Rifki yang sedari subuh belum melihat istri kecilnya, semalam setelah melakukannya Rifki langsung tertidur tanpa menunggu Naura terlebih dahulu.
"Selamat pagi sayang, Assalamualaikum."
Cup.
"Waalaikumussalam," balas bersamaan.
"Darimana Naura aku mencari dirimu dari tadi?" tanya Rifki.
"Maaf Mas, aku dari kamar mama. Beliau demam makanya aku mengurusnya lebih dulu. Apa ada sesuatu yang tertinggal biar aku ambilkan?"
"Eoh, kayaknya gak ada deh. Apa kau akan berangkat ke kampus denganku?" tanya Rifki.
"Kayaknya tidak Mas, aku pergi naik bus saja lagian juga masih lama."
"Baiklah, aku tengok Mama dulu ke kamarnya."
"Pergilah."
"Ma, apa Oma sakit gegara Papa yang terlalu galak sama Om Kevin?" tanya Zahra dengan polosnya.
"Gak ada hubungannya sayang mungkin Oma memang lagi banyak pikiran makanya jadi sakit," papar Naura.
"Zahra masih kecil ya kan Ma?" tanya Zahra mengulanginya Naura hanya dapat menganggukkan kepalanya.
"Sudah yuk siap-siap nanti keburu mobil jemputannya datang loh dek," ujar Naura dan benar saja baru selesai berkata terdengar suara klakson mobil menggema di pintu gerbang luar.
Tin...tin...
Tin...tin...
"Ayo berangkat!" ajak Naura, Zahra turun dari duduknya segera menggendong tas sekolahnya.
"Jangan makan makanan sembarangan ya dek," pesan Naura.
"Baik Ma, Assalamualaikum," pamit Zahra.
"Waalaikumussalam."
"Sayang, apa Mama sudah dipanggilkan dokter?" tanya Rifki saat keluar dari kamar Rini.
"Belum Mas, ini baru saja akan aku hubungi Dokter Ibra tadi aku urus Zahra dulu ke sekolah."
Rifki mengangguk mendengar penuturan Naura.
"Hallo dokter, bisakah anda ke sini sekarang juga?"
"Siapa yang sakit?"
"Mama sakit, Dok."
"Baiklah 15 menit saya sampai tunggu yaa."
Klik.
Naura mematikan ponselnya.
"Tunggu 15 lagi Mas beliau akan tiba di sini, sarapan dulu ya. Ini kopinya, maaf jika kurang sempurna aku gak tahu jika bik Narti gak di rumah hari ini, kalau tahu dari awal mungkin lebih pagi aku bangun."
"Tak masalah sayang, aku senang dengan semalam. Makasih ya," ucap Rifki senang membuat Naura merona seketika.
Ting tong...
Ting tong....
"Biar aku buka Mas," Naura pergi ke depan untuk membuka pintunya.
Ceklek.
Pintu terbuka,
"Assalamu'alaikum."