Chereads / Pradhika's Bloody Incident / Chapter 31 - Mulai Cerita

Chapter 31 - Mulai Cerita

"Hahaha, jangan meracau, Abang! Mana mungkin papa melakukan sesuatu pada monster itu, huh?!"

"Ah, syukurlah! Dengan begitu abang akan tenang meski Abang menceritakan semuanya, Pa," imbuh Siji. Ia mengurut dadanya karena begitu lega mendengar ucapan papanya tadi.

"Memang kenapa, huh?"

"Sebenarnya, Abang sama Yuji menghadapi monster untuk dapat keluar dari sebuah tempat aneh, Papa." Siji mulai bercerita. Ia menatap kosong ke depan. Layar televisi yang saat ini menayangkan siaran 'ludruk dini hari' di salah satu stasiun televisi Nasional, tapi dalam bayangan Siji malah menampilkan kejadian menyeramkan waktu itu.

Seperti roll film yang berputar di kepalanya, Siji mengingat bagaimana dia dan adiknya sangat putus asa dan takut jika mati di ruang bawah tanah berair di bangunan kuno itu. Siji juga mengingat bagaimana kondisi adiknya saat itu. Yuji beberapa kali pingsan.

Tidak terasa air mata Siji menetes begitu saja.

Siji mengingat jelas saat dia ketakutan karena Yuji yang pingsan sangat lama. Di saat seperti itu, Siji jadi ingat pernah berada di situasi itu sebelumnya. Saat Reiji mengalami gagal ginjal, Siji sangat takut kehilangan adiknya itu.

Siji menangis dalam diam saat mengingat adik-adiknya perah sangat tidak berdaya di depan matanya. Dan Siji tidak bisa melakukan apa pun..

"Hey! Kenapa pakai acara menangis segala sih, Abang?! Tinggal cerita saja, apa susahnya sih? Abang benar-benar ingin menjadi aktor kayak Babang Yuji, begitu?!" bentak Tuan Yudha.

Tuan Yudha jadi bingung melihat anak sulungnya yang tiba-tiba menangis seperti itu. Dan ini untuk pertama kalinya Tuan Yudha melihat putranya menangis tanpa sebab begitu. Biasanya, kalau Siji menangis itu pasti ada salah satu karakter cewek di anime yang Siji tonton, yang meninggal.

Atau kalau tidak ya saat Siji kecil yang melihat adik-adiknya jatuh atau sakit. Yuji dan Reiji yang terjatuh dari sepeda, tapi Siji yang menangis. Entah takut dimarahi atau karena ikut merasakan derita adik-adiknya. Tuan Yudha tidak tahu alasan semua anaknya jadi cengeng. Tuan Yudha jadi merindukan saat anak-anaknya masih kecil.

Selama ini Tuan Yudha tahu jika putra sulungnya itu selalu berusaha menjadi sok dewasa. Siji tidak pernah menunjunjukkan sisi lemah seperti itu saat beranjak remaja.

Tuan Yudha meraih tissu yang berada di meja dan menyodorkannya tepat di depan wajah anak sulungnya.

"Hassh! Hapus air matamu itu, Abang! Itu terlihat menjijikkan tau! Masak cowok itu nangis? Kenapa abang jadi cengeng kayak anak perempuan begini sih?!" bentak Tuan Yudha. Ia malah kesal melihat anaknya yang bersedih itu.

Siji memaksakan senyum dan meraih tissu yang diberikan oleh papanya. Siji mengusap air matanya kasar agar papanya tidak protes lagi saat melihat wajahnya.

"Apa Abang sedang berakting sekarang, huh?!"

"Maksud, Papa?"

"Bisa saja Abang berakting menangis agar lalai mundur dan tidak mengajukan pertanyaan kejadian malam itu, 'kan?" Tuan Yudha menjeda kalimatnya, hanya untuk menyeringai. "Kheh! Kamu benar-benar terobsesi menjadi pemain sinetron rupanya seperti Yuji, Bang. Jika kau bersikeras seperti itu, papa akan coba mempertimbangkannya. Abang bisa ikut audisi bulan depan barengan Babang Yuji," sambung Tuan Yudha.

"Bukan seperti itu, Papa. Ketika papa menanyakan tentang kejadian malam itu, tiba-tiba terlintas begitu saja suara jeritan-jeritan kami saat berada di tempat aneh yang sangat gelap dan pengap. Bahkan, di bawah kami adalah genangan air."