Chereads / Pradhika's Bloody Incident / Chapter 30 - Tuntutan

Chapter 30 - Tuntutan

Di saat seperti ini, Siji berharap jika adiknya yang pandai berakting itu pulang. Soal bohong-membohongi, tidak ada yang dapat mengalahkan keahlian Yuji yang seperti itu.

Tapi, jika Siji menceritakan semuanya, bisa saja papanya itu akan marah-marah pada mereka. Dan pada akhirnya, Siji juga akan mengajak papanya juga terlibat dalam bahaya. Siji bahkan tidak tahu bahaya semacam apa yang akan mereka temui untuk menemukan Kuil yang menghapus semua kutukan itu.

Di sisi lain, ada Reiji yang membutuhkan bantuannya saat ini. Ini adalah kesempatan yang bagus bagi Siji untuk mendapatkan pengakuan dari adiknya, bahwa dirinya memanglah seorang kakak yang dapat diandalkan.

"Lama sekali mikirnya sih, Bang?! Astaga, papa sampai ngantuk nungguin Abang mikir sejak tadi!" Tuan Yudha membentak, yang langsung membuat Siji tergagap.

"A-anu itu ...." Siji menggaruk pipinya beberapa kali, meski tidak gatal. "Jika aku mengatakan kejadian waktu itu, papa janji tidak akan melakukan apa pun, 'kan?" sambung Siji. Ia menatap intens mata papanya yang duduk di sofa sisi yang lain.

Tuan Yudha mengernyit. Ia semakin penasaran dengan apa yang akan dibahas anaknya setelah ini.

"Apa maksudmu, heh? Memang kamu kira apa yang akan papa lakukan, eum?"

"Seperti datang menuntut balas pada monster yang melukai kami waktu itu, misalnya?" Siji menimpali. Ia yakin pasti setelah ini ia akan ditertawakan oleh papanya. Ucapan Siji tadi seolah-olah hanya racauan orang yang hangover. Tuan Yudha bahkan masih belum percaya tentang monster dan semacamnya, yang dibahas anak-anaknya itu.

"Hahaha, jangan meracau, Abang! Mana mungkin papa melakukan sesuatu pada monster itu, huh?!"

"Ah, syukurlah! Dengan begitu abang akan tenang meski Abang menceritakan semuanya, Pa," imbuh Siji. Ia mengurut dadanya karena begitu lega mendengar ucapan papanya tadi.

"Memang kenapa, huh?"

"Sebenarnya, Abang sama Yuji menghadapi monster untuk dapat keluar dari sebuah tempat aneh, Papa." Siji mulai bercerita. Ia menatap kosong ke depan. Layar televisi yang saat ini menayangkan siaran 'ludruk dini hari' di salah satu stasiun televisi Nasional, tapi dalam bayangan Siji malah menampilkan kejadian menyeramkan waktu itu.

Seperti roll film yang berputar di kepalanya, Siji mengingat bagaimana dia dan adiknya sangat putus asa dan takut jika mati di ruang bawah tanah berair di bangunan kuno itu. Siji juga mengingat bagaimana kondisi adiknya saat itu. Yuji beberapa kali pingsan.

Tidak terasa air mata Siji menetes begitu saja.

Bersambung ....

Siji berharap jika adiknya yang pandai berakting itu pulang. Soal bohong-membohongi, tidak ada yang dapat mengalahkan keahlian Yuji yang seperti itu.

Tapi, jika Siji menceritakan semuanya, bisa saja papanya itu akan marah-marah pada mereka.

Di sisi lain, ada Reiji yang membutuhkan bantuannya saat ini.

"Lama sekali mikirnya sih, Bang?! Astaga, papa sampai ngantuk nungguin Abang mikir sejak tadi!" Tuan Yudha membentak.

"A-anu itu ...." Siji menggaruk pipinya beberapa kali, meski tidak gatal. "Jika aku mengatakan kejadian waktu itu, papa janji tidak akan melakukan apa pun, 'kan?" sambung Siji.

Tuan Yudha mengernyit.

"Apa maksudmu, heh? Memang kamu kira apa yang akan papa lakukan, eum?"

"Seperti datang menuntut balas pada monster yang melukai kami waktu itu, misalnya?" Siji menimpali.

"Hahaha, jangan meracau, Abang! Mana mungkin papa melakukan sesuatu pada monster itu, huh?!"

"Ah, syukurlah! Dengan begitu abang akan tenang meski Abang menceritakan semuanya, Pa," imbuh Siji. Ia mengurut dadanya karena begitu lega mendengar ucapan papanya tadi.

"Memang kenapa, huh?"

"Sebenarnya, Abang sama Yuji menghadapi monster untuk dapat keluar dari sebuah tempat aneh, Papa." Siji mulai bercerita.