Chereads / Suami Pengganti (Terpaksa Menikahi Calon Kakak Ipar) / Chapter 16 - Jangan Memperlakukan Aku Seperti Tahananmu

Chapter 16 - Jangan Memperlakukan Aku Seperti Tahananmu

Puas meratapi nasibnya karena ditinggal Almira, kini Rian benar-benar bagaikan orang gila. Laki-laki itu kembali meracau tidak jelas sambil terus mengupat mantan kekasihnya dengan segala caci maki yang ada di kepalanya.

Sungguh, sakit rasanya ketika melihat dengan mata kepala sendiri wanita yang dia cintai mengabiskan waktu dengan kakaknya. Apalagi, Daffa yang dengan lancang menggenggam tangan Almira semenjak keluar dari restoran cukup menyayat hati Rian.

Padahal selama ini, sangat jarang sekali Rian menggandeng tangan Almira terlalu lama. Karena pasti wanita Itu akan langsung mengajukan keberatan.

Setelah merasa lelah karena sudah cukup lama berjalan tanpa arah dan tujuan. Akhirnya laki-laki itu duduk termenung di taman.

Kembali, Rian mengeluarkan ponselnya, dan menatap sendu Poto cantik Almira yang masih senantiasa menghiasi wallpaper ponselnya itu.

"Dulu kamu tidak pernah mengijinkan aku lama-lama memegang tanganmu, Almira! Tapi sekarang apa? Kamu dengan suka rela digandeng oleh kakakku sendiri! Apa kamu tidak tahu malu sudah menjilat ludahmu sendiri? Apa kamu tidak malu berkencan dengan calon kakak iparmu sendiri, Almira? Apa selama ini kamu bersikap keras padaku agar tidak menyentuhmu itu hanya topeng untuk menutupi keburukanmu yang hanya seorang wanita murahan saja!" racau Rian penuh amarah.

Namun tak lama, raut wajah sendu terlihat dari lelaki itu. Dengan penuh kesedihan Rian mengecup Poto Almira, seolah jika memang Almira lah yang ada di hadapannya.

"Kenapa kamu tidak membiarkan aku menyentuhmu sementara oleh kakakku kamu mau? Apa selama ini kamu tidak mencintai aku dan malah mencintai dia? Kenapa kamu tega membuat aku bagaikan orang gila seperti ini jika sejak awal yang kamu mau itu Daffa? Kenapa?" Lirihnya dengan penuh kesedihan.

"Rian! Kamu ngapain di sini?" tanya seseorang sambil menepuk pundak Rian.

Laki-laki itu menoleh, melihat siapa yang sudah mengganggu dirinya.

"Kenapa kamu bisa ada di sini, Do?" tanya balik Rian setelah tahu jika orang itu adalah Aldo.

Aldo langsung mendudukan diri di samping Rian. Dia tahu kalau sahabatnya itu tidak sedang baik-baik saja saat ini.

"Sejak awal aku tahu kalau kamu tidak mungkin sengaja meninggalkan Almira. Aku tahu pasti ada sesuatu yang membuat kamu terpaksa meninggalkannya, kan? Bahkan orang gila saja bisa tahu sebucin apa kamu pada Almira, tidak mungkin kamu dengan sengaja melepaskan wanita itu begitu saja setelah perjuangan yang selama ini sudah kamu lakukan untuk merengkuhnya. Sebenarnya apa yang sudah terjadi, Rian? Kenapa kamu sampai meninggalkan dia sendirian dan menyerahkannya pada Kak Daffa? Apa kamu tahu kalau dia sangat kecewa padamu? Dia juga sama sakitnya dengan kamu, Rian!" ucap Aldo berusaha mengorek informasi tentang alasan kenapa Rian meninggalkan wanita yang dicintainya itu.

"Bohong! Tidak mungkin Almira sedih saat aku tinggalkan! Dia mencintai Kak Daffa! Dia memang sejak awal mencintainya! Tak peduli apa yang menjadi alasan aku pergi hari itu, tapi yang pasti Almira milikku tidak pernah menyerah hatinya hanya untukku saja," sahut Rian penuh kekecewaan.

"Kenapa kamu bisa berpikir seperti ini, Rian? Selama ini, hanya kamu satu-satunya laki-laki yang mampu menaklukan wanita itu. Kamu tahu sendiri sudah tidak asing jika Almira menolak laki-laki yang ingin menjalin hubungan dengannya. Tapi kamu? Kamu satu-satunya laki-laki yang bisa meluluhkan Almira hingga membuat wanita itu setuju untuk menikah denganmu. Kenapa saat kamu sudah di puncak kemenangan, kamu malah lari dan memberikan kemenangan kamu itu pada orang lain?" kesal Aldo pada pemikiran dari Rian.

Bahkan, Aldo sendiri pun pernah ditolak oleh Almira, sementara Rian yang berhasil menaklukkan wanita itu malah menyia-nyiakan nya begitu saja.

"Apa pun alasan aku pergi, itu tidak ada artinya lagi. Yang penting, saat ini Almira baik-baik saja dan bahagia bersama Kak Daffa."

"Astaga, Rian! Dari tadi kamu terus mengatakan kalau Almira sudah bahagia bersama Kak Daffa. Apa kamu mendengarnya langsung dari Almira? Apa kamu melihat Kak Daffa memperlakukan Almira dengan begitu istimewa? Kadang, apa yang kamu lihat sekilas itu belum tentu kebenarannya. Aku bisa melihat luka Almira di matanya saat menceritakan tentang kamu yang pergi begitu saja," ucap Aldo benar-benar kesal pada pemikiran sempit Rian.

Rian hanya diam dan memalingkan wajahnya. Dia lebih mempercayai matanya dari pada apa yang Aldo katakan. Jika benar Almira sangat sedih karena dia pergi, tidak mungkin gadis itu akan berkencan dengan kakaknya sendiri.

"Rian, jangan sampai kamu menunggu semuanya terlambat. Jangan biarkan cinta diantara Almira dan Kak Daffa tumbuh, baru kamu menyesal dan ingin mengambil kembali segalanya. Karena saat itu, apa pun yang kamu lakukan, tidak akan membuat Almira kembali. Cepatlah jemput dia sebelum semuanya terlambat! Jangan menunggu penyesalan itu semakin besar, Rian!" 

Aldo menepuk pundak Rian lalu melangkahkan kakinya meninggalkan laki-laki itu. semoga sahabatnya mengerti dan segera menjemput cintanya lagi.

Rian hanya termenung memikirkan semua perkataan Aldo. Bukan dia tidak mau untuk datang sekarang juga dan merebut Almira kembali. Namun, masih ada Livia dan anak yang wanita itu kandung. Rian tidak mungkin gegabah dalam mengambil tindakan.

Bisa-bisa, Livia membuat semuanya semakin sulit. Rian tidak ingin dibuat pusing oleh tingkah wanita itu. Sepertinya, Rian harus segera memaksa Livia untuk melakukan tes DNA terhadap janin itu, biar semuanya jelas dan Rian bisa kembali mengambil Almira.

Saat sedang larut dalam lamunan, deringan ponselnya membuat Rian langsung menghembuskan napas kasar. Siapa lagi pelakunya jika bukan Livia. Satu-satunya orang yang mengetahui nomor ponsel barunya saat ini.

"Ada apa?" tanya Rian setelah panggilan terhubung.

"Cepatlah pulang, Rian! Jangan terus di luar seperti ini! Kamu tahu kan, kalau itu tidak akan baik untukmu. Tolong jangan keras kepala seperti ini! Kamu bukan lagi anak kecil! Kamu akan menjadi seorang ayah, Rian! Mulailah bersikap dewasa dan jangan membuat ulah yang bisa membuat kamu dalam masalah!" titah Livia yang sepertinya sangat kesal pada kelakuan Rian.

"Hemm, aku bukan akan kecil, kan? Jadi kamu sudah tahu kan, kalau aku tidak mungkin ceroboh! Jangan memperlakukan aku seperti tahananmu, Livia!" jawab Rian tidak suka.

"Kamu kenapa selalu berpikiran buruk seperti ini? Apa pun yang aku katakan, itu semuanya demi kebaikan kamu sendiri. Kalau sudah terjadi masalah, kamu sendiri yang akan susah, Rian!" geram Livia pada sifat keras kepada Rian.

"Hem, baiklah. Aku akan pulang sekarang juga. Berhentilah terus mengoceh seperti ini! Telingaku rasanya sangat sakit!" 

Tut.

Rian segera mengakhiri panggilannya dengan Livia. Ah, kesal sekali rasanya harus terjebak bersama wanita yang terlalu cerewet seperti Livia ini. Kalau saja wanita itu tidak sedang mengandung, sudah pasti Rian akan meninggalkannya.

Laki-laki itu segera beranjak meninggalkan taman. Jangan sampai Livia kembali menghubunginya dan membuat kepalanya sakit lagi. Mungkin memang Rian harus bertahan beberapa waktu lagi. Sampai anak itu benar-benar dikatahui siapa ayahnya.