"Zahra, Papa pulang sayang," panggil Rifki mencari sosok gadis kecilnya yang tak juga terlihat olehnya.
"Eh, Mas Rifki sudah pulang? Maaf tadi lagi di belakang main sama Zahra," ucap Naura mengambil tas kerja milik Rifki menaruhnya di ruang kerjanya.
Rifki hanya tersenyum dan segera berlalu mencari Zahra putrinya. "Dek, ngapain di sana?" tanya Rifki melihat Zahra yang terduduk di bawah tanpa alas sehingga nampak kotor bagian belakangnya.
"Eh Papa sudah pulang?" seru Zahra segera bangkit dan berlari ke arah Rifki.
"Anak Papa kenapa main kotoran-kotoran begini lihat bajunya!" ucap Rifki.
"Kata Mama Naura gak apa-apa Pa, jika kotor bisa dicuci bersih."
Rifki tak lagi bersuara dia membersihkan bokong Zahra yang kotor dengan tanah.
Naura yang melihatnya dari dalam seakan takut jika Rifki marah karena anaknya telah diajak bermain tanah tanpa ijin darinya.
"Nak, yuk cepat mandi Mama bantu mandiin." ucap Naura tanpa melihat pada Rifki sedikitpun.
"Sebentar ya Ma, Zahra mau beresin mainannya dulu," balas Zahra segera berlari ke arah tempatnya tadi bermain, merapikan beberapa mainan menaruhnya dalam keranjang mainan.
"Ra, aku mau bicara tapi nanti jika Zahra sudah tidur ya," ucap Rifki menatap Zahra datar.
Naura menganggukan kepala diraihnya tangan kecil Zahra menuntunnya ke kamar mandi.
"Ma."
"Eem, ada apa sayang?"
"Apa Papa marah karena melihat Zahra bermain kotoran?" tanya Zahra dengan polosnya.
"Papa gak marah kok sayang, mungkin Papa lagi capek banyak kerjaan di kantornya jadi seperti itu. Percaya deh Papa Rifki orangnya super baik," ucap Naura disertai senyum manisnya.
"Mama kok tahu kalau Papa orangnya baik?"
"Soalnya Papa Rifki orangnya gak pernah marah sama Mama terlebih sama Zahra jadi bisa dibilang Papa Rifki itu sayang sekali sama zahra."
"Iya juga sih Ma, Papa memang jarang marah sama Zahra apalagi Oma kalau Oma marah-marah sama Papa, Papa pasti takut," bisik Zahra membuat Naura tersenyum sama seperti Rifki yang diam-diam mendengarkan obrolan mereka berdua.
"Ayo buruan pakai baju nanti masuk angin lagi, Mama juga mau nyiapin makan malam. Zahra mau ayam madu lagi?"
"Mau Ma itu enak sekali, Mama jago deh masaknya," puji Zahra.
"Besok kalau Zahra dah besar Mama ajarin deh bikin masakan yang enak biar disayang sama papa."
"Oke," Zahra memeluk tubuh Naura dengan erat seakan tak ingin ditinggal pergi olehnya.
Selesai memakaikan baju dan juga membenahi alat mandi Zahra Naura segera ke dapur menyiapkan makan malam untuk suami dan anaknya.
Hampir satu jam Naura berkutat di dapur hingga akhirnya selesai juga apa yang diinginkannya.
Tok..tok..tok..
Tak ada jawaban Naura memberanikan diri masuk ke dalam dan benar saja rupanya Rifki sedang mandi pantas saja dia tak mendengar ketukan pintunya.
Rifki tak menyadari jika Naura ada di dalam kamar dengan percaya diri berjalan hanya dengan menggunakan handuk kecil yang melilit di pinggang.
"Opps," Naura segera balik badan menghindari sosok Rifki begitupun juga dengan Rifki yang terkejut melihat Naura ada di kamar.
"Kenapa tak sekalian membawa baju ke kamar mandi?" protes Naura.
"Siapa suruh masuk kamar ketika aku mandi?" sahut Rifki tak mau kalah.
"Ish, kau benar-benar Mas."
Naura hendak ke pergi namun tangan kanannya di cekal oleh Rifki.
"Mau ke mana? Bukankah kamu sudah melihat semuanya kenapa mesti malu?" bisik Rifki di telinga Naura membuatnya bergidik ngeri dan membawa gelombang aneh pada dirinya.
"Mas jangan begini, malu jika terlihat Zahra," protes Naura ketika Rifki sudah mulai mengecup tengkuknya.
"Baiklah nanti aku akan memintanya jika Zahra sudah tidur," ucap Rifki tersenyum menggoda istrinya tersebut membuat Naura semakin malu dibuatnya.
***
"Kamu Kevin kan adiknya Rifki?" tanya Dania melihat sosok yang familiar dengan segera dia mengejarnya.
"Eh mbak siapa ya?" tanya Kevin penasaran.
"Aku sekretarisnya kakakmu," balas Dania tersenyum manis pada Kevin namun Kevin yang melihatnya menganggap biasa hal tersebut karena di hatinya tak ada senyum manis selain milik Naura.
"Kok masih di sini jam segini, memang gak kuliah?" tanya Dania basa-basi.
"Sudah kok mbak ini baru aja main sama teman. Mbak sendiri kenapa masih di sini bukankah jam kantor dah berakhir dari jam lima tadi sore."
"Ya memang aku sengaja lagi pengen jalan aja habis di rumah kesal gak ada hiburan jadi ya terpaksa jalan sendirian," ucap Dania memasang wajah memelas menarik perhatian Kevin.
"Ya ajak saja pasangannya kan bisa sekalian kencan," sahut Kevin asal.
"Sayangnya aku gak punya pasangan Vin makanya kemanapun selalu sendiri."
"Oh begitukah? Kasihan cantik begini gak ada yang mau," Kevin berekspresi seakan kasihan pada Dania.
"Iya memang benar aku gak memiliki kekasih, lebih tepatnya belum. Nanti jika sudah tiba saatnya juga bakal ada kok," seru Dania.
"Mbak Dania percaya diri sekali," sela Kevin.
"Harus dong, btw kamu dah semester berapa? Terus ceweknya anak mana? Kalau jomblo boleh dong aku daftar?" ucap Dania dibarengi tawa kecil oleh Kevin.
"Ada-ada saja, aku balik ya mbak udah malam nanti Mama ku marah lagi karena anaknya gak juga pulang sampai jumpa."
"Eh Kevin tunggu!" ucap Dania yang akhirnya membuat ke in berbalik ke belakang melihat Dania dengan ekspresi kesal.
"Ada apalagi mbak?"
"Ponselmu?"
Kevin bingung untuk apa dia meminta ponselnya.
"Mana ponselmu Kevin?" ucap Dania kali ini penuh penekanan.
Kevin membuka ponselnya dan menyerahkannya pada Dania, setelah Dania memasukkan nomornya segera memanggil ke nomor tersebut dengan begitu dia mendapatkan nomor Kevin.
"Makasih sampai jumpa," Dania bergegas pergi dari Kevin.
Alih-alih segera pulang Kevin justru terjebak macet karena ada kecelakaan di depan perempatan jalan membuat lalu lintas terhambat.
Sepintas dia melihat ke sekeliling didapatinya kembali Dania sedang jalan kaki di sepanjang trotoar.
Kevin memutar bola matanya malas, untuk apa dia berjalan sendirian seperti orang yang hilang arah.
Tin... Tin....
Dania menoleh sekilas dilihatnya Kevin dalam mobil melambaikan tangan padanya. Dania pun memberanikan diri mendekat.
"Masuk!" ucap Kevin.
Dania masuk ke mobil Kevin.
"Di mana rumahnya mbak?"
"Jalan Anggrek no.365," balas Dania.
Kevin dengan segera menuju alamat yang diberikan Dania padanya, meski kesal dengan sikapnya di mall tadi dia takkan sampai hati membiarkan sekretaris kakaknya pulang sendirian apalagi sudah malam dan juga melihat penampilan Dania membuat Kevin sedikit khawatir jika saja nanti Dania bertemu dengan orang jahat dan memanfaatkannya.
Sepanjang jalan mereka sama-sama terdiam tak bersuara hingga sampai di depan rumah Dania.
"Makasih ya Vin atas tumpangannya." ucap Dania menatap Kevin tak berkedip.
Kevin hanya mengangguk dan segera berpaling ke arah lain sementara Dania terlihat enggan untuk segera turun.
Cup
Kevin segera menoleh didapatinya Dania berada persis di depannya tanpa jarak hingga hidung Kevin dan Dania saling bertabrakan.