Yuji mundur tanpa memberi tahu kakaknya itu, kalau lubangnya sudah selesai ia gali.
"Yu! Apa gua udah bisa menarik lengan gua?" teriak Siji, masih memejamkan matanya. Tidak berani melihat ke arah lengannya.
Yuji mengabaikan panggilan saudaranya itu. Fokus matanya tertuju pada sebuah lukisan yang berada di dinding. Sebuah lukisan seorang perempuan cantik yang memakai jubah putih. Di sekeliling wanita itu terdapat puluhan lukisan abstrak seperti titik-titik berwarna hitam. Jika Yuji tak salah mengira, itu seperti lukisan semut. Ah, entahlah. Ia tak begitu paham.
Padahal, sebenarnya titik warna hitam itu adalah kucing dalam artian lukisan abstrak itu. Lukisan itu menunjukkan sebuah ritual pada jaman dahulu.
"Sithok! Sini deh lihat!" panggil Yuji.
Siji perlahan membuka matanya. Ia mengembuskan napas lega saat melihat lengannya sudah dapat ditarik keluar. Yuji sepertinya sengaja tidak memberitahu dia tadi. Padahal, Siji sudah sangat pegal dalam posisi merangkak dengan lengan yang masuk ke bawah lubang.
Siji bangkit dan mengecek tangannya. Syukurlah, tidak ada lubang seperti yang diucapkan Yuji tadi. Sepertinya, Yuji memang sengaja mengarang cerita seperti tadi agar Siji takut. Nyatanya, Siji memang takut. Dia selalu yang termakan kebohongan Yuji. Belum kapok dia dibodohi dan dibohongi adiknya sejak kecil.
Yuji menoleh ke arah Siji kembali dan mengisyaratkan untuk Siji mendekat.
"Cepetan ke sini, Sithok!"
Siji berlari dan kini sudah berada di sebelah Yuji. Mereka berdua sama-sama memperhatikan lukisan aneh yang terpajang di dinding ruang kamar ini.
"Ada apaan sih, Yu?"
"Coba lihat lukisan aneh ini deh!" ucap Yuji sambil menunjuk ke arah lukisan.
Siji mengamati dan memperhatikannya lebih dekat.
"Kalau tidak salah tafsir, lukisan ini seorang perempuan cantik yang memakai jubah putih. Gua yakin cewek ini pemilik tempat ini atau orang yang berpengaruh besar pada tempat ini, Yu. Terus di sekeliling wanita itu terdapat puluhan lukisan abstrak seperti titik-titik berwarna hitam. Gua yakin itu artinya pasti kecoa terbang."
Siji mengucapkan analisanya, tapi kepalanya langsung ditoyor kejam oleh Yuji.
"Ngaco! Itu bukan kecoak tahu, tapi itu pasti semut."
Ternyata mereka berdua sama saja. Pantas saja mereka mendapat ranking di atas 20 besar. Coba Reiji yang ada di sini. Sudah pasti Reiji akan mampu menafsirkan lukisan itu.
Yuji masih memperhatikan lukisan tersebut meski tidak tahu maknanya.
Siji memperhatikan sekeliling, untuk mencari informasi lainnya. Siapa tahu saja, ia menemukan petunjuk lain.
Namun, saat Siji berjalan di sekitar ranjang di tengah-tengah ruangan ini, tanpa sengaja kakinya menginjak ubin yang terlihat timbul dan berbeda dari ubin di sekelilingnya. Bersamaan itu juga, ubin yang dipijaki Yuji terbuka membuat Yuji terjatuh ke ruangan bawah tanah.
"Huwaakh!" Teriakan Yuji yang memekakkan telinga diikuti bunyi 'gedebugh' keras dari bawah, membuat Siji cengo. Untuk beberapa detik, otak Siji terasa lumpuh tak dapat berpikir.
[Flashback_end]
"Setelah itu, Bang Siji juga ikutan nyemplung buat nolongin Adek Yuji, Pa. Saat Abang juga berada di bawah, Abang takut banget karena Adek Yuji nggak gerak. Bahkan, Abang ngira jika Abang ini sudah membunuh adeknya sendiri. Adek Yuji pingsan hampir 2 jam, Pa. Papa pasti tidak akan bisa membayangkan betapa takutnya Abang saat itu."