"Alhamdulillah sudah sampai Ma," ucap Zahra dengan ceria karena rumah baru yang akan ditempatinya memiliki taman lebih luas meskipun rumahnya terlihat lebih kecil daripada yang dulu. Rifki memang sengaja membeli dengan desain minimalis terkesan simple namun tetap elegan.
"Gimana apa kamu suka?" tanya Rifki merangkul bahu Naura.
Naura menoleh ke arah Rifki dan tersenyum. "Makasih ya Mas," ucap Naura dan dibalas kecupan di pipi kanannya membuatnya merona seketika.
"Yuk ke kamar kita di atas, dek Zahra ayo cepat Papa mau bawa barang-barangnya ya," Rifki menarik 2 koper besar milik Naura.
Naura menarik koper kecil milik Zahra anaknya dan meletakkannya di kamar Zahra.
"Sudah selesai dek, istirahat dulu ya capek. Mama ke kamar sebelah ya, kata Papa itu kamar Mama juga jadi jika dek Zahra butuh bantuan bisa langsung ke sana oke."
Zahra mengangguk, Naura keluar dan masuk kamarnya dia merebahkan tubuhnya di ranjang rasanya lelah tak terkira meski hanya 1 jam perjalanannya.
Tak nampak ada tanda-tanda Rifki dalam kamar tubuhnya merasa nyaman kedua matanya mengantuk, hingga akhirnya terlelap tidur.
Rifki yang baru keluar dari kamar mandi terkejut melihat Naura tertidur di pinggir ranjang, diangkatnya tubuh Naura ke tengah agar tak terjatuh.
'Kenapa dia sangat ceroboh sekali asal tidur, kalau jatuh bagaimana?' ucap batin Rifki.
Rifki keluar dan mencari Zahra yang sedang bermain di depan tv sendirian. "Duh kasian anak Papa main sendirian, gabung sama Mama Naura ke kamar ya Papa mau ke kantor dulu," ucap Rifki menggendong anaknya masuk kamarnya.
"Makasih ya Pa," ucap Zahra dengan tulusnya. Rifki mengernyitkan dahinya mendengar ucapan terima kasih dari putrinya. "Untuk apa?" tanya Rifki.
"Karena udah bawa Mama Naura ke sini, soalnya jika di rumah Oma Om Kevin suka curi-curi lihatin Mama Naura. Kemarin juga di dapur begitu," ucap Zahra dengan polosnya.
Anaknya sangat jeli melihat situasi sedangkan dia acuh. "Memangnya kenapa kalau Mama Naura dilihatin sama Om Kevin?"
"Takutnya Mama Naura lebih memilih Om Kevin ketimbang Papa nanti Zahra gak punya Mama dong," celetuk Zahra membuat Rifki terkekeh seketika.
"Itu takkan terjadi nak," ucap Rifki mengusap rambut anaknya
"Makasih Pa, Papa memang yang terbaik," ucap Zahra dengan mengacungkan dua jempolnya.
"Sudah ya temani Mama Naura, Papa ke kantor dulu jika ada apa-apa telpon Papa ya."
Rifki bergegas pergi melajukan mobilnya ke kantor dia sudah terlambat 1 jam tak mungkin jika harus berlama-lama di rumah. Setibanya di kantor Rifki di sambut dengan wajah muram sekretarisnya Dania.
"Kenapa dengan wajahmu Dania?" Rifki melirik Dania yang cemberut.
"Kenapa terlambat? Seharusnya kan kamu datang sebe----"
"Diam Dania, aku juga gak mau terlambat tapi aku juga memiliki keluarga yang harus aku perhatikan."
Dania tersentak baru kali ini Rifki berkata sedikit keras padanya, pasti penyebabnya adalah istrinya 'Naura' sehingga Rifki tak lagi memandangnya bahkan belakangan ini malas menyentuhnya.
'Awas kau Naura,' ucap Dania dalam hati.
"Apa kita jadi meeting siang ini?" tanya Rifki pada Dania tapi manik matanya masih tetap fokus pada tumpukan berkas di hadapannya.
"Dania... Apa kau tak mendengarkan ku?" seru Rifki akhirnya mau tidak mau harus melihat Dania yang justru terdiam melamun.
"Daniaaaa....!" teriak Rifki membuat Dania kembali tersentak dari lamunannya.
"I--iya maaf gimana Pak?"
Kesal itulah yang dirasakan Rifki saat ini sejak kapan Dania menjadi lemot seperti itu.
"Kamu mau terus melamun di sini atau kerja dengan baik? Cepat selesaikan laporan yang saya kasih ke kamu kemarin jangan pakai lama."
"Baik Pak saya permisi," ucap Dania melangkah keluar dari ruangan Rifki.
Rifki sendiri menghela nafas lega melihat kepergian Dania sekretarisnya itu. Berhadapan dengan wanita seperti Dania perlu banyak trik karena tidak mudah baginya meluluhkan hatinya, dia wanita yang pantang menyerah sebelum keinginannya tercapai.
***
"Vin, bagaimana dengan sepupuku itu cantik kan?" tanya Rizal.
"Cantik, tapi sayang aku belum tertarik dan hatiku masih tetap sama untuk Naura," balas Kevin membuat Rizal mendengus kesal padanya.
"Apa? Kamu tidak terima dengan perkataanku? Lebih baik bilang di awal daripada nanti malah mengecewakannya. Aku gak Setega itu Zal," ujar Kevin dan Rizal pun mengangguk mengerti dengan ucapan Kevin.
"Sekarang Naura udah gak lagi serumah denganku Zal, kau tahu kakakku sengaja mengajaknya pindah hari ini entah apa maksudnya aku juga gak ngerti dengan sikapnya," ujar Kevin kesal.
"Kok kakakmu parah banget ya?" sela Rizal.
"Entahlah yang jelas dia gak mau hubungannya dengan Naura terhalangi dan aku lah penghalang itu. Kemarin aja aku melihat mereka bermesraan di dapur hatiku gak kuat Zal, kok sesakit ini ya melepaskan orang lain demi orang yang kita cintai juga. Berat!"
"Hah! Maksudmu kakakmu dan Naura bermesraan di dapur tanpa memikirkan perasaanmu begitu?"
Rizal menepuk jidatnya sendiri merasa tidak percaya bagaimana bisa mereka melakukan itu tanpa memikirkan perasaan Kevin.
"Tapi setahuku mas Rifki sepertinya sengaja menunjukkan itu semua di depan ku agar aku cemburu."
"Sabar ya," ucap Rizal menepuk bahu sahabat yang sedari SMP selalu bersama.
"Rifki emang benar-benar kelewatan," lanjut Rizal.
"Hush, bagaimana pun dia tetap kakakku Zal, kamu gak boleh ngatain dia dengan kalimat-kalimat jelek," ujar Kevin.
"Baik, sorry Vin bukannya gimana tapi---"
"Sudahlah Zal aku akan tetap nerima kok meskipun dia seperti itu padaku tetap saja dia kakakku karena selama ini dialah yang menjagaku setelah Papa tiada."
"Yuk jadi ke rumahku gak, kita main game lagi," ajak Rizal merangkul bahu Kevin melangkah ke parkiran menuju mobilnya.
"Sebentar aku telpon Mamaku dulu buat ngabarin kalau gak bisa jemput."
["Hallo Assalamualaikum Ma, maaf Kevin gak bisa jemput. Ini masih di rumah teman."]
["Waalaikumussalam, baiklah biar nanti Mama naik taxi saja. Kamu jangan terlalu malam ya pulangnya."]
["Oke Ma, hati-hati ya, Kevin tutup telponnya, bye."]
Klik.
"Ayo pulang." ajak Kevin bersemangat ke rumah Rizal.
***
"Rif nanti makan malam yuk!" ajak Dania bergelanyut manja di lengan Kevin.
"Maaf aku gak bisa Dania aku harus pulang tepat waktu karena anak dan istriku sudah menunggu di rumah."
"Cih! Kau begitu memperhatikannya sekarang padahal kemarin kamu sempat menolaknya. Apa karena dia adalah gadis yang adikmu cintai sehingga kau benar-benar ingin merebutnya?" ujar Dania kesal.
Rifki tetap diam dia enggan membalas perkataan Dania.
"Kamu bahkan menolak diriku sewaktu Rif padahal kamu tahu dengan jelas kalau aku cinta sama kamu tapi kamu sama sekali tak ngertiin perasaanku sama sekali dan yang terjadi kamu menikahi gadis lain setelah aku memberikan segalanya padamu. Apa kurangnya diriku padamu Rif? Aku cantik, terpelajar, sexy Bahkan jauh lebih baik dibandingkan dengan wanita pilihanmu itu tapi kamu malah lebih mementingkan dia daripada aku. Katakan Rif aku harus bagaimana agar aku bisa mendapatkan hatimu? Apa lebihnya dia dibandingkan dengan diriku, jawab Rif?" Dania mengeluarkan segala uneg-unegnya pada Rifki karena kesal dengan sikapnya yang dia rasa sudah berubah setelah dia menikah dengan Naura.
"Karena dia bisa menjadi ibu yang baik untuk anakku, cukup jelas bukan alasanku kenapa aku memilihnya. Sekarang pulanglah jam kantor telah habis!"
Deg
Dania membeku mendengar penuturan Rifki jadi dia mencari istri hanya untuk mengasuh anaknya saja begitukah???