Chereads / Pradhika's Bloody Incident / Chapter 28 - Membuat Penasaran

Chapter 28 - Membuat Penasaran

"Bisa saja, Abang! Kalian bertiga ini lahir dengan organ-organ dalam yang belum sempurna semuanya. Dan kalian bertiga tidak bisa berada di suhu yang sangat dingin. Papa takut jika Abang mengalami hipotermia atau semacamnya gitu." Tuan Yudha meracau. Sepertinya, kejadian dalam mimpinya tadi, begitu membekas di dalam ingatannya. Jadi, seolah-olah mimpi tadi adalah kenyataan.

"Ahahaha, itu tidak mungkin, Papa. Ini Jakarta bukannya kota yang memiliki 4 musim. Abang dan adek-adek memang tidak bisa bertahan jika berada di suhu dingin, seperti suhu di pegunungan. Kalau suhu dingin ruangan saja, apalagi di kota Jakarta, tentu saja abang masih dapat bertahan, Papa. Sedingin apa pun lantai kita."

Siji menyahut. Ia malah tersenyum haru melihat papanya yang terkesan begitu mengkhawatirkannya itu.

"Lalu, kenapa kamu pingsan tadi, Bang?"

"Karena lelah."

"Mana mungkin hanya karena lelah dapat membuat seseorang pingsan, Abang?!" sentak Tuan Yudha, kesal.

Tuan Yudha tidak tahu isi kepala anak sulungnya itu sebenarnya apa. Tapi, Siji terlihat biasa saja meski ia baru bangun dari pingsan tadi. Seolah Siji memang sering mengalami hal itu. Apa yang tadi itu memang Siji ketiduran? batin Tuan Yudha.

"Dan mengantuk, hehehe." Siji melanjutkan ucapannya.

"Bodoh!" desis Tuan Yudha. Hanya kata itu yang pantas menggambarkan anaknya. Sia-sia sudah kekhawatiran Tuan Yudha sejak tadi.

"Ahahaha, apa mungkin bakat akting Abang ini mulai jago kayak Yuji ya, Pa?"

"Tidak! Jangan meracau!"

"Ahahaha, walau iya pun, kenapa sih, Pa? Bukannya malah bagus ya kalau semua anak papa jadi pemain sinetron?" Siji berucap lirih. Senyum riang tak henti-hentinya terpatri dari bibirnya yang masih terlihat pucat.

Tuan Yudha malah kesal dan menjitak kepala anaknya sekali lagi. Dia merasa dipermainkan.

Siji mengangkupkan tangan untuk minta maaf. Setelahnya, ia melihat ke arah papanya kembali.

"Oh iya, Papa baru keluar ke mana malam-malam seperti ini?" tanya Siji, penasaran. Meski ia tidak menyadari kehadiran Tuan Yudha tadi, tapi ia memiliki intuisi jika papanya itu datang dari luar rumah ini. Terlihat juga dari sepatu Tuan Yudha yang terlihat sedikit berlumpur itu.

Jika Tuan Yudha pergi ke kamar utama, sudah pasti papanya itu akan berganti sandal rumah, bukannya sneaker warna putih itu. Pasti papanya baru pulang dari luar rumah, batin Siji.

Tuan Yudha terlihat mengambil kertas yang terselip di saku celananya. Itu adalah kertas milik Siji, pemberian Madam Ameri tadi.

"Papa tadi hanya memastikan sesuatu. Ternyata, peta yang berada di kertas ini, benar-benar mirip dengan peta di salah satu hiasan milik keluarga Pradhika, Bang."

Mendengar ucapan papanya baru saja, membuat Siji tersentak. Ia bangkit dan kini duduk bersimpuh di depan kaki papanya.

"Benarkah seperti itu, Pa?" Binaran di mata Siji, terlihat begitu kentara. "Lalu, di mana letak hiasan itu sekarang, Pa?" tanya Siji kembali. Begitu antusias.

Tuan Yudha menampilkan senyum misterius. Ia seperti sengaja mengulur waktu, membuat anak sulungnya itu semakin penasaran.