"Awh, sstt common Rif faster ach..," suara Dania memekik pelepasannya hampir sampai namun suara dering gawai milik Rifki membuyarkan semuanya.
Dengan cepat Rifki mencabut miliknya dan segera meraih gawainya.
"Assalamualaikum, hallo ma ada apa tiba-tiba nelpon?" Seru Rifki yang masih duduk santai dipinggir ranjang.
"Dimana kamu dari tadi Mama telpon ga diangkat. Zahra demam harus segera dibawa ke dokter. Karena dokter Toni sedang tidak ada di rumah."
"Baiklah tunggu di rumah Rifki segera balik. Assalamualaikum," dengan segera Rifki menuju kamar mandi dan membersihkan diri.
Dania yang melihat itupun tampak kesal.
"Rif kau mau kemana permainan kita belum selesai tapi kau sudah mau pergi," ucap Dania mencebikkan bibirnya.
"Sorry Dan, putriku sakit aku harus segera pulang." ucap Rifki
"Tapi Rif nanggung ini aish, menyebalkan sekali!" protes Dania kesal.
"Kapan-kapan kita lanjut lagi sayang," Rifki mencium bibir Dania sekilas.
"Aku pergi," Rifki bergegas keluar dari apartemen Dania balik ke rumah.
Selama perjalanan pulang Rifki sudah sangat khawatir, karena tidak biasanya Zahra sakit apalagi demam.
Rifki memarkirkan mobilnya asal karena ia tahu nanti akan dia gunakan lagi ke dokter.
"Assalamualaikum, ma gimana keadaan Zahra?" Rifki nyelonong masuk ke kamar mamanya.
"Waalaikumussalam, sudah membaik turun panasnya. Kamu dari mana aja sih mama cemas mengurus Zahra sendirian. Kau tak berbuat yang aneh-aneh kan diluar sana?" Rini menyelidik mengingat ini adalah hari libur harusnya dia bersama Zahra seperti hari sebelumnya.
"Ma, apa mama tak percaya padaku atau sedang mencurigai ku melakukan sesuatu?" Rifki memicingkan kedua matanya.
"Bukan begitu Rif hanya aneh saja sudah beberapa kali waktu weekend kamu habiskan diluar tanpa Zahra," ucap Rini.
"Maafkan Rifki ma jika sudah banyak merepotkan mama." Rifki memeluk Rini mamanya.
"Segera menikah Rif mama pengen Zahra ada merawat dengan baik. Dia juga butuh kasih sayang dari seorang ibu," Rini menatap Rifki dengan tatapan memohon.
"Ma, jangan bahas itu lagi oke. Yang penting Rifki nyaman dengan keadaan ini dan juga Zahra tetap bisa ngerasain kasih sayang ibu dari Mama."
"Terserah kau sajalah mama pusing mendengarnya," Rini segera berlalu meninggalkan Rifki yang terdiam di ruang tengah.
"Mas kapan datang? Mama dimana?"
Tiba-tiba Kevin datang.
"Baru aja kok, ada di dalam nemenin Zahra lagi sakit."
"Zahra sakit?" Kevin mengerutkan keningnya.
"Tadi siang masih aktif main bareng aku, makanya buruan nikah biar dia juga ada yang jagain dan ga kekurangan kasih sayang seorang ibu. Mama kan juga sudah tua apa ga kasihan sama mama bukannya istirahat malah disuruh jagain cucu," ucap Kevin.
"Kamu tahu apa soal nikah? Anak baru kemarin sore aja udah berani menasehati yang lebih tua." Balas Rifki tak mau disalahkan.
"Ya memang benar mas itu fakta dan terlihat ga bisa dibantah, lagian nikah itu juga nikmat loh. Mas Rifki juga tahu sendiri kan bagaimana nikmatnya sehingga ada Zahra ke dunia," ucap Kevin semakin nyolot.
"Sudah males bicara sama kamu, wajah muda pikiran kolot," Rifki segera pergi meninggalkan Kevin yang masih asyik di depan tv.
"Diingatkan malah marah-marah," Kevin berdecak kesal.
***
"Naura, tolong antarkan jahitan ke rumah Bu Retno ya," teriak Fitri pada Naura.
"Bentar ya ma, ini masih nanggung ngerjain tugas dikit lagi kelar kok."
"Jangan lama-lama ya takutnya beliau pergi soalnya ini mau dipakai besok sore."
"Oke ma, siap."
Naura segera menyelesaikan tugas dari kampus, hanya lima belas menit selesai segera dia menuju ruang tamu mengambil bungkusan plastik hitam dan pergi ke rumah Bu Retno.
"Naura pergi ma, Assalamualaikum,"
"Waalaikumussalam, anak itu selalu saja begitu,"
Naura gadis cantik dan juga pintar hanya saja harus kehilangan ayahnya ketika dia masih kecil karena sebuah kecelakaan sehingga mengharuskan Fitri berjuang sendiri membesarkan Naura.
"Assalamualaikum, maaf bu ini disuruh mama antar jahitan."
"Oh iya nak, makasih ya ini ongkosnya sekalian kamu bawa ya soalnya besok saya ga dirumah," bu Retno menyerahkan uang lima puluhan tiga lembar.
"Makasih ya bu, saya permisi Assalamualaikum."
Naura pergi dari rumah bu Retno dan langsung pulang.
"Gadis yang baik andai punya anak laki-laki pasti masuk kandidat calon mantuku dia," ucap bu Retno.
"Ya sudah bapak saja yang nikahin dia, boleh ga bu?" Pak Bagus menyela namun bu Retno malah mendelik pada pak Bagus.
"Sudah pulang Ra, kok cepet sekali?"
"Sudah ma, ini uang dari bu Retno tadi beliau titip ke Naura."
"Kamu ambil aja buat simpanan kamu sendiri ya," Fitri memberikan uangnya kembali pada Naura.
"Makasih ya ma, mama memang yang terbaik," ucap Naura memeluk Fitri penuh kasih.
"Andai papa masih ada pasti mama ga akan susah payah begini buat membesarkan Naura sendirian."
"Ga boleh nyalahin takdir Naura semua makhluk sudah ada garis hidupnya sendiri-sendiri jadi tetap jalani dengan sabar dan ikhlas."
"Iya ma, Naura ngerti kok." Naura tersenyum.
***
"Ra, tunggu Ra..!" Kevin berlari mengejar Naura yang berjalan dengan cepat.
Merasa ada yang memanggil namanya Naura pun berhenti dan menoleh ke belakang dilihatnya Kevin sedang berjalan ke arahnya.
"Kamu kok kalau jalan cepet banget kayak dikejar setan aja," ucap Kevin dengan nafas yang tak beraturan.
"Aku ada kelas Vin, jadwalnya pak Budi kamu tahu sendiri kan bagaimana dia?"
"Oh maaf, nanti sore ada waktu ga kita jalan yuk?" Ajak Kevin dengan senyum menggoda.
Siapa yang ga kenal Kevin makhluk ganteng dengan sejuta pesona dan banyak yang menggilainya di kampus.
"Maaf Vin kayaknya ga bisa deh, habis ini mau langsung pulang. Kasihan mama sendirian di rumah."
"Hem gitu ya padahal aku pengen banget ngajak kamu jalan berdua Ra. Misalkan nanti habis kelasnya pak Budi apa bisa?"
"InsyaAllah aku ke kelas ya, Assalamualaikum." Naura segera berlari melihat kedatangan pak Budi dari jauh dia ga ingin terkena hukuman gara-gara terlambat.
Kevin duduk di bawah pohon di belakang kampus, sudah waktunya Naura keluar kelas dan dia dengan suka rela menunggunya di sini.
Sepertinya Kevin memang butuh kesabaran ekstra untuk menunggu Naura setengah jam berlalu gadis itu belum juga menunjukkan dirinya. Hingga beberapa saat kemudian Naura datang dengan nafas ngos-ngosan karena mengejar waktu.
"Maaf Vin telat tadi langsung ke perpus dulu balikin buku takut kehujanan kalau dibawa pulang pasti basah dalam tas."
"Gak apa-apa, nih minum dulu!" Kevin memberi Naura minuman mineral.
"Gak dikasih racun kan kayak yang di tv itu?"
Kevin mendelik mendengar ucapan Naura yang asbun itu.
"Kalau aku mau langsung culik kamu sekarang juga bisa." Kevin kesal.
"Eh iya btw mau ngomong apa Vin, buruan aku harus segera pulang soalnya."
"Ra, bagaimana dengan pernyataan cintaku sama kamu apa kau sudah memikirkannya?"
"Ak--aku belum memikirkannya lagi Vin kasih aku waktu yaa."
"Sampai kapan??"
"Aku butuh waktu berfikir beberapa hari lagi ya?"
"Baik aku harap kau tak mengecewakan ku."