"Assalamu'alaikum ma, Kevin pulang nih," teriak Kevin mencari sosok Rini ke dapur dan taman belakang tak dia jumpai sama sekali.
"Bik, mama di mana?" tanya Kevin melihat bik Narti ada gudang.
"Barusan pergi den, sama Bu Fitri katanya mau ke sekolahan neng Zahra diantar sopir," balas bik Narti yang masih merapikan kardus-kardus bekas tempat buku milik Kevin.
"Loh ini kan buku Kevin bik kok ada di sini?" tanya Kevin melihat bukunya berantakan di mana-mana.
"Iya den ibu yang nyuruh supaya kamar den Kevin rapi katanya," balas bik Narti mulai merapikan buku yang tercecer dilantai.
Bik Narti memperhatikan raut wajah Kevin ada sesuatu yang berbeda dari wajahnya.
"Den Kevin memangnya habis jatuh ya? Kok wajahnya biru-biru begitu kayak habis digebugi?" bik Narti mulai curiga.
"Oh ini to?" balas Kevin menunjukkan memar di wajahnya.
"Habis dapat musibah baik kemarin makanya gak langsung pulang semalam," lanjutnya.
"Siapa? Siapa yang dapat musibah nak?" tanya Rini yang tiba-tiba nyelonong masuk.
"Ma, katanya jemput Zahra kemana dia sekarang?" tanya Kevin.
"Kau ini mama tanya malah balik nanya Vin," ucap Rini kesal.
"Dia masih ada di luar sama Fitri mamanya naura lagi main."
"wajahmu kenapa nak?"
"Kemarin aku sama Rizal rencana main ke puncak tapi di tengah jalan mendapat musibah, makanya Kevin gak buru-buru pulang semalam. Jujur niatnya Kevin main ke sana semingguan malahan tapi gimana lagi dapat musibah di jalan jadi gagal total ke puncak. Yusuf malah lebih parah dari Kevin Ma, kakinya patah dan harus memakai gip."
"Itu hukuman karena gak jujur sama mama Vin," sela Rini.
"Maafin Kevin ma," tiba-tiba Kevin bersimpuh di hadapan Rini meminta maaf padanya.
"Buat apa minta maaf sama mama Vin? Jujur sebenarnya mama yang harus minta maaf sama kamu. Mama malu menjadi orang tua belum bisa kasih contoh yang baik untuk kalian berdua."
"Mama bicara apa sih ini?" ujar Kevin.
"Mama malu sudah berbuat tak adil padamu," ucap Rini terisak kemudian.
"Sudahlah ma, Kevin gak pernah anggap mama demikian. Kevin dah seneng dengan kehadiran mama di hidup Kevin."
"Kevin sayang sama mama, jadi tak boleh berpikiran yang tidak-tidak tentang Kevin maupun mas Rifki," lanjutnya.
"Om Kevin," teriak Zahra dari luar membuat Kevin menoleh dan mendapati Zahra berlari kecil ke arahnya diikuti Fitri.
"Om kemarin ke mana kok gak kasih kabar, ini Oma sangat khawatir sekali sampai gak bisa makan maupun tidur," ucap Zahra membuat Rini gemas dengan perkataan cucunya.
"Benarkah itu ma?" tanya Kevin menyelidik.
"Iya, mama begitu khawatir Vin. Kamu sendiri kenapa tak kasih kabar?" tanya Rini menatap Kevin dan baru menyadari ada memar di sana.
"Apa kamu habis berkelahi?" tanya Rini pada Kevin yang mulai kesal.
"Maaf ma, kemarin Kevin kecelakaan jadi Kevin gak langsung balik dulu perlu ngurus ini itu juga," kilah Kevin.
"Benarkah? Seharusnya kamu kasih tahu mama Vin," sesal Rini.
"Apa ini semua kamu dapatkan kemarin?" lanjut Rini dan Kevin hanya menganggukkan kepalanya.
"Aish anak ini benar-benar, membuat orang tua khawatir," protes Rini.
"Apa sudah kamu periksakan lukanya nak?" tanya Fitri merasa khawatir.
"Sudah kok Tante sama teman kemarin," sela Kevin tersenyum pada Fitri bagaimanapun dia juga ikut merasakan perasaan Fitri harus kehilangan Naura yang menikah dengan kakaknya.
"Semoga cepat sembuh ya nak, apa ada obatnya?" tanya Fitri.
"Aamiin, ada kok Tante masih dalam ransel karena gak Kevin buka semuanya tadi," ujar Kevin.
"Lain kali hati-hati nak," ucap Fitri berpesan pada Kevin.
"Iya, makasih Tante," sahut Kevin.
***
"Lepas Rahma apa-apaan kamu ini," kesal Rifki pada Rahma yang tiba-tiba memeluknya dari belakang.
Rahma kesal mendengar perkataan Rifki padanya.
"Kamu kok berubah mas, dulu sewaktu dengan kakakku kamu gak seperti ini. Apa ini semua karena wanita ini?" tanya Rahma membuat Naura serba salah.
"Apa maksudmu Rahma?" tanya Rifki kesal.
" Ya, mas Rifki lebih menyukai gembel kayak dia ketimbang dengan kakakku bukan?" bentak Rahma pada Rifki seraya menunjuk-nunjuk pada Naura membuat Naura merasa terpojok.
"Kamu bicara apa? Kakakmu hanya masa laluku dan dia adalah istriku saat ini jadi tolong hargai dia oke, jangan buat aku marah karena kau merendahkannya."
"Ayo Naura kita pergi," Rifki menarik pergelangan tangan Naura untuk segera beralih ke tempat lain menjauh dari Rahma.
"Sabar mas bagaimanapun dia masih tantenya Zahra meskipun istrimu sudah meninggal." ucap Naura menenangkan Rifki.
"Mau makan apa siang ini, btw dari kemarin aku gak menelpon Zahra apa boleh aku menelponnya sekarang?" tanya Naura meminta ijin pada suaminya Rifki.
"Jangan sekarang, besok kita juga pulang biarkan saja ya, aku sedang tak ingin diganggu saat ini moodku benar-benar hancur karena Rahma," sungut Rifki mencebik kesal.
"Sudahlah, maafkan dia yang kurang memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi."
"Ini pesanannya mas, mbak silahkan dinikmati," pelayan resto datang dengan membawa pesanan Rifki.
"Eem, ternyata sudah memesannya duluan," ucap Naura.
"Apa kamu gak suka dengan menu yang ku pilih?" tanya Rifki.
"Suka mas, sangat suka," balas Naura dengan senyum mengembang di bibirnya.
"Aku tahu kesukaanmu dari Mama Fitri dia kasih tahu jika kamu lebih senang makan berbau sea food daripada daging makanya kau membawamu ke sini."
"Makasih mas," seru Naura.
"Aku yang seharusnya berterima kasih padamu Naura karena sudah menjadikanku yang pertama untukmu," ucap Rifki membuat Naura merasa malu dan hanya menundukkan wajahnya.
"Naura,... Aku menginginkanmu setiap saat kamu tahu," bisik Rifki membuatnya Naura merona seketika.
"Jangan bicara terlalu vulgar di tempat umum mas, bikin malu saja," seru Naura tapi justru membuat Rifki tersenyum mendengarnya.
"Kamu masih malu Naura makanya begitu kita lihat beberapa bulan ke depan pasti sudah berubah."
"Terserah mas aku hanya gak ingin urusan seperti ini sampai terdengar ke telinga orang lain, bikin malu," ujar Naura.
"Baiklah tuan putri aku mengerti."
"Selesaikan dulu makannya Habsi itu kita balik ke hotel," ucap Rifki santai menikmati sea food yang ada di meja.
"Kok ke hotel katanya mau jalan-jalan?" sela Naura protes.
"Memangnya kenapa Naura? Kita bisa jalan-jalan lain waktu tapi waktu untuk berdua aku yakin takkan ada karena di Jakarta sudah ada Zahra yang akan setiap waktu bisa mengganggu aktivitas kita."
"Kita habiskan saja waktu kita berdua di sini tanpa ada yang mengganggu kita oke, apa kau tak merindukanku?" tanya Rifki menggoda Naura.
"Suami mesum," ucap Naura spontan membuat Rifki ternganga mendengarnya istri kecilnya sudah berani mengumpatnya.
"Kamu bicara apa tadi?" tanya Rifki menatap tajam pada Naura.
"Jangan salahkan aku Naura akan aku buat kamu kembali tak bisa jalan nanti," bisik Rifki membuat Naura mengangkat wajahnya tercengang mendengar penuturan Rifki suaminya.